Kelayakan Investasi Pengembangan Tuna Longline Berperspektif

6.4.2. Kelayakan Investasi Pengembangan Tuna Longline Berperspektif

Mitigasi Bencana Ikan Tuna Thunnus,sp memiliki karakteristik yang khas yaitu melakukan migrasi dalam geografis yang luas dan selalu berpindah setiap waktu. Perairan Laut Indonesia bukanlah satu-satunya tempat permanen dari ikan tuna dunia. Tempat beruaya yang jauh dan luas ini membutuhkan teknologi dan armada penangkapan yang mampu menyesuaikan dengan karakteristik spesies tersebut. Jenis alat penangkap tuna yang biasa digunakan yaitu; Tuna longline, handline, huhate, pukat cincin, dan jaring insang. Rawai tuna atau tuna longline adalah alat penangkap tuna yang paling banyak digunakan untuk menangkap kelompok ikan pelagis besar itu. Longline merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu unit tuna longline biasanya mengoperasikan 1.000 –2.000 mata pancing dalam sekali setting. Tuna longline umumnya dioperasikan di laut lepas atau perairan samudera. Alat tangkap ini bersifat pasif, menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan, mesin kapal dimatikan agar kapal dan alat tangkap hanyut terbawa arus drifting. Produktivitas perikanan tangkap adalah produktivitas kapalperahu perikanan tangkap. Produktivitas kapal penangkap ikan merupakan tingkat kemampuan kapal penangkap ikan untuk memperoleh hasil tangkapan ikan per- tahun. Produktivitas kapal penangkap ikan per-tahun, ditetapkan berdasarkan perhitungan jumlah hasil tangkapan ikan per-kapal dalam satu tahun, dibagi besarnya jumlah kapal yang bersangkutan. Besar kecilnya produktivitas penangkapan tersebut akan menentukan tingkat kelayakan usaha. Disamping itu, kelayakan usaha juga ditentukan oleh biaya produksi. Kapal tuna longline memiliki biaya produksi yang paling besar pada biaya bahan bakar solar yang mencapai 70 persen dari total biaya operasional. Harga solar yang cenderung meningkat diduga akan sangat berpengaruh terhadap kelayakan usaha tuna longline. Pada bagian ini penelitian dimaksudkan untuk mengkaji kelayakan usaha tuna longline berperspektif mitigasi bencana yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudra PPS Bungus Kota Padang. Armada tangkap tuna longline di Kota Padang berpangkalan di PPS Bungus. Lama trip dalam sekali penangkapan adalah 2-6 bulan. Usaha perikanan tangkap tuna longline membutuhkan investasi untuk pembelian kapal, alat tangkap, mesin dan peralatan penunjang mencapai Rp 800 juta. Perincian investasi untuk satu unit kapal dapat dilihat pada Tabel 43. Selain itu juga dibutuhkan biaya operasional dan perawatan, pengadaan bahan bakar solar, nakhoda dan anak buah kapal ABK, perbekalan, es dan lain-lain. Tabel 43. Investasi Tuna Longliner No. Jenis Investasi Nilai Investasi Rp Umur Ekonomi th Depresiasi Rpth 1 Kapal Longline 450.000.000 15 30.000.000 2 Pancing Longline 150.000.000 10 15.000.000 3 Mesin 150.000.000 10 15.000.000 4 Peralatan lain 50.000.000 5 10.000.000 Total Investasi 1 Unit Tuna Longline 800.000.000 70.000.000 Total Investasi 33 Unit Tuna Longline 26.400.000.000 2.310.000.000 Sumber : Hasil Analisis Data, 2012 Total biaya investasi yang dibutuhkan untuk menyiapkan armada dan alat tangkap sebesar