Implikasi Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan

Prioritas kebijakan ketiga adalah bantuan modal usaha bagi nelayan serta masyarakat yang ingin mengembangkan usaha perikanan. Hasil AHP menunjukkan alternatif kebijakan ini dipilih dengan skor 0,133. Prioritas alternatif kebijakan selanjutnya adalah subsidi bahan bakar 0,109 dan Pusat informasi cuaca dan kebencanaan yang mudah diakses dengan skor 0,093. Secara umum, hasil judgement pakar dalam memberikan penilaian terkait prioritas kebijakan pengembangan sumberdaya perikanan adalah dengan mempertimbangkan faktor potensi perikanan dan karakteristik sumberdaya yang ada di Kota Padang. Nilai Consistency Ratio pada pemilihan prioritas kebijakan pengembangan bidang kelautan adalah 0,0256, yang artinya dalam kasus ini penilaian kriteria telah dilakukan dengan konsisten. Tabel pengisian matriks berdasarkan kuesionerdan penormalan matriks serta penentuan nilai CR terdapat dalam Lampiran 18. Hasil analisis prioritas kebijakan pengembangan perikanan yang diperoleh melalui teknik AHP ini dijadikan sebagai pertimbangan dalam menyusun kebijakan pengembangan perikanan berperspektif mitigasi bencana yang akan diuraikan pada bab selanjutnya. Pertimbangan pakar dalam analisis ini menjadi salah satu acuan dalam menyusun arahan kebijakan sebagaimana diuraikan pada Sub Bab 6.7.

6.7. Implikasi Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan

Tuna Longine Berperspektif Mitigasi Bencana Tujuan akhir yang ingin dicapai dari penelitian ini sebagaimana disebutkan pada bagian awal adalah memperoleh rumusan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana. Berdasarkan hal tersebut serangkaian analisis dengan berbagai metode telah selesai dilakukan. Tahapan akhir sebelum merumuskan arahan kebijakan adalah menyiapkan landasan strateginya. Mintzberg 1994 menyebutkan bahwa strategi adalah sebuah pola dalam sebuah arus keputusan, kebijakan atau tindakan. Dengan demikian, pembahasan selanjutnya dalam penelitian ini adalah menyusun landasan strateginya. Secara ringkas hasil analisis dari studi ini disajikan pada Tabel 55. Sebagai landasan strategi umum dalam pengembangan sumber daya alam khususnya perikanan yang dipergunakan adalah meletakkan pengembangan ekonomi lokal atas dasar prakarsainisiatif serta kekhasan daerah yang bersangkutan endegenous development, melalui pemanfaatan sumberdaya lokal yang di perkokoh dengan ikatan modal sosial Sanim, 2006. Hasil penelitian mengemukakan bahwa endegenous development Kota Padang adalah sub sektor perikanan. Melalui analisis Shift Share, Location Quotient dan MRA diketahui bahwa sektor perikanan memberikan pengaruh yang berarti bagi perekonomian Kota Padang. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan kontribusi dari tahun ke tahun dan tren positif nilai LQ selama sepuluh tahun terakhir, dimana sub sektor perikanan di Kota Padang tergolong pada sektor basis. Sektor basis menurut Sjafrizal 2008 adalah sektor yang dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian wilayah serta sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif competitive advantage yang cukup tinggi . Analisis MRA menguraikan multiplier effect perikanan pada sektor lain. Fakta ini memberikan peluang terhadap arahan kebijakan pembangunan Kota Padang untuk mempertimbangkan sektor basis sebagai penyangga perekonomian daerah. Hal ini didasari karena melalui kajian analisis ini dapat memberikan gambaran mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi pada suatu daerah Benjamin dkk, 1980. Kajian ini juga didukung oleh hasil analisis prioritas pengembangan bidang kelautan melalui teknik AHP, hasil analisis mengemukakan bahwa perikanan menjadi sektor kelautan yang paling potensial untuk dikembangkan dengan nilai 0,364 