Proses abrasi Pantai Padang dimulai sejak 70an tahun yang lalu, yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan antara sedimen yang hanyut dan
sedimen yang terendapkan. Pada awalnya sedimen yang terangkut sebagian berasal dari selatan Pantai Padang, pengangkutan sedimen tersebut sekarang ini
tidak lagi terjadi disebabkan perubahan morfologi pantai bahagian selatan. Proses abrasi pantai di Kota Padang telah mulai berkurang, karena sepanjang pantai telah
di bangun penahan abrasi berupa krib. Parameter Hidro Oseanografi Kota Padang DKP Kota Padang, 2005 yaitu:
a. Arus dan Angin
Perairan Kota Padang dan sekitarnya memiliki pola arus permukaan yang umumnya sangat dipengaruhi oleh pola angin geostropik atau angin muson.
Berdasarkan karakteristik iklim di belahan bumi selatan southtern emisphere, maka kawasan sepanjang Pantai Padang dipengaruhi oleh
angin musim barat yang bertiup Bulan November sampai Maret dan angin musim timur bertiup dari Bulan Mei sampai September. Angin musim
barat dan timur di perairan Kota Padang berkekuatan rata-rata 9 –11 knot
bertiup ke arah tenggara hampir sejajar dengan garis Pantai Padang dan rata-rata 8 knot dengan pola berubah-ubah namun arah dominannya hampir
tegak lurus garis pantai. Lemahnya kecepatan angin musin timur disebabkan karena arah angin musim timur telah mengalami pembelokan arah akibat
gaya Coriolis pada saat ITCZ Inter Tropical Convergence Zone yang berada di bagian selatan khatulistiwa. Selain itu di perairan Kota Padang
juga terjadi arus pantai yang diakibatkan oleh gelombang. Arus ini berpengaruh terhadap abrasi dan sedimentasi pantai, sehingga menjadikan
tinggi gelombang laut yang terjadi berkisar antara 0,5 –2,0 meter
b. Pasang Surut Pasut
Jenis pasang surut yang terdapat di perairan Kota Padang adalah tipe campuran condong ke harian ganda mixed semi diurnal tide yaitu terjadi
dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Abrasi yang tergolong kuat dan merusak di perairan dan sekitarnya dipengaruhi arus pasang yang
menimbulkan gelombang pasang dan mempengaruhi pola arus sejajar pantai
5.2.3. Hidrologi
Wilayah Kota Padang dilalui oleh banyak aliran sungai besar dan kecil. Terdapat tidak kurang dari 23 aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota
Padang dengan total panjang mencapai 155,40 km 10 sungai besar dan 13 sungai kecil. Umumnya sungai-sungai besar dan kecil yang ada di wilayah Kota Padang
ketinggiannya tidak jauh berbeda dengan tinggi permukaan laut. Kondisi ini mengakibatkan cukup banyak bagian wilayah Kota Padang yang rawan terhadap
banjirgenangan Bappeda Kota Padang, 2010. Wilayah pesisir Kota Padang tercakup dalam Daerah Aliran Sungai DAS
Batang Kandis, Kuranji dan Air Dingin utara serta DAS Batang Arau, Lubuk Paradu dan Timbulun selatan. Beberapa sungai besar yang mendominasi daerah
aliran sungai di sekitar Kota Padang membentuk pola aliran sungai tertentu berupa pedial, sub dendritik dan dendritik. Pola aliran sungai itu yaitu dari utara
ke selatan: • Batang Anai bermuara di Kelurahan Pasia Nan Tigo.
• Air Dingin bermuara di Kelurahan Pasia Nan Tigo. • Batang Kuranji bermuara di Kelurahan Ulak Karang Utara.
• Batang Arau termasuk Sungai Banjir Kanal merupakan sungai yang
dipecah dari Batang Arau bermuara di Muaro Pantai Padang. • Air Pinang bermuara di Muaro Bungus Teluk Kabung.