Rp 800 juta per unit kapal. Berdasarkan hasil analisis bioekonomi, diperoleh informasi bahwa jumlah armada yang optimal dalam pengembangan perikanan di Padang adalah penambahan armada sebanyak 33 unit dari 26 unit armada longline yang sudah ada di PPS Bungus. Hal ini berarti bahwa total investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 26,4 miliyar. Biaya ini belum termasuk biaya operasional penangkapan dan biaya perawatan. Tabel 44. Biaya Operasional Per-trip Usaha Tuna Longline. No. Jenis Biaya Kebutuhan Satuan Harga Rp Biaya Rp 1 BBM Solar 40.000 liter 6.300 252.000.000 2 Pelumas 250 liter 13.000 3.250.000 3 Air tawar 50 gallon 22.000 1.100.000 4 Umpan 4 ton 5.000.000 20.000.000 5 Makanan 5 bulan 9.200.000 46.000.000 6 Biaya tambat labuh 1 trip 45.000 45.000 7 Biaya tenaga kerja ABK dan Nakhoda 5 bulan 8.500.000 42.500.000 8 Bagi hasil untuk nakhoda 1 1 trip 12.000.000 12.000.000 9 Lainnya 1 20.000.000 20.000.000 Total 396.895.000 Sumber : Hasil Analisis Data, 2012 Data biaya operasional yang diambil dari lapangan adalah dengan asumsi satu kali trip selama 2 bulan dan jumlah trip satu tahun sebanyak 4 kali. Total biaya operasional untuk 59 unit kapal sebesar Rp 93.667.220.000 per tahun. Biaya operasional per-trip terbesar adalah untuk pengadaan BBM solar, yang mencapai 63 persen dari seluruh biaya operasional. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM akan menjadi beban berat bagi pengusaha tuna longline dan nelayan. Selain itu, pemilik kapal juga harus menyediakan biaya perawatan, terutama untuk perawatan kapal, alat tangkap dan mesin. Perkiraan biaya perawatan yang diperlukan dalam usaha penangkapan tuna dapat dilihat pada Tabel 45. Tabel 45. Biaya Perawatan Tuna Longliner Per-unit No. Jenis Perawatan Biaya Perawatan Rpkali Frekuensi Perawatan kalitahun Biaya Rptahun 1 Kapal Longline 8.000.000 2 16.000.000 2 Alat Tangkap Longline 3.000.000 2 6.000.000 3 Mesin 7.000.000 2 14.000.000 4 Peralatan lain 2.000.000 2 4.000.000 Total 40.000.000 Sumber : Hasil Analisis Data, 2012 Biaya perawatan armada tuna longline sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 45 adalah sebesar Rp 40 juta. Biaya ini merupakan nilai yang harus dikeluarkan untuk satu unit kapal dalam satu tahun. Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, dengan penambahan armada sebanyak 33 unit sehingga total armada menjadi 59 unit, maka diperoleh total biaya perawatan yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 2.360.000.000. Analisis kelayakan investasi pada tahap ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat kelayakan investasi rencana pengembangan ekonomi perikanan tuna longline berperspektif mitigasi bencana di Kota Padang. Analisis ini dibutuhkan dalam menyiapkan rumusan kebijakan pengembangan perikanan di Kota Padang. Oleh karena itu, pada bagian ini juga akan diuraikan komponen investasi sarana mitigasi pengembangan usaha perikanan. Komponen biaya investasi terdiri atas investasi prasarana mitigasi darat dan laut serta investasi sarana mitigasi armada penangkapan. Besarnya biaya komponen investasi sarana mitigasi ditampilkan pada Tabel 46 dan Tabel 47. Tabel 46. Biaya Investasi Prasarana Mitigasi Darat dan Laut