Akresi Intrusi Air Laut Mitigasi Bencana Alam

anak sungai alamiah serta sistem drainase dangkal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu akumulasi air hujan tersebut sehingga akibatnya meluap BNPB, 2009.

i. Akresi

Akresi muncul akibat adanya pendangkalan di muara sungai yang disebabkan oleh tingginya kandungan material tersedimentasi yang berasal dari hasil erosi akibat aktivitas`manusia di bagian hulu. Oleh karena itu, kecepatan timbulnya akresi dapat diperlambat dengan aktivitas penghijauan di areal tangkapan air dan sekitar bendungan Ruswandi 2009.

j. Intrusi Air Laut

Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan untuk berbagai keperluan pemukiman dan industri. Pengambilan air tanah yang tidak seimbang dengan pemasukan air dari permukaan mengakibatkan air laut yang lebih berat masa jenisnya langsung masuk ke akuifer tempat penampungan air di dalam tanah hingga mengendap Ruswandi 2009.

2.7. Mitigasi Bencana Alam

Berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2007, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran atau peningkatan kemampuan menghadapi ancaman. Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor non alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Regulasi terkait penanggulangan bencana alam di Indonesia terdapat pada pasal 1 ayat 5 UU Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Undang-undang ini menyatakan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Mitigasi bencana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 47 UU Nomor 24 tahun 2007 dilakukan untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan yang rawan bencana. Forum Mitigasi 2007 membedakan mitigasi bencana atas dua macam yaitu mitigasi pasif non struktural dan mitigasi aktif struktural, kategori mitigasi ini antara lain :  Mitigasi Pasif Non Struktural - Penyusunan peraturan perundang-undangan. - Pembuatan pedomanstandarprosedur. - Penyesuaian rencana tata ruang berdasarkan peta risiko bencana serta pemetaan masalah. - Pembuatan brosurposter. - Pembuatan rencana alternatif tindakan kedaruratan contigency plan. - Penelitianpengkajian karakteristik bencanaanalisis risiko bencana - Internalisasi Penanggulangan Bencana PB dalam muatan lokal pendidikan. - Pembentukan satuan tugas bencanaperkuatan unit-unit sosial masyarakat. - Pengutamaan PB dalam pembangunan dan sosialisasi.  Mitigasi Aktif Struktural - Pembuatan dan penempatan tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana atau tanda peringatannya. - Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan ke daerah aman. - Pembangunan penampungan sementara, daerah jalur evakuasi. - Pembuatan bangunan struktur seperti: pengaman lereng slope protectionseawalls, pemecah ombak breakwaterdetached breakwater, krib tegak lurus penahan gerakan sedimentasi sejajar gisik groyne, dan pengaman gisik beach protective. Menurut Diposaptono dan Budiman 2006, upaya mitigasi bencana secara garis besar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu upaya strukturfisik hardsoft solution yang sering disebut hardware dan upaya non strukturnon fisik yang disebut juga dengan software.  Upaya mitigasi struktur dilakukan dalam mitigasi bencana melalui dua metode, yaitu metode perlindungan alami revegetasiremangrovisasi, sand- dune, pengisian gisik beach nourishment dan lainnya, serta metode perlindungan buatan seperti peredam abrasi bank revetment, pemecah ombak breakwater, pengaman lereng slope protectionseawall, dan lain- lain.  Upaya non struktur yang dapat dilakukan dalam mitigasi bencana seperti pembuatan peta rawan bencana, pembuatan peraturan perundangan terkait, norma standar prosedur manual NSPM dan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat dan aparat terkait dalam upaya pengurangan risiko bencana mitigasi bencana seperti pelatihan penyelamatan diri. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat Carter, 1991. Dengan demikian pengurangan risiko bencana alam adalah suatu upaya untuk menekan kerugian masyarakat yang diakibatkan oleh peristiwa bencana alam BNPB, 2009. Jika upaya ini ditingkatkan menjadi suatu kebijakan maka upaya tersebut ditujukkan untuk mengamankan seluruh aset pemerintah termasuk seluruh hasil pembangunan yang selama ini telah dilaksanakan agar tidak rusak, sehingga hasil pembangunan akan tetap dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Mengurangi jumlah bencana adalah suatu hal yang tidak akan mungkin terjadi, tetapi mengurangi risiko bencana yang terjadi merupakan suatu keharusan. Langkah penting yang harus segera diambil adalah melakukan modernisasi jaringan dan integrasi sistem pengamatan. Lembaga Pengetahuan dan Teknologi Nasional Amerika Serikat-Bidang Pengurangan Risiko Bencana dalam laporan bulan Juni 2005, menyebutkan tantangan utama dalam pengurangan risiko bencana adalah identifikasi tiga tema menuju suatu masyarakat pegas bencana three themes in moving towards a disaster resilient society yaitu:  Menyediakan informasi bahayabencana dimana dan kapan hal ini diperlukan.  Memahami proses alamiah gejalatanda bahaya.  Membangun strategi dan teknologi mitigasi bencana gempa bumi, banjir pesisir dalam kaitan dengan tsunami, badai hurikane, gunung api, longsor dan amblesan.

2.8. Kelayakan Investasi