Pola pengaliran yang berkembang di wilayah ini berkisar antara dendritik hingga sub-dendritik. Pola dendritik banyak berkembang pada bagian timur laut
wilayah Kota Padang yang sekaligus mewakili wilayah dengan ketinggian lebih besar. Sementara pola sub-dendritik berkembang pada bagian barat daya wilayah
Kota Padang terutama di sekitar wilayah pemukiman. Muka air tanah di wilayah Kota Padang yang tercermin dari aliran sungai,
sumur gali maupun beberapa data pemboran teknik umumnya dangkal hingga sangat dangkal, hal ini dipengaruhi oleh faktor litologi yang melandasi paparan
dataran Kota Padang yang berupa endapan aluvial dan dataran pantai Holosen. Arah aliran air tanah di dalam akifer di daerah ini umumnya terdiri dari material
lapisan pasir halus hingga sangat kasar, lapisan lanau dan yang semipermeable yaitu lanau-lempung dengan jenis akifer bebas. Endapan sedimen kuarter tersebut
dengan distribusi muka air tanah yang dangkal dapat memungkinkan untuk terjadinya fenomena likuifaksi di beberapa lokasi tertentu Bappeda Kota Padang,
2010. Peta Hidrologi dan Tata Air Kota Padang terdapat pada Lampiran 5.
5.2.4. Klimatologi
Kota Padang termasuk daerah yang curah hujannya tinggi dengan rata-rata 3000
–4000 mm per tahun. Curah hujan rata-rata tahunan Kota Padang pada tahun 2008 sebesar 4.7619 mm, dengan curah hujan rata-rata 385 mmbulan. Curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan curah hujan 776 mm dan terendah pada Bulan Mei dengan curah hujan 167 mm. Suhu udara rata-rata Kota
Padang sepanjang tahun 2008 berkisar antara 22,0ºC –31,7ºC dan kelembaban
udara rata-rata berkisar antara 70-84 persen Bappeda Kota Padang, 2010.
5.2.5. Geologi
Secara regional wilayah Kota Padang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Sesar Besar Sumatera Sumatera Great Fault System.
Sesar Semangko yang terdapat pada bagian tengah Pulau Sumatera dan palung laut di barat Pulau Sumatera mengapit wilayah Kota Padang dan sekaligus
merupakan kontrol bagi terjadinya kegiatan tektonik di wilayah ini. Struktur geologi yang berkembang di Kota Padang umumnya berupa patahansesar
mendatar dengan arah barat laut –tenggara dan timur laut–barat daya, beberapa
diantaranya berarah hampir utara –selatan dan barat–timur.
Struktur geologi di wilayah Kota Padang pada umumnya tertutupi oleh endapan kuarter. Banyaknya kekar-kekar pada litologi yang berumur pra-tersier
menunjukkan terjadinya kegiatan tektonik yang intensif pasca terbentuknya batuan ini dan mengingat tidak adanya singkapan struktur geologi pada
permukaan endapan kuarter, maka dapat dipastikan bahwa struktur geologi pra- tersier dan tersier tertutupi oleh endapan kuarter. namun demikian juga dijumpai
adanya struktur geologi yang teramati pada litologi berumur kuarter. Kota Padang merupakan endapan kuarter berupa dataran pantai yang
berumur holosen yang berhadapan dengan endapan laut terbuka yang dibagian timur dibatasi berupa patahan-patahan yang berarah hampir barat laut
–tenggara,
dicirikan oleh endapan kuarter yang terdiri dari endapan aluvial, rawa, dan pematang pantai. Dataran tersebut terpisah oleh laut terbuka dan pematang pantai
yang bagian belakangnya terbentuk rawa-rawa pantai sebagai endapan swamp. Gambaran geologi pesisir ini dicirikan oleh endapan pasir lepas, kerikil dengan
terputusnya lapisan lanau dan lempung. Peta geologi Kota Padang terdapat pada Lampiran 6.
Indikasi terdapatnya struktur geologi di wilayah Kota Padang diperkirakaan berupa sesar-sesar yang berarah barat-timur pada skala yang lebih
besar dan sesar-sesar relatif kecil dengan arah relatif utara. Struktur ini didapati pada satuan litologi tufa Kristal QTt yang terdapat pada wilayah timur Kota
Padang. Hubungan antara aktivitas megastruktur geologi Mandala Tektonik dalam hal ini Sistem Sesar Besar Sumatera ataupun Palung Laut di Samudera
Hindia dengan aktivitas unit struktur geologi segmentasi Sesar Sumatera di wilayah Kota Padang sangat jelas terlihat pada peristiwa-peristiwa gempa yang
pernah terjadi Bappeda Kota Padang, 2010.
5.2.6. Litologi
Litologi yang menutupi wilayah Kota Padang secara umum didominasi oleh endapan aluvium kuarter Qal terutama pada wilayah radius 5 sampai 10
kilometer dari garis pantai ke arah timur laut. Endapan ini terdiri dari material berupa lanau, pasir dan kerikil serta terdapat butiran-butiran batu apung. Bagian
selatan Kota Padang sebagian berupa litologi lahar, konglomerat dan endapan- endapan kolovium lain yang merupakan bagian dari satuan batuan aliran yang tak
teruraikan Qtau menurut Peta Geologi lembar Padang. Satuan batuan berupa Tufa Kristal QTt yang keras juga terdapat di bagian selatan Kota Padang.
Satuan batuan lain yang terdapat di wilayah pantai Kota Padang adalah andesit dan tufa yang terdapat berselingan QTta. Di beberapa tempat pada
satuan ini juga dijumpai andesit sebagai inklusi di dalam tufa. Satuan batuan kipas aluvium Qf terdapat pada beberapa tempat pada radius kurang lebih 10
kilometer arah timur laut garis pantai. Satuan ini merupakan hasil rombakan gunung api strato yang permukaannya ditutupi oleh bongkah-bongkah andesit
Bappeda Kota Padang, 2010.
Wilayah Kota Padang juga terdapat satuan batu gamping hablur pTls yang merupakan litologi berumur pra-tersier dan menempati bagian timur wilayah
Kota Padang. Litologi ini memiliki ciri khas membentuk punggungan- punggungan tajam. Struktur geologi berupa kekar-kekar berkembang intensif pada
satuan ini. Satuan berumur pra-tersier lain yang terdapat di wilayah timur Kota Padang adalah satuan batuan yang terdiri dari litologi berupa filit, batu lanau meta
dan batu pasir meta pTps. Litologi ini biasanya mendasari bukit-bukit atau punggungan yang relatif landai. Masing-masing satuan batuan yang terdapat di
wilayah Kota Padang memiliki daya dukung yang bervariasi. Daya dukung masing-masing jenis batuan ditampilkan pada Tabel 11.
Tabel 11. Jenis Batuan dan Daya Dukungnya
No. Simbol
Jenis Batuan Daya Dukung
1 Qtau
Aliran yang tak teruraikan ; jenis batuan vulkanik yang tak dipisah aliran lahar, konglomerat dan
endapan koluvium rendah
2 Qal
Alluvium; terdiri dari lempung, pasir, kerikil, pasir dan bongkahan
rendah - sedang 3
Q t Kipas alluvium; terdiri rombakan batuan andesit
berupa bongkahan dari gunung api sedang - tinggi
4 QTt
Tufa kristal; jenis batuan tufa basal, tufa abu, lapili, tufa basal berkaca, dan pecahan lava .
sedang - tinggi 5
Qta dan QTp
Andesit dan Tufa sedang - tinggi
6 PTls
Batu gamping; dari lunak sampai keras sedang - tinggi
7 PTps
Fillit, kwarsit, batu lanau meta. Lokasi terlihat pada singkapan sekitar Koto Lalang jalan ke arah
Solok yang mendasari bukit-bukit dan pegunungan yang landai
sedang
Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010 5.2.7. Geomorfologi
Morfologi merupakan aspek yang sangat penting dalam pembahasan kebencanaan maupun dalam kaitannya dengan penataan ruang. Wilayah Kota
Padang memiliki topografi yang bervariasi, perpaduan daratan yang landai dan perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar topografi wilayah Kota
Padang memiliki tingkat kelerengan lahan rata-rata lebih dari 40 persen.
