Gambar 20. Keseimbangan Bioekonomi Model Gordon Schaefer Sumber : Hasil Analisis Data, 2012
6.2.5. Analisis Optimasi Dinamik
Model estimasi yang sesuai dalam pemanfaatan sumberdaya tuna berdasarkan analisis statik sebelumnya adalah model CYP. Melalui model ini
diperoleh parameter biologi dan ekonomi pemanfaatan tuna di Kota Padang. Dalam rangka merumuskan sebuah kebijakan pengembangan sumberdaya
perikanan yang berkelanjutan, maka dalam tahap ini analisis menggunakan pendekatan optimasi dinamik. Hasil analisis sumberdaya tuna dengan pendekatan
dinamik menggunakan discount rate 16 persen ditampilkan pada Tabel 37. Tabel 37. Pengelolaan optimum Sumberdaya Ikan Tuna
No. Variabel Kendali
Aktual Optimal
Dinamik i=16
Optimal Dinamik
i=17
1 x ton
876,46
874,23
2 h ton
686,68 1.105,21
1.105,46
3 E trip
104 237
238
4 π juta Rp
31.572,62 322.066,45
304.364,86 5
π overtime juta Rp
- 5.172,22
874,23 Sumber : Hasil Analisis Data, 2012
Analisis secara dinamik dengan menggunakan discount rate 16 persen dan 17 persen ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan yang tepat agar
10.000,00 -
10.000,00 20.000,00
30.000,00 40.000,00
50.000,00 60.000,00
70.000,00
- 100
200 300
400 500
600
TR, TC
j ut
a R
p
Effort trip
MEY MSY
TC OA
π max
sumberdaya ikan tuna dapat dikelola secara berkelanjutan. Besaran jumlah ikan yang boleh ditangkap dan jumlah effort yang bisa dilakukan akan berguna untuk
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan tuna di Kota Padang secara optimal dan berkelanjutan. Pengelolaan secara optimal dengan nilai discount rate
16 persen dan 17 persen menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pengelolaan beberapa rezim yang ada. Nilai rente pada discount rate 16 persen
adalah Rp 322.066,45 juta dan rente pada discount rate 17 persen adalah Rp 304.364,86 juta. Hasil analisis juga menujukkan semakin rendah nilai discount
rate, maka jumlah input produksi semakin sedikit sehingga secara alami jumlah pertumbuhan alami sumberdaya ikan tuna semakin meningkat dan lestari, kondisi
ini juga akan menghasilkan nilai rente yang semakin tinggi. Hasil optimasi dinamik pengelolaan sumberdaya tuna pada berbagai tingkat discount rate 10-20
persen sebagai pembanding ditampilkan pada Tabel 38. Tabel 38. Hasil Optimasi Dinamik dengan Model CYP Pada Pengelolaan
Sumberdaya Tuna
No. Variabel
Kendali i=10
i=12 i=14
i=18 i=20
1 x ton
890,27 885,57
880,97 872,03
867,69 2
h ton 1.103,25
1.103,98 1.104,63
1.105,71 1.106,14
3 E trip
232 234
235 238
239 4
π juta Rp 502.296,71 422.247,41 365.023,42 288.621,83 261.836,75 Sumber : Hasil Analisis Data, 2012
Berdasarkan Tabel 38 menunjukkan bahwa pada tingkat discount rate 10 diperoleh nilai biomas sebanyak 890,27 ton, jumlah biomas tersebut lebih
besar dibandingkan biomas pada tingkat discount rate 20 sebesar 867,69 ton. Jumlah tangkapan pada discount rate 10 sebanyak 1.103,25 ton, jumlah ini lebih
besar dibandingkan pada discount rate 20 dengan jumlah tangkapan sebesar 1.106,14 ton. Tingkat upaya penangkapan pada discount rate 10 adalah
sebanyak 232 trip sementara tingkat discount rate 20 sebanyak 239 trip. Keuntungan atau rente ekonomi yang diperoleh pada tingkat 10 sebesar Rp
502.296,71 juta, sedangkan tingkat discount rate 20 lebih kecil nilainya yaitu Rp 261.836,75 jutatrip. Hubungan tingkat discount rate dan rente ekonomi
optimal dinamik sumberdaya tuna di Kota Padang lebih jelasnya ditampilkan pada Gambar 21.