No. Jenis Investasi Nilai Investasi Rp Umur Ekonomi th Depresiasi Rpth 1 Sistem Peringatan Dini EWS 250.000.000 10 25.000.000 2 Radar Tsunami dan Gelombang 1.200.000.000 10 120.000.000 3 Pusat Informasi Bencana 1.500.000.000 10 150.000.000 4 Jalur Evakuasi dan Assembly Point 350.000.000 10 35.000.000 5 Shelter Pelabuhan 450.000.000 10 45.000.000 6 Tambat Badai Laut 1.300.000.000 5 260.000.000 Total Biaya Investasi 5.050.000.000 635.000.000 Sumber : Data Primer, 2012 Biaya investasi prasarana mitigasi darat dan laut yang dimasukkan pada perhitungan analisis kelayakan investasi tahap ini adalah berdasarkan analisis mitigasi bencana perikanan tangkap yang diuraikan pada sub bab sebelumnya, Komponen prasarana investasi ini menjadi bagian penting dalam pengembangan sumberdaya perikanan tangkap untuk memberikan hasil yang optimal dan kesejahteraan bagi masyarakat khususnya nelayan.Total biaya investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 5,05 miliyar. Tabel 47. Biaya Investasi Sarana Mitigasi Armada Penangkapan 59 Unit Longline No. Jenis Investasi Nilai Investasi Rp Umur Ekonomi th Depresiasi Rpth 1 GPS 413.000.000 10 41.300.000 2 Paket aplikasi BBAndroid 236.000.000 5 47.200.000 3 Radio Komunikasi dan navigasi 531.000.000 5 106.200.000 Total Biaya Investasi 1.180.000.000 194.700.000 Sumber : Data Primer, 2012 Investasi sarana mitigasi armada penangkapan membutuhkan biaya sebesar Rp 1,18 milyar untuk seluruh armada longline di Bungus. Total biaya investasi yang dibutuhkan untuk menyiapkan prasarana mitigasi darat dan laut serta sarana mitigasi armada penangkapan untuk 59 unit armada menjadi Rp 6,23 milyar. Komponen mitigasi ini dalam pengoperasiannya di lapangan masih membutuhkan biaya operasional dan perawatan yaitu dengan rincian pada Tabel 48 dan Tabel 49. Tabel 48. Biaya Operasional Prasarana dan Sarana Mitigasi Per-tahun No. Jenis Biaya Operasional Kebutuhan Biaya satuan Rp Biaya Rptahun 1 Biaya Operator 2 2.500.000 60.000.000 2 Penyuluhan, Sosialisasi dan Pelatihan 2 3.000.000 6.000.000 3 Prasarana Mitigasi Darat dan Laut 1 12.000.000 12.000.000 4 Sarana Mitigasi Armada Penangkapan 59 6.000.000 354.000.000 5 Biaya Lainnya 1 2.000.000 2.000.000 Total 434.000.000 Sumber : Data Primer, 2012 Perhitungan biaya operasional mencakup biaya prasarana mitigasi darat dan laut serta sarana mitiasi armada penangkapan. Total biaya operasional yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 434 juta per tahun. Komponen biaya ini sudah termasuk biayauntuk penyuluhan, sosialisasi dan pelatihan kepada nelayan dan masyarakat setempat serta biaya untuk operatorteknisi yang bertugas mengelola prasarana mitigasi bencana. Tabel 49. Biaya Perawatan Prasarana Mitigasi Darat dan Laut No. Jenis Perawatan Biaya Perawatan Rpkali Frekuensi Perawatan kali tahun Total Biaya Rptahun 1 Sistem Peringatan Dini EWS 1.000.000 2 2.000.000 2 Radar Tsunami dan Gelombang 1.000.000 2 2.000.000 3 Pusat Informasi Bencana 2.000.000 2 4.000.000 4 Jalur Evakuasi dan Assembly Point 1.000.000 2 2.000.000 5 Shelter Pelabuhan 500.000 2 1.000.000 6 Tambat Badai Laut 3.000.000 2 6.000.000 Total Biaya Perawatan 9.100.000 17.800.000 Sumber : Data Primer, 2012 Prasarana mitigasi darat dan laut merupakan salah satu komponen biaya investasi terbesar yang harus dikeluarkan. Komponen ini membutuhkan biaya perawatan dalam pemanfaatannya. Total biaya perawatan yang harus dikeluarkan sebesar Rp 17,8 juta selama satu tahun. Biaya terbesar adalah pada perawatan tambat badai laut karena prasarana mitigasi ini terletak di laut yang mudah mengalami kerusakan. Tabel 50. Biaya Perawatan Sarana Mitigasi Armada Penangkapan No. Jenis Perawatan Biaya Perawatan Rpkali Frekuensi Perawatan kali tahun Total Biaya Rptahun 1 GPS 200.000 2 400.000 2 Paket aplikasi BBAndroid 200.000 1 200.000 3 Radio Komunikasi dan navigasi 200.000 1 200.000 Total Biaya Perawatan 1 Unit Armada Penangkapan 600.000 800.000 Total Biaya Perawatan 59 Unit Armada Penangkapan 35.400.000 47.200.000 Sumber : Data Primer, 2012 Komponen prasarana dan sarana mitigasi dalam pengembangan ekonomi perikanan tangkap ini membutuhkan biaya perawatan sebesar Rp 64,2 juta pertahun. Komponen perawatan prasarana mitigasi darat dan laut membutuhkan biaya perawatan sebesar Rp 17,8 juta, sedangkan biaya perawatan untuk armada penangkapan sebesar Rp 47,2 juta per tahun. Rincian total biaya Outflow kelayakan investasi pengembangan ekonomi perikanan tuna longline berperspektif mitigasi bencana diuraikan pada Tabel 51. Tabel 51. Total BiayaOutflow No. Komponen Biaya Biaya Rp 1 Biaya Investasi Usaha Tuna Longline 33 unit 26.400.000.000 2 Biaya Investasi Prasarana dan Sarana Mitigasi 59 unit 6.230.000.000 3 Biaya Perawatan Tuna Longline 59 unit 2.360.000.000 4 Biaya Perawatan Prasarana dan Sarana Mitigasi 59 unit 64.200.000 5 Biaya Operasional Usaha Tuna Longline 59 unit 93.667.220.000 6 Biaya Operasional Prasarana dan Sarana Mitigasi 59 unit 434.000.000 Total 129.155.420.000 Sumber : Data Primer, 2012 Melalui Tabel 51 dapat dilihat rincian komponen yang dikeluarkan untuk masing-masing jenis biaya dalam perhitungan kelayakan investasi. Total biaya yang dibutuhkan dalam kelayakan investasi pengembangan ekonomi perikanan tuna berperspektif mitigasi bencana adalah sebesar Rp 129,1 milyar. Diasumsikan investasi dilakukan pada komponen yang ditambahkan. Biaya investasi dalam pengembangan usaha ini sebesar Rp 32.630.000.000, biaya perawatan sebesar Rp 2.424.200.000 dan biaya operasional sebesar Rp 94.101.220.000 per tahun. Berdasarkan data di lapangan, penerimaan pengusaha longline dalam usaha ini berfluktuasi yang dipengaruhi oleh musim dan harga ikan. Nilai hasil tangkapan tersebut dikurangi retribusi sebesar 3 persen. Proyeksi penerimaan yang dijadikan asumsi dalam kajian ini dapat dilihat pada Tabel 52. Berdasarkan basis data yang ada, selanjutnya disusun proyeksi labarugi usaha penangkapan tuna longline di PPS Bungus. Hasil proyeksi labarugi usaha longline dapat dilihat pada Tabel 53 berikut ini: Tabel 52. Asumsi Penerimaan Perikanan Tuna Longline No. Uraian Produksi Kgtrip Rataan Harga n=9 RpKg Rataan Nilai Produksi Rptrip 1 Rataan Hasil Tangkapan a. Tuna Sirip Kuning 2.605 59.250 154.355.139 b. Tuna Mata Besar 5.609 77.351 433.850.155 Retribusi 3 17.646.159 2 Rataan Penerimaan setelah Retribusi 570.559.135 Rataan Penerimaan Rpunittahun 2.282.236.539 1 tahun = 4 trip Penerimaan Total Rptahun 134.651.955.786 59 unit Sumber: Hasil Analisis Data, 2012 Total nilai penerimaan usaha perikanan longline dalam satu tahun untuk 59 unit armada adalah sebesar Rp 134,6 miliyar. Total nilai ini berdasarkan analisis data di lapangan dengan jumlah trip per tahun sebanyak 4 kali. Hasil perhitungan NPV, BC dan IRR usaha penangkapan menggunakan tuna longline disajikan pada Tabel 53. Sedangkan proyeksi laba rugi dan cashflow pada perhitungan ini diuraikan dalam Lampiran 16. Hasil analisis mengungkapkan bahwa penangkapan ikan menggunakan tuna longline memperoleh keuntungan dan layak dikembangkan. Tabel 53. Nilai NPV, BC dan IRR Uraian Nilai Net Present Value NPV Rp 45.530.835.838 Benefit Cost BC 2,40 Internal Rate of Return IRR 54,73 Sumber : Hasil Analisis Data, 2012 Rincian dalam Lampiran 16 Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 53 dapat dilihat nilai NPV Rp 45.530.835.838, artinya nilai saat ini dari keuntungan yang akan diperoleh selama umur proyek 5 tahun di masa yang akan datang adalah Rp 45.530.835.838. Nilai BC 2,40 artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaanmanfaat sebesar 2,4 kali dari biaya yang dikeluarkan selama umur usaha 5 tahun dengan suku bunga 17. IRR 54,73, artinya usaha tersebut mampu memberikan tingkat pengembalian atau keuntungan 54,73 pertahun dari seluruh investasi yang ditanamkan selama umur usaha 5 tahun. Analisis pada tahap ini menyimpulkan bahwa pengembangan usaha perikanan berperspektif mitigasi bencana memberikan keuntungan sehingga layak untuk dikembangkan, analisis ini ditinjau dari indikator NPV, IRR dan BC. Hal ini didukung oleh faktor posisi PPS Bungus sebagai kawasan pendaratan ikan tuna di bagian barat Sumatera memiliki jarak penangkapan yang dekat dengan Samudera Hindia. Kondisi ini tentu saja akan berdampak positif terhadap berkurangnya biaya operasional penangkapan. Selain itu, prospek tuna ekspor menjadi keuntungan tersendiri bagi setiap pengelola perikanan di wilayah ini termasuk nelayan penangkap ikan, karena memiliki keuntungan dari segi harga dan jaminan pemasaran. Namun di sisi lain perlu juga dipertimbangkan aspek keberlanjutan sumberdaya tuna itu sendiri, sehingga optimasi produksi tidak mengganggu keberlanjutan atau kelestarian sumberdaya. Investasi prasarana dan sarana mitigasi yang ditujukan bagi pengembangan perikanan tangkap di PPS Bungus Kota Padang tidak hanya terfokus pada pengembangan usaha tuna, tetapi juga memberikan manfaat bagi usaha penangkapan lain di sekitar areal tersebut. Selain itu penyediaan prasarana dan sarana investasi ini juga bisa menjadi model dan perbandingan dalam pengembangan usaha perikanan berperspektif mitigasi bencana bagi daerah lain. Hal ini didasari karena usaha mitigasi yang dibangun, menjadi sarana mengurangi resikodampak bencana bagi aspek yang lain. Melalui hasil analisis ini diharapkan peran serta policy maker pemerintah serta lembaga keuangan bank dan non bank untuk berperan serta dalam mengembangkan usaha perikanan tuna berperspektif mitigasi bencana di Padang. Peran serta ini mengingat besarnya biaya investasi yang harus dikeluarkan dan keuntungan yang akan diperoleh. 6.5. Analisis Kelembagaan 6.5.1. Kelembagaan Usaha Perikanan