melebihi sektor pertambangan laut 0,035, transportasi laut 0,068, industri kelautan 0,236, bangunan kelautan 0,047, jasa kelautan 0,101 ataupun pariwisata bahari 0,149. Kontribusi yang dihasilkan sub sektor perikanan terhadap perekonomian daerah sebagian besar berasal dari perikanan tangkap sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 19. Perikanan tangkap menghasilkan nilai sebesar Rp 218.495.600.000, atau sekitar 83 persen dari total nilai produksi perikanan Kota Padang secara keseluruhan. Besarnya nilai produksi perikanan tangkap tidak terlepas dari tingginya nilai kontribusi yang dihasilkan jenis ikan tuna. Sumberdaya tuna merupakan komoditi unggulan perikanan Kota Padang, jenis tuna yang didaratkan di Kota Padang adalah Tuna Mata Besarbigeye Thunus obesus dan Tuna Sirip Kuningyellowfin Thunus albacares. Spesies ini merupakan sumberdaya ekspor Kota Padang tujuan Singapura, Jepang dan Amerika. Tuna merupakan komoditi perikanan tangkap yang memberikan nilai kontribusi terbesar dibandingkan spesies lain, yakni sebesar Rp 70.063.200.000 DKP Kota Padang, 2011 atau sekitar 24 persen dari seluruh nilai produksi perikanan Kota Padang. Melihat kontribusi yang dihasilkan, maka amatlah wajar pengembangan sumberdaya ini akan memberikan keuntungan berganda bagi perekonomian daerah secara keseluruhan. Melalui analisis bioekonomi diperoleh informasi bahwa produksi tuna masih berada dibawah titik optimalnya, sehingga kebijakan yang harus dibuat adalah menetapkan jumlah ikan tuna yang boleh ditangkap per-tahunnya berjumlah 1.105,21 ton. Sehingga jumlah produksi dapat ditingkatkan sebesar 418,53 ton untuk hasil yang optimal. Kebijakan lainnya adalah dengan menambah effort sebanyak 133 trip. Penentuan tingkat discount rate menjadi salah satu pertimbangan yang penting dalam optimasi sumberdaya ini. Nilai discount rate yang menghasilkan rente optimal dan keberlanjutan adalah pada tingkat 16 persen. Hasil analisis bioekonomi ini juga dapat menjadi landasan kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan jumlah tenaga kerja perikanan. Kondisi tuna yang masih underfishing memberi peluang terhadap penyerapan jumlah tenaga kerja baru. Penambahan effort sebanyak 133 trip akan membuka setidaknya 1500 tenaga kerja perikanan tangkap. Jumlah ini belum memasukkan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap pada sektor lain, sebagaimana multiplier effect perikanan yang dijelaskan pada Sub Bab 6.1.3. dalam analisis Minimum Requirement Approach MRA. Penambahan effort sebanyak 133 trip berarti diperlukan tambahan armada penangkapan sebanyak 33 unit dengan asumsi jumlah trip dalam satu tahun sebanyak 4 kali. Dalam rangka meningkatkan produksi tuna, serangkaian upaya perlu dilakukan pengambil kebijakan. Kebijakan yang diambil dapat berupa aturan pengelolaan, prasarana-sarana maupun terkait sumberdaya manusia. Kebijakan juga harus mempertimbangkan faktor bencana. Hal ini disebabkan karena lokasi pendaratan ikan yakni Kota Padang yang juga sebagai sentra perikanan tuna Indonesia bagian barat adalah daerah rawan bencana. Sehingga upaya mitigasi menjadi sebuah solusi dalam usaha meningkatkan optimasi yang ingin diperoleh. Berdasarkan hasil analisis MPE, bencana yang potesial terdapat di Kota Padang terkait pengembangan perikanan adalah gempa, tsunami dan badai. Mitigasi bencana dalam upaya pengembangan ekonomi perikanan tangkap di kawasan ini berupa penyediaan prasarana mitigasi darat dan laut serta sarana mitigasi armada penangkapan. Investasi pada prasarana mitigasi darat dan laut berupa penyediaan sistem peringatan dini, radar tsunami dan gelombang, pusat informasi bencana, jalur evakuasi dan assembly point, shelter pelabuhan dan tambat badai laut. Investasi sarana mitigasi armada penangkapan terdiri