Gambar 21. Nilai Rente Pada Berbagai Tingkat Discount Rate Sumber : Hasil Analisis Data, 2012
Pada Gambar 21 dapat dilihat tingkat discount rate yang tinggi akan mendorong semakin laju tingkat effort dan sebaliknya tingkat discount rate yang
rendah akan memperlambat laju tingkat effort. Secara umum tingkat discount rate yang lebih rendah dapat menghasilkan optimal yield dan optimal biomass yang
lebih tinggi dan apabila tingkat discount rate turun hingga ke level nol, maka analisis dinamik pada sumberdaya tuna ini identik dengan analisis statik pada
pengelolaan sole owner atau MEY. Tingkat discount rate yang tinggi akan memacu eksploitasi sumberdaya ikan tuna yang lebih ekstraktif dan dampaknya
akan mempertinggi tekanan terhadap sumberdaya tuna. Jika tingkat discount rate semakin tinggi hingga tak hingga, maka analisis dinamik pada sumberdaya tuna
ini akan sama dengan analisis statik pada pengelolaan Open Access OA, sehingga kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya degradasi yang menjurus
pada kepunahan dari sumberdaya. Berdasarkan hasil analisis melalui pendekatan optimasi dinamik, dapat
disimpulkan bahwa pengelolaan yang optimal dan lestari pada sumberdaya ikan tuna sebaiknya dilakukan sesuai dengan hasil yang telah diperoleh melalui
analisis dengan discount rate 16 persen. Ini berarti pemerintah pusat dan daerah khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Padang hendaknya dapat
merumuskan beberapa kebijakan pengelolaan. Kebijakan yang harus dibuat adalah menetapkan jumlah effort yang diperbolehkan sebesar 237 trip. Jika dibandingkan
100.000 200.000
300.000 400.000
500.000 600.000
9 11
13 15
17 19
21
R e
n te
E ko
n o
m i
R p
Jut a
Tingkat Discount Rate
dengan effort aktualnya maka terdapat selisih, sehingga untuk hasil yang optimal maka jumlah effort dapat ditingkatkan sebanyak 133 trip atau setara dengan
penambahan 33 unit armada tuna longliner. Pengelolaan optimal berdasarkan hasil analisis adalah pada tingkat produksi yield h sebesar 1.105,21 ton dan
effort E sebanyak 237 trip. Kurva pengelolaan optimal sumberdaya ikan tuna di Kota Padang ditampilkan pada Gambar 22.
Gambar 22. Kurva Pengelolaan Optimal i=16 Keterangan :
Perhitungan dengan Maple 13 di Lampiran 15 Secara umum tingkat discount rate yang lebih rendah dapat menghasilkan
optimal yield dan optimal biomass yang lebih tinggi. Apabila tingkat discount rate turun hingga ke level 0, maka analisis dinamik pada sumberdaya tuna ini identik
dengan analisis statik pada pengelolaan sole owner atau Maximum Economic Yield MEY. Jika tingkat discount rate semakin tinggi hingga tak terhingga,
maka analisis dinamik pada sumberdaya ikan pelagis besar ini akan sama dengan analisis statik pada pengelolaan open access OA. Pengelolaan dengan tingkat
discount rate 16 seperti yang ditampilkan pada Gambar 22 menunjukkan tingkat optimal pemanfaatan sumberdaya tuna. Pengelolaan pada tingkat ini di satu sisi
tidak memacu eksploitasi sumberdaya secara ekstraktif yang mengakibatkan terjadinya degradasi yang menjurus pada kepunahan sumberdaya dan di sisi yang
lain memberikan rente ekonomi yang optimal.
6.3. Analisis Kebencanaan 6.3.1. Analisis Potensi Bencana