Menurut data Bappeda Kota Padang 2010, sebagian wilayah Kecamatan Padang Barat merupakan daerah dengan morfologi berupa dataran pantai M4
yang tersusun dari litologi dominan pasir dan lempung. Dataran pantai ini juga terdapat di pantai barat Kecamatan Padang Utara. Wilayah Kecamatan Padang
Utara merupakan morfologi berupa rawa buri F3 dan pematang pantai M1. Sebagian besar wilayah Kecamatan Pauh, Padang Timur dan Kuranji merupakan
morfologi kipas alluvial F4 yang tersusun atas litologi berupa lanau, pasir, kerikil dan bongkah. Sebagian besar wilayah Kecamatan Koto Tangah memiliki
morfologi berupa dataran alluvial F1 yang tersusun dari litologi berupa lempung, lanau pasir dan kerikil.
Ketinggian wilayah Kota Padang dari permukaan laut juga bervariasi, mulai 0 m dpl sampai lebih dari 1.000 m dpl. Kawasan dengan kelerengan lahan
antara 0 –2 persen umumnya terdapat di Kecamatan Padang Barat, Padang Timur,
Padang Utara, Nanggalo, sebagian Kecamatan Kuranji, Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Koto Tangah. Kawasan
dengan kelerengan lahan antara 2 –15 persen tersebar di Kecamatan Koto Tangah,
Kecamatan Pauh dan Kecamatan Lubuk Kilangan yakni berada pada bagian tengah Kota Padang dan kawasan dengan kelerengan lahan 15
–40 persen tersebar di Kecamatan Lubuk Begalung, Lubuk Kilangan, Kuranji, Pauh dan Kecamatan
Koto Tangah. Sedangkan kawasan dengan kelerengan lahan lebih dari 40 persen tersebar di bagian timur Kecamatan Koto Tangah, Kuranji, Pauh, dan bagian
selatan Kecamatan Lubuk Kilangan dan Lubuk Begalung dan sebagian besar Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kawasan dengan kelerengan lahan lebih dari
40 persen ini merupakan kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung.
5.3. Kondisi Kependudukan
5.3.1. Jumlah dan Perkembangan Penduduk
Penduduk Kota Padang tahun 2009 berjumlah 875.750 jiwa. Selama kurun waktu 10 tahun 1999
–2009, jumlah penduduk Kota Padang bertambah sebanyak 89.706 jiwa atau 11,41 persen, atau rata-rata tumbuh sekitar 1,14 persen per
tahun. Koto Tangah merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak
18,96 persen sedangkan Kecamatan Bungus Teluk Kabung merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil 2,79 persen. Tiga kecamatan
memiliki pertumbuhan penduduk yang negatif, yakni Kecamatan Padang Barat, Padang Utara dan Nanggalo.
Tabel 12. Sebaran dan Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Padang Tahun 1999 dan Tahun 2009
No. Kecamatan
Luas Km²
Jumlah Penduduk Jiwa
Kepadatan Penduduk JiwaKm²
1999 2009
1999 2009
1 Bungus Teluk Kabung 100,78
21.740 24.417 216 242
2 Lubuk Kilangan 85,99
39.962 44.552 465 518
3 Lubuk Begalung 30,91
97.295 109.793 3.148
3.552 4 Padang Selatan
10,03 63.707
64.458 6.352 6.427
5 Padang Timur 8,15
85.812 88.510
10.529 10.860 6 Padang Barat
7,00 72.641
62.010 10.377 8.859
7 Padang Utara 8,08
85.654 77.509
10.601 9.593 8 Nanggalo
8,07 68.355
59.851 8.470 7.416
9 Kuranji 57,41
79.831 123.771
1.391 2.156 10 Pauh
146,29 42.917
54.846 293 375
11 Koto Tangah 232,25
128.130 166.033
552 715
Total 694,96
786.044 875.750 1.131 1.260
Sumber : Bappeda Kota Padang 2010 Perkembangan jumlah penduduk Kota Padang dalam 24 tahun terakhir
menunjukkan kecenderungan pertambahan yang tidak terlalu signifikan. Pada tahun 1986 penduduk Kota Padang tercatat sebanyak 564.440 jiwa, dan pada
tahun 2009 bertambah menjadi 875.750 jiwa. Jadi dalam kurun waktu 1986-2009, jumlah penduduk Kota Padang bertambah sebanyak 311.310 jiwa atau 55,15
persen, atau rata-rata tumbuh sekitar 2,30 persen per tahun.
5.3.2. Komposisi Penduduk
Rasio penduduk berdasarkan jenis kelamin, penduduk perempuan 304.828 jiwa lebih banyak dari penduduk laki-laki 289.849 jiwa dengan rasio
51,26:48,74. Komposisi penduduk Kota Padang menurut kelompok umur menunjukkan pola piramida yang menggambarkan penduduk berusia muda 50
tahun memiliki jumlah terbesar 96, dan semakin tinggi kelompok umurnya semakin sedikit jumlahnya. Kelompok penduduk pada kelompok usia produktif
15-44 tahun mencapai 578,484 jiwa 282.005 laki-laki dan 296.479 perempuan, kelompok usia produktif ini mencapai 66,06 persen dari jumlah penduduk Kota
Padang, terdiri dari laki-laki sebesar 32 persen dan perempuan 34 persen. Gempa yang terjadi di Kota Padang berdampak pula terhadap jumlah
penduduk. Berdasarkan hasil evaluasi korban gempa yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Padang sebanyak 383 jiwa telah
meninggal dunia akibat gempa. Kecamatan Padang Barat merupakan kecamatan yang mengalami korban meninggal terbanyak yaitu 81 jiwa sedangkan Kecamatan
Lubuk Kilangan adalah yang paling sedikit yaitu sebanyak 5 jiwa meninggal. Melalui data penduduk Kota Padang yang berumur 5 tahun ke atas,
persentase terbesar adalah tidak bersekolah lagi sebesar 67,99 persen, sedangkan yang masih bersekolah sebesar 29,31 persen. Penduduk yang masih sekolah,
persentase terbesar adalah kelompok umur 7-12 tahun atau jenjang SD sebesar 11,92 persen, jenjang SLTP 6,24 persen dan jenjang SLTA sebesar 4,01 persen.
Secara rinci presentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Kota Padang disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 13. Persentase Penduduk 5 Tahun ke atas menurut Tingkat Pendidikan di Kota Padang
No. Kelompok
Umur tahun Jenjang
Sekolah
TidakBelum Pernah
Sekolah Masih
Sekolah Tidak
Bersekolah Lagi
Total
1 5 - 6
TK 1,88
1,58 0,00
3,46 2
7 - 12 SD
0,06 11,92
0,03 12,01
3 13 - 15
SLTP 0,03
6,24 0,48
6,75 4
16 - 18 SLTA
0,06 4,01
1,24 5,31
5 18
PT 0,66
5,56 66,24
72,46
Jumlah 2,69
29,31 67,99
100,00
Sumber : BPS Kota Padang, 2010
5.3.3. Ketenagakerjaan
Melalui data penduduk Kota Padang yang berumur 15 tahun ke atas tahun 2009 630,919 jiwa, angkatan kerja mencapai 54,75 persen 345,428 jiwa.
Sebesar 45,25 persen 285,491 jiwa adalah bukan angkatan kerja, termasuk didalamnya adalah orang yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan lain-lain.
Presentase penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut jenis kegiatan dan kelamin diuraikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas menurut Jenis Kegiatan dan Jenis Kelamin
No. Jenis Kegiatan
Laki-laki Perempuan
Jumlah
1 Angkatan Kerja
69,69 39,80
54,75 a. Bekerja
59,97 32,11
46,04 b. Mencari Pekerjaan
9,72 7,68
8,70 2
Bukan Angkatan Kerja 30,31
60,20 45,26
a. Sekolah 18,89
21,04 19,97
b. Mengurus Rumahtangga 1,31
35,13 18,22
c. Lainnya 10,11
4,04 7,08
Total 100,00
100,00 100,00
Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010
Persentase angkatan kerja penduduk Kota Padang berumur 10 tahun ke atas adalah sebanyak 54,75 persen, 46 persen didalamnya adalah dengan status
bekerja. Sedangkan jumlah penduduk yang sedang mencari pekerjaan adalah 8,7 persen. Melalui Tabel 14, diketahui bahwa persentase terbesar penduduk Kota
Padang bekerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 35,40 persen dan sektor jasa-jasa sebesar 31,16 persen. Hal yang menarik pada dua sektor ini
adalah penyumbang tenaga kerja terbesar berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk yang bekerja di bidang perikanan tangkap diuraikan pada Tabel 23.
Tabel 15. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang Bekerja menurut Lapangan Usaha di Kota Padang
No. Lapangan Usaha
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 Pertanian 7,55
1,54 4,55
2 Pertambangan dan Penggalian 1,48
0,00 0,74
3 Industri 4,49
4,37 4,43
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,22
0,21 0,72
5 Konstruksi 8,54
0,64 4,59
6 Perdagangan, Hotel Restoran 24,31
46,48 35,40
7 Komunikasi dan Transportasi 14,83
1,01 7,92
8 Keuangan 3,20
1,04 2,12
9 Jasa-jasa 25,89
36,43 31,16
10 Lainnya 8,50
8,28 8,39
Total 100,00
100,00 100,00
Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010
5.3.4. Tingkat Kesejahteraan Penduduk
Secara umum, kondisi tingkat kesejahteraan penduduk di Kota Padang dapat dikatakan sudah cukup baik. Hal ini terindikasi dari data kondisi tingkat
kesejahteraan keluarga pada akhir tahun 2008, dari total 168.808 keluarga, ternyata sebagai besar yaitu sekitar 92,05 persen 164.049 keluarga merupakan
kelompok Keluarga Sejahtera KS dengan proporsi terbesar pada KS III sekitar 34,76 persen, disusul oleh KS II sekitar 33,46 persen, KS I sekitar 20,11 persen,
dan KS Plus sekitar 8,84 persen, dan selebihnya yaitu sekitar 7,95 persen 4.759 keluarga merupakan kelompok keluarga Pra Sejahtera.
Tabel 16. Jumlah Keluarga menurut Tingkat Kesejahteraan di Kota Padang
No. Kecamatan
Tingkat Kesejahteraan KK Jumlah
PS KS I
KS II KS III
KS Plus
1 Bungus Tl. Kabung
294 1.514
1.641 1.246
412 5.107
2 Lubuk Kilangan
172 1.702
4.284 3.747
762 10.667
3 Luhuk Begalung
917 5.093
6.371 7.256
2.252 21.889
4 Padang Selatan
337 3.018
6.271 2.757
599 12.982
5 Padang Timur
405 2.633
5.007 7.268
1.778 17.091
6 Padang Barat
139 2.027
2.202 5.684
736 10.788
7 Padang Utara
71 1.734
3.614 5.045
1.416 11.880
8 Nanggalo
88 1.879
4.914 4.316
895 12.092
9 Kuranji
694 5.865
7.567 7.005
2.642 23.773
10 Pauh 31
2.675 4.335
3.015 643
10.699 11 Koto Tangah
1.611 5.814
10.282 11.337
2.796 31.840
Jumlah 4.759
33.954 56.488
58.676 14.931
168.808 7,95
20,11 33,46
34,76 8,84
100,00
Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010 Ekonomi yang tumbuh semakin kuat dan disertai kenaikan PDRB per
kapita, belum diikuti oleh penyebaran kekayaan pada seluruh penduduk sehingga masih terdapat kesenjangan. Kesenjangan itu tercermin pada angka gini ratio,
dimana semakin besar gini ratio semakin besar kesenjangan yang ada. Meski ekonomi Kota Padang terus tumbuh, tetapi belum dapat dinikmati secara merata
oleh seluruh penduduk kota. Hal tersebut bisa dilihat dari angka gini ratio Kota Padang yakni sebesar 0,2637 pada tahun 2008 yang berarti masih terjadi
ketimpangan distribusi pendapatan walaupun nilainya masih moderat. Kesenjangan pendapatan antara kelompok penduduk, salah-satunya merefleksikan
masih banyaknya penduduk yang hidup dalam kemiskinan.