dari penyediaan GPS, aplikasi BBandroid serta radio komunikasi dan navigasi. Tahapan analisis makro ekonomi, bioekonomi dan kebencanaan memberikan rekomendasi terhadap pengembangan ekonomi perikanan dan kelayakan investasi berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang. Hasil analisis berupa tambahan armada penangkapan sebanyak 33 unit serta prasarana dan sarana mitigasi pengembangan perikanan menjadi komponen yang digunakan dalam perhitungan analisis kelayakan investasi. Tahapan analisis ini menghasilkan kesimpulan bahwa usaha pengembangan perikanan berperspektif mitigasi bencana menguntungkan dan layak dilakukan ditinjau dari indikator NPV, BC dan IRR. Analisis kelayakan invstasi menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 45.530.835.838, BC sebesar 2,4 dan IRR sebesar 54,73 persen. Penambahan prasarana dan sarana mitigasi ini merupakan upaya untuk meminimalisir dampak risiko bencana yang terjadi. Unsur mitigasi bencana yang dimasukkan ke dalam upaya optimalisasi produksi sumberdaya perikanan yang berkelanjutan bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimal untuk kesejahteraan. Oleh sebab itu, perlu kebijakan stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi dalam rangka mengembangkan sumberdaya perikanan di Kota Padang agar berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana. Stakeholder primer yang ditemukan dalam analisis stakeholder yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP RI, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang serta Pemeritah Daerah Kota Padang. Stakeholder ini memiliki kewajiban dalam menjawab tantangan pengembangan dan pengelolaan perikanan di Kota Padang, karena memiliki kepentingan dan pengaruh yang paling besar. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka diperoleh alternatif kebijakan terkait pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana yaitu:  Optimalisasi produksi sumberdaya perikanan dengan memperhatikan faktor keberlanjutan dan mitigasi bencana.  Penyediaan sarana dan fasilitas perikanan yang kondusif dan berperspektif mitigasi bencana dengan mengedepankan karakteristik masyarakat lokal dan kondisi wilayah.  Meningkatkan partisipasi dan sinergisitas stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Melalui alternatif kebijakan di atas dapat dirumuskan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana yaitu “Optimalisasi produksi sumberdaya perikanan dengan memperhatikan faktor keberlanjutan melalui penyediaan sarana dan fasilitas perikanan yang kondusif dan berperspektif mitigasi bencana serta meningkatkan partisipasi dan sinergisitas stakeholder untuk mencapai kesejahteraan”. Dalam rangka menyusun rumusan arahan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana, maka karakteristik sumberdaya yang digambarkan mencakup tiga sistem yaitu sistem sumberdaya itu sendiri natural system, sistem manusia human system dan sistem pengelolaan management system. Pengembangan sub sektor perikanan harus dilakukan dengan membuat beberapa kebijakan pembangunan yang tepat serta mempertimbangkan karakteristik wilayah. Kota Padang memiliki kondisi wilayah yang rawan dilanda bencana, kondisi ini patut dipertimbangkan dalam merumuskan arahan kebijakan yang dibuat. Hal ini didasari karena pengembangan perikanan sangat berkaitan dengan sektor lain dan membutuhkan sinergisitas seluruh stakeholder dalam perencanaan dan pengembangannya. Rumusan kebijakan yang dibangun harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti ekologi, ekonomi dan sosial serta berbagai sektor. Rumusan arahan kebijakan pengembangan ekonomi perikanan berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang diuraikan pada point-point berikut ini.

a. Kebijakan Pengaturan Total Allowable Effort