Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

6.2.4. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

Analisis bioekonomi dilakukan untuk menentukan tingkat penguasaan maksimum bagi pelaku pemanfaatan sumberdaya perikanan. Perkembangan usaha perikanan tidak hanya ditentukan dari kemampuan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan secara biologis saja, akan tetapi faktor ekonomi juga sangat berperan penting. Pendekatan analisis secara biologi dan ekonomi merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam upaya optimalisasi penguasaan sumberdaya perikanan tangkap secara berkelanjutan. Parameter ekonomi dimasukkan dalam analisis ini agar diketahui tingkat optimal dari nilai manfaat atau rente pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterima oleh masyarakat nelayan. Sehingga pemanfaatan sumberdaya perikanan mampu mencapai tujuan akhirnya yaitu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat nelayan. Pada Tabel 35 memperlihatkan hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi, sumberdaya ikan tuna. Tabel 35. Hasil Estimasi Parameter Biologi dan Ekonomi Sumberdaya Ikan Tuna Parameter r tontrip q tonunit K ton p price, jt Rpton c cost, jt Rptrip 2,642119465 0,005323825 1.676,68 47,43 38,86 Sumber : Hasil Analisis Data, 2012 Berdasarkan data pada Tabel 35, maka estimasi beberapa kondisi sustainable yield, yaitu MSY, Open Access dan Sole Owner dapat ditentukan. Hasil estimasi menunjukkan harga ikan yang diperoleh melalui parameter ekonomi adalah Rp 51,90 juta per ton, dan untuk biaya penangkapan ikan per-trip adalah sebesar Rp 440,56 juta. Hasil perhitungan dari masing-masing kondisi tersebut dari berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan tuna secara ringkas disajikan dalam Tabel 34. Melalui hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi, diperoleh gambaran fungsi pertumbuhan logistik sumberdaya perikanan tuna dengan menggunakan aplikasi Maple 13 ditampilkan pada Gambar 18 Perhitungan lihat Lampiran 15. Gambar 18. Kurva Pertumbuhan Logistik Tuna di Padang Keterangan : fx=2.642119465x 1-0.000596416728x Pada kondisi keseimbangan, laju pertumbuhan sama dengan nol dan tingkat populasi sama dengan K carrying capacity. Carrying capacity dipengaruhi oleh laju pertumbuhan instrinsik r, semakin tinggi nilai r, semakin cepat tercapainya carrying capacity. Tingkat maksimum pertumbuhan akan terjadi pada kondisi setengah dari carrying capacity atau K2. Tingkat ini disebut juga sebagai Maximum Sutainable Yield atau MSY. Melalui hasil analisis diperoleh kurva pertumbuhan logistik seperti terlihat pada Gambar 18 yang menunjukkan tingkat carrying capacity dan MSY sumberdaya ikan tuna. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat MSY saat ini adalah pada tingkat pertumbuhan growth 1.107,49 ton. Hasil analisis bioekonomi dalam berbagai rezim pengelolaan ditampilkan pada Tabel 36. Tabel 36. Hasil Analisis Bioekonomi dalam Berbagai Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tuna No. Variabel Kendali Sole Owner MEY Open Access OAY MSY Aktual 1 x ton 915,28 153,89 838,34 - 2 h ton 1.098,17 369,27 1.107,49 686,68 3 E trip 225 451 248 104 4 π juta Rp 43.332,71 - 42.890,17 31.572,62 Sumber : Hasil Analisis Data, 2012 Pada kondisi MEY Sole Owner, jumlah stok tuna adalah sebanyak 915,28 ton dengan hasil tangkapan sebesar 1.098,17 ton dan jumlah upaya tangkap sebanyak 225 trip, sehingga nilai rente yang didapatkan adalah sebesar Rp 43.332,71 juta. Pengelolaan Open Access menghasilkan standing stock sebanyak 153,89 ton dengan hasil tangkapan sebesar 369,27 ton dan jumlah upaya tangkap sebanyak 451 trip. Pada kondisi MSY, stok ikan adalah sebanyak 838,34 ton dengan hasil tangkapan sebesar 1.107,49 ton dan jumlah upaya tangkap sebanyak 248 trip, sehingga memperoleh rente Rp 42.890,17 juta. Hasil analisis pada beberapa rezim pengelolaan sumberdaya tuna diperoleh kesimpulan bahwa pengelolaan optimal adalah pada rezim MEY sole owner. Gambar rezim pengelolaan sumberdaya tuna di Kota Padang ditampilkan pada Gambar 19. Gambar 19. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tuna Sumber : Hasil Analisis Data, 2012 Nilai rente sumberdaya ikan tuna pada kondisi open access adalah nol. Ini berarti jika sumberdaya ikan tuna di Kota Padang dibiarkan terbuka, maka persaingan usaha pada kondisi ini menjadi tidak terkendali sehingga mengakibatkan nilai keuntungannya menjadi nol. Berdasarkan besaran nilai rente yang diperoleh pada rezim pengelolaan sole owner atau MEY, nilai rente yang diperoleh adalah nilai yang tertinggi jika dibandingkan dengan kondisi lainnya. Selain itu, pada MEY jumlah stok ikan diperairan menghasilkan jumlah yang paling banyak. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya perikanan secara statik di Kota Padang sebaiknya dikelola dengan rezim pengelolaan MEY atau Sole Owner. Keseimbangan bioekonomi model Gordon Schaefer ditampilkan pada Gambar 20. 10000 20000 30000 40000 50000 60000 200 400 600 800 1000 1200 Aktual MEY OAY MSY Re n te Ek o n o m i j u ta Rp Cat c h to

n, Effort