17
berhitung sederhana dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak tunagrahita ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk
dirinya sendiri. Efendi 2006: 98 mengemukakan beberapa karakteristik anak
tunagrahita ringan sebagai berikut. a.
Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berpikir. b.
Mengalami kesulitan dalam konsentrasi. c.
Kemampuan sosialisasinya terbatas. d.
Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit. e.
Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi. f.
Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.
James dan Pages dalam Mumpuniarti, 2003:24 menguraikan karakteristik anak tunagrahita ringan sebagai berikut:
a. Ciri Kecerdasan
Kapasitas belajar sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak, anak lebih banyak belajar dengan cara membeo bukan pengertian.
b. Ciri Fungsi Mental
Anak tunagrahita mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, jangkauan perhatian sangat sempit dan cepat beralih sehingga kurang
tangguh dalam menghadapi tugas, pelupa dan mengalami kesukaran mengungkap kembali ingatan, kurang mampu membuat asosiasi, serta
sukar membuat kreasi baru. Sehingga dalam proses pembelajaran, pelajaran yang diberikan harus berulang-ulang hingga mencapai
tujuan pembelajaran.
18
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa anak tunagarahita ringan mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1 IQ anak berkisar antara 55-70, 2 pada umumnya secara fisik tidak jauh berbeda dengan anak normal, 3 kurang mampu berpikir abstrak,
maka dibutuhkan benda konkret dalam pembelajaran, 4 kesulitan di bidang akademik membaca dan menulis, miskin perbendaharaan bahasa,
serta perhatian dan ingatan yang lemah sehingga mengalami hambatan dalam pelajaran di sekolah, 5 dapat mencapai kemampuan akademik
tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.
B. Membaca Permulaan
1. Pengertