ke Latin. Karakter huruf Jawa dan tradisi menyalin di masyarakat Jawa menuntut daya interpretasi dalam kerja transliterasi ini. Interpretasi
sebagian didasarkan pada resepsi penulis sebagai orang berbahasa ibu Jawa dibantu dengan kamus bahasa Jawa.
4. Kritik Teks
Kritik teks adalah kegiatan filologi yang paling utama. Kritik teks dilakukan setelah naskah-naskah yang ditemukan dideskripsikan dan
ditransliterasi. Menurut pengertian ilmiah, kata “kritik” mengandung arti „sikap‟ menghakimi dalam menghadapi sesuatu, sehingga dapat
berarti „menempatkan sesuatu sewajarnya‟ atau „memberikan evaluasi‟. Jadi mengadakan kritik teks berarti „menempatkan teks pada
tempat yang sewajarnya‟, „memberikan evaluasi terhadap teks‟, meneliti „atau‟ mengkaji lembaran naskah, lembaran bacaan yang
mengandung kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu Maar 1972 dalam Darusuprapta, 1989 : 20. Bani Sudardi 2003 : 55
berpendapat kritik teks adalah penilaian terhadap kandungan teks yang tersimpan dalam naskah untuk mendapatkan teks yang paling
mendekati asli constitution textus. Tujuan kritik teks dalam penelitian filologi adalah berusaha mendapatkan bentuk teks yang asli, utuh, atau
bila memungkinkan berusaha mendapatkan teks yang ditulis oleh pengarang sendiri. Hal ini dilakukan karena hampir semua naskah
mengalami penyalinan, bahkan turun temurun dan berkali-kali. Sama
halnya dengan proses transliterasi, kritik teks juga menuntut adanya pengetahuan dan daya interpretasi dari penulis.
5. Suntingan Teks dan Aparat Kritik
Langkah selanjutnya setelah kritik teks adalah suntingan teks. Rekonstruksi teks pada akhirnya mengarah pada dihasilkannya bentuk
suntingan yang bersih dari kesalahan-kesalahan. Metode yang digunakan untuk menyunting teks Serat Cariyos Sewu Satunggal Dalu
2 adalah metode naskah tunggal edisi standar. Metode yang dipilih ini bergantung pada pertimbangan yang didasarkan atas keadaan naskah
yang bersangkutan. Suntingan diwujudkan dalam bentuk transliterasi dari huruf daerah Jawa ke huruf Latin, tujuannya agar masyarakat
yang tidak memahami huruf daerah dapat pula membacanya dalam bentuk transliterasi dalam huruf Latin. Dalam proses penyuntingan ini,
penulis memperhatikan mengenai pemisahan kata, ejaan, dan tanda baca pungtuasi. Hal ini dilakukan mengingat sifat huruf naskah yang
ditransliterasikan berbeda dengan huruf Latin, yakni tidak mengenal pemenggalan antar kata scriptio continua. Pada intinya suntingan
naskah berusaha menyajikan naskah dalam bentuk yang sebaik- baiknya dan memberikan keterangan tentang teks, baik sifat maupun
isinya seterang-terangnya Darusuprapta, 1989 : 20. Dalam membuat suntingan, kesalahan-kesalahan yang ditemukan
perbedaan dalam perbandingan naskah naskah jamak dicatat dalam catatan yang mempunyai tempat khusus yang disebut sebagai aparat
kritik Bani Sudardi, 2003 : 58. Hal serupa juga diterapkan terhadap naskah tunggal. Maka dari itu, aparat kritik berisi tentang segala
bentuk perubahan conjecture, pengurangan eliminatio, atau penambahan divinatio yang dilakukan oleh penulis. Maksud
diadakan aparat kritik supaya pembaca bisa mengontrol langsung bagaimana bacaan naskah, dan bila perlu membuat penafsiran sendiri.
Jadi aparat kritik dalam hal ini merupakan suatu pertanggungjawaban secara ilmiah dalam upaya menyajikan suntingan naskah.
6. Sinopsis
Dalam penelitian ini selain menyajikan suntingan teks, juga akan disajikan sinopsis ringkasan cerita Serat Cariyos Sewu Satunggal
Dalu 2. Penyusunan sinopsis ini bertujuan untuk lebih memudahkan pembaca dalam memahami isi atau resume dari bahasa sumber ke
bahasa sasaran secara cepat, padat, efisien, dan mengenai sasaran. Supaya masyarakat yang tidak menguasai bahasa naskah aslinya dapat
juga menikmati, sehingga naskah itu lebih tersebar luas Darusuprapta, 1989 : 27.
Sebab dalam penelitian filologi, jika tanpa penyajian terjemahan setidak-tidaknya ada sinopsis atau ikhtisar, yaitu penuturan ringkas
tetapi merangkum keutuhan isi Darusuprapta, 1989 : 27.
D. Pengertian Dongeng