Dalam rangka pelaksanaan berbagai program pemerintah, khususnya penyaluran Bantuan Langsung Tunai BLT, maka pendekatan yang digunakan
adalah jumlah rumah tangga miskin dan bukan jumlah penduduk miskin. Pendataan yang dilakukan oleh BPS Kota Padang tahun 2006, jumlah Rumah
Tangga Miskin RTM di Kota Padang berjumlah 38.120 RTM. Tahun 2007 jumlahnya tetap 38.120 RTM, dan pada akhir tahun anggaran 2008 jumlah RTM
telah berkurang menjadi 29.661 RTM atau turun sebesar 22,19 persen. Namun pada tahun 2009 jumlah rumah tangga miskin kembali meningkat jumlahnya
menjadi 35.148 RTM.
5.3.5. Kondisi Sosial Budaya
Salah satu ciri masyarakat Minangkabau adalah sistem kekerabatannya yang bersifat matrilineal. Sistem sosial atas kehidupan kekerabatan yang
menganut sistem garis keturunan ibu ini menjadikan garis keturunan dan harga benda-benda diperhitungkan melalui garis ibu bukan garis bapak, sehingga yang
berkuasa atas seluruh kelompok keluarga adalah saudara laki-laki seorang wanita dan bukan suaminya. Pada sistem kekerabatan ini terdapat tiga unsur yang paling
dominan, yaitu a garis keturunan menurut garis ibu, b perkawinan harus dengan kelompok lain, di luar kelompok sendiri yang saat ini dikenal istilah
eksogami matrilineal, dan c ibu memegang peran sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan dan kesejahteraan keluarga.
Aspek sosial budaya lainnya yang penting di Minangkabau adalah adanya kepala-kepala suku yang diangkat menjadi penghulu atau kepala kaum atau kepala
suku. Kepala suku disebut penghulu suku dan berkuasa sepenuhnya secara adat terhadap kaumnya dan segala urusan sukunya tidak dapat dicampuri oleh orang
atau kaum di luar sukunya. Sebagai masyarakat yang menganut paham kekeluargaan, orang Minangkabau dilingkupi oleh lembaga-lembaga yang dijiwai
oleh sistem kekeluargaan tersebut dalam mengatur kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakatnya.
Kota Padang jika dilihat dari kultur sejarah Minangkabau, maka termasuk daerah rantau pesisir, sehingga budaya dan keseniannya juga sangat dipengaruhi
oleh kondisi tersebut. Pengaruh budaya daerah lain yang cukup kuat mewarnai
budaya dan kesenian di Kota Padang adalah budaya dan kesenian daerah Solok, Padang Pariaman, dan Pesisir Selatan sebagai kawasan yang berbatasan langsung
dengan Kota Padang. Kota Padang sebenarnya masih memiliki budaya dan kesenian yang khas, namun saat ini gambaran nilai budaya dan kesenian ini hanya
dapat dilihat di daerah pinggiran kota, seperti daerah Teluk Kabung, Kuranji, dan Koto Tangah.
Minangkabau jika ditinjau dari sektor pendidikan, maka merupakan salah- satu daerah pertama yang mewadahi gerakan pembaruan pendidikan Islam. Hal ini
dapat dibuktikan pada koreksi beberapa nilai adat yang tidak sesuai dengan nilai- nilai Islam. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas yang sangat kuat
memegang teguh nilai-nilai adat, namun perlu diingat bahwa nilai-nilai adat merupakan buatan manusia yang dapat berubah sesuai dengan kondisi, maka perlu
adanya penyesuaian nilai-nilai adat ketika nilai yang lama telah tidak relevan lagi. Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat tersebut akan menentukan masa depan
suatu masyarakat sehingga pendidikan memegang peran yang sangat penting. Pendidikan bagi suatu masyarakat berfungsi sebagai penentu masa depan,
menjawab berbagai persoalan dalam masyarakat, sekaligus melestarikan nilai- nilai dan warisan sosial-kultural tempat pendidikan tersebut dilaksanakan.
