Natural  system  merupakan  faktor  utama  keberlanjutan  sustainability. Sistem  alam  ini  tidak  akan  terpengaruh  tanpa  adanya  campur  tangan  manusia.
Oleh  karenanya,  peran  manusia  sangat  penting  dalam  keberlanjutan.  Interaksi antara  ketiga  komponen  akan  menyebabkan  keseimbangan  yang  baru  pada
natural  system.  Pada  daerah  tropis,  tekanan  sumberdaya  natural  system  lebih besar karena jumlah masing-masing spesies yang sedikit.
Dalam  rangka  mencapai  keseimbangan  semua  sistem,  maka  diperlukan pengelolaan  yang  terpadu  oleh  segenap  stakeholder.  Sebagaimana  yang
dikemukakan  Aldon  et  al.,  2011  bahwa  sebuah  kemitraan  yang  kuat  dan terorganisir  antara  masyarakat,  nelayan  dan  pengambil  kebijakan  dengan  saling
melengkapi satu sama lain akan mendukung faktor lingkungan sumberdaya.
2.6. Potensi Bencana Alam di Wilayah Pesisir
Kerusakan  akibat  bencana  alam  telah  meningkat  pesat  selama  beberapa dekade  terakhir  Millennium  Ecosystem  Assessment  dalam  Costanza  dan  Farley.
2007. Sebagian besar kerusakan ini terkonsentrasi di pantai, tsunami di Asia dan
badai  katrina  hanya  dua  contoh  terakhir.  Akibatnya,  pertumbuhan  penduduk  dan peningkatan  jumlah  infrastruktur  yang  dibangun  di  wilayah  pesisir  rentan
terhadap kerusakan. Berdasarkan  UU  Nomor  27  tahun  2007  tentang  pengelolaan  wilayah
pesisir  dan  pulau-pulau  kecil,  defenisi  wilayah  pesisir  adalah  daerah  peralihan antara  ekosistem darat  dan laut  yang dipengaruhi oleh perubahan di  darat  dan di
laut. Sedangkan defenisi perairan pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat  dan  laut  yang  dipengaruhi  oleh  perubahan  di  darat  dan  di  laut.  Perairan
pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 mil laut  diukur  dari  garis  pantai  serta  yang  menghubungkan  pantai  dan  pulau-pulau,
estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna. Pesisir  sebagai  kawasan  peralihan  yang  menghubungkan  ekosistem  darat
dan  laut,  selain  kaya  akan  sumberdaya  alam  juga  sangat  rentan  terhadap perubahan  akibat  aktivitas  manusia  dan  bencana  alam  Dahuri  et  al.  2001.
Menurut  Ruswandi  2009,  terdapat  enam  elemen  penyebab  bencana  alam  di daerah  pesisir  yaitu;  angin  kencangputing-beliung,  gempa  bumi,  tsunami,
gelombang  badai  pasang,  banjir,  dan  gerakan  tanah.  Selanjutnya  ada  empat elemen  sebagai  akibat  bencana  yaitu;  abrasi,  akresi,  erosi  dan  intrusi  air  laut.
Elemen  potensi  bencana  alam  yang  terdapat  di  wilayah  pesisir  tersebut  adalah sebagai berikut:
a. Angin Kencang
Angin  kencang  terjadi  akibat  adanya  perbedaan  tekanan  udara  yang sangat  tinggi  pada  zona  tertentu  di  atmosfer.  Perbedaan  tersebut  menimbulkan
gerakan  putaran  angin  yang  kuat,  disertai  dengan  hujan  lebat    dan  menimbulkan efek destruktif karena membawa energi yang besar. Berbeda dengan badai tropis,
angin  kencang  berlangsung  singkat,  dari  hitungan  detik  hingga  beberapa  menit. Dampak  angin  kencang  pada  wilayah  pesisir  sulit  dikurangi  sekalipun  dengan
populasi  mangrove  yang  padat,hal  ini  disebabkan  arah  datangnya  angin  tersebut berasal dari atas Fritz dan Blount, 2006.
b. Gelombang Laut
Gelombang  badai  pasang  storm  tide  adalah  gelombang  tinggi  yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan
berpotensi  kuat  menimbulkan  bencana  alam.  Indonesia  bukan  daerah  lintasan siklon  tropis  tetapi  keberadaan  siklon  tropis  akan  memberikan  pengaruh  kuat
terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras BNPB, 2009. Berdasarkan  gaya  pembangkitnya,  gelombang  laut  ocean  wave  secara
garis  besar  dikelompokkan  dalam  tiga  jenis  Macmillan,  1966;  Mihardja  dalam Latief, 2008, yaitu:
  Gelombang  angin  atau  ombak  wind  wave,  gelombang  ini  dibangkitkan oleh angin .
  Gelombang pasang surut atau gelombang pasang tidal wave sering disebut pasang  surut  tide  disingkat  pasut  yang  terlihat  secara  kasat  mata  sebagai
pasang naik flood tide dan pasang surut ebb tide. Keadaan pasang surut ini  di  laut  sangat  ditentukan  oleh  posisi  bumi
–bulan–matahari. Pada waktu bulan purnama dimana posisi  bumi
–bulan–matahari dalam satu garis lurus, maka muka laut saat pasang sangat tinggi dan sewaktu surut sangat rendah.