serangkaian analisis ini pemerintah dapat memberikan perhatian lebih terhadap usaha pengembangan perikanan di Kota Padang. Perikanan perlu dijadikan
sebagai sektor prioritas pembangunan ekonomi daerah.
6.6.2. Analisis Kebijakan Pengembangan Perikanan
Berdasarkan hasil analisis pada Sub Bab 6.6.1, telah diperoleh hasil bahwa perikanan merupakan sektor prioritas yang paling potensial dikembangkan pada
bidang kelautan Kota Padang. Kebijakan ini dianggap paling tepat karena Kota Padang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Dalam rangka
tercapainya pembangunan sub sektor perikanan yang optimal, maka pemerintah juga harus memperhatikan aspek keberlanjutan ekosistem perairan. Hal ini
didasari karena kondisi Samudera Hindia WPP 572 yang menjadi fishing ground utama menghadapi tantangan keberlanjutan. Selain itu, untuk hasil yang optimal,
perhatian pemerintah juga harus diarahkan pada aspek mitigasi bencana. Penyusunan hierarki pengambilan keputusan AHP dengan aktor adalah KKP,
DKP Kota Padang dan Pemda Kota Padang, sedangkan kriteria yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial. Bentuk hierarki ditampilkan dalam Gambar 34 dan hasil
analisis pada Gambar 35.
Gambar 34. Diagram Hierarki Prioritas Kebijakan Pengembangan Perikanan
Melalui Analytical Hierarchy Process AHP diperoleh prioritas kebijakan pengembangan perikanan Kota Padang sebagaimana ditampilkan pada Gambar
34. Beberapa alternatif kebijakan disusun dengan mempertimbangkan kondisi wilayah Kota Padang, yaitu kondisi potensi dan permasalahan perikanan serta
kondisi daerah yang rawan bencana.
Gambar 34. Hasil Penilaian AHP Prioritas Kebijakan Pengembangan Perikanan Berdasarkan hasil analisis sesuai Gambar 34, prioritas kebijakan
pengembangan perikanan di Kota Padang adalah penyediaan sarana pelabuhan, TPI, PPI dan fasilitas perikanan lainnya yang kondusif dan berperspektif mitigasi
bencana dengan skor 0,203. Alternatif kebijakan ini dipilih mengingat kondisi sentra-sentra fasilitas perikanan yang ada di Kota Padang masih rawan mengalami
risiko bencana, selain itu fasilitas perikanan ini juga tergolong masih kurang kondusif akibat terbatasnya prasarana dan sarana yang ada dalam memenuhi
kebutuhan aktivitas perikanan setempat. Alternatif prioritas kebijakan berikutnya yaitu pendidikan dan pelatihan bagi nelayan dengan skor 0,163. Masih terbatasnya
pengetahuan dan keterampilan nelayan lokal dalam meningkatkan kualitas hasil perikanan baik produksi penangkapan maupun nilai tambah yang dihasilkan,
menuntut adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan pendidikan dan pelatihan bagi nelayan.
Prioritas kebijakan ketiga adalah bantuan modal usaha bagi nelayan serta masyarakat yang ingin mengembangkan usaha perikanan. Hasil AHP
menunjukkan alternatif kebijakan ini dipilih dengan skor 0,133. Prioritas alternatif kebijakan selanjutnya adalah subsidi bahan bakar 0,109 dan Pusat informasi cuaca
dan kebencanaan yang mudah diakses dengan skor 0,093. Secara umum, hasil judgement pakar dalam memberikan penilaian terkait prioritas kebijakan
pengembangan sumberdaya perikanan adalah dengan mempertimbangkan faktor potensi perikanan dan karakteristik sumberdaya yang ada di Kota Padang. Nilai
Consistency Ratio pada pemilihan prioritas kebijakan pengembangan bidang kelautan adalah 0,0256, yang artinya dalam kasus ini penilaian kriteria telah
dilakukan dengan konsisten. Tabel pengisian matriks berdasarkan kuesionerdan penormalan matriks serta penentuan nilai CR terdapat dalam Lampiran 18.
Hasil analisis prioritas kebijakan pengembangan perikanan yang diperoleh melalui teknik AHP ini dijadikan sebagai pertimbangan dalam menyusun
kebijakan pengembangan perikanan berperspektif mitigasi bencana yang akan diuraikan pada bab selanjutnya. Pertimbangan pakar dalam analisis ini menjadi
salah satu acuan dalam menyusun arahan kebijakan sebagaimana diuraikan pada Sub Bab 6.7.
6.7. Implikasi Kebijakan Pengembangan Ekonomi Perikanan