Sumatera Barat pada umumnya dan Minangkabau khususnya dikenal sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan agama, hal ini dapat
dilihat dari falsafah hidup yang telah menjadi cita-cita, dan pedoman dalam kehidupan masyarakat yaitu nilai falsafah hidup “Adat Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah ”.
Kota Padang sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Barat melalui RPJP 2005- 2020 telah menyusun program kegiatan untuk mendukung terwujudnya cita-cita
kembali ke nagari dan kembali ke surau dengan cara : Mendorong peningkatan peran dan fungsi lembaga Ninik Mamak, Alim
Ulama dan Cadiak Pandai tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan dalam pembinaan anak kemenakan dan anak nagari khususnya, dan masyarakat
dalam arti luas. Mengembangkan dan memberikan mata pelajaran BAM Budaya Alam
Minangkabau sejak dari tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi.
Mendorong aktivitas keagamaan dan perayaan hari besar agama. Untuk terlaksananya program kegiatan ini harus didukung oleh prasarana
dan sarana yang memadai, baik dari segi kelembagaan maupun mekanisme pelaksanaan. Nilai positif dari aspek sosial budaya yang merupakan kultur dari
masyarakat Kota Padang yang juga dimiliki oleh masyarakat Minangkabau pada umumnya adalah nilai kebersamaan, demokratis dan gotong-royong. Barek samo
dipikua, ringan samo dijinjiang, saciok bak ayam, sadantiang bak basi, duduak samo randah, tagak samo tinggi, duduak surang basampik-sampik, duduak
basamo balapang-lapang.
5.3.6. Kondisi Perekonomian
Kondisi perekonomian Kota Padang dijelaskan melalui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian dan inflasi yang diuraikan dalam sub bab sebagai
berikut:
a. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Selama 10 tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang dapat dibagi menjadi dua pola kecenderungan, yaitu sebelum tahun 2000 dan
setelah tahun 2000. Sebelum tahun 2000, setelah mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sampai tahun 1997, laju pertumbuhan ekonomi Kota
Padang mengalami koreksi sangat besar akibat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997-1998.
Pada periode 1999 sampai 2009 laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang cukup stabil pada kisaran
angka 5-6 persen per-tahun. Apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat dan laju pertumbuhan ekonomi nasional,
laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang terlihat masih di bawah rata-rata provinsi dan nasional.
Sebelum gempa pertumbuhan ekonomi Kota Padang tahun 2008 mencapai 6,21 persen, setelah gempa, tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Kota Padang
turun menjadi 5,08 persen yang merupakan pertumbuhan terendah selama periode 2002-2009. Pertumbuhan ekonomi Kota Padang ini jika
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat tahun
8,82 9,05 9,12 6,48
-7,76 1,49
4,47 4,07
5,30 5,55 5,89
5,29 5,12 6,14 6,21
5,08
-10,0 -8,0
-6,0 -4,0
-2,0 0,0
2,0 4,0
6,0 8,0
10,0 12,0
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 la
ju per
tum buhan
2009, maka kondisi Kota Padang jauh lebih baik. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor bencana menjadi salah satu parameter penting
dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 17 dan Gambar 11.
Tabel 17. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Padang
No. T a h u n
Laju Pertumbuhan Ekonomi
Keterangan
1 1994
8,82 2
1995 9,05
3 1996
9,12 4
1997 6,48
5 1998
-7,76 krisis ekonomi
6 1999
1,49 7
2000 4,47
8 2001
4,07 9
2002 5,30
Mulai digunakan tahun dasar 2000 untuk menghitung PDRB atas dasar harga konstan
10 2003
5,55 11
2004 5,89
12 2005
5,29 13
2006 5,12
14 2007
6,14 15
2008 6,21
16 2009
5,08
Sumber : Padang Dalam Angka 1999 –2010, Bappeda Kota Padang dan BPS
Kota Padang.
Gambar 11. Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Padang Sumber : Padang Dalam Angka 1999
–2010, Bappeda Kota Padang dan BPS Kota Padang.
b. Struktur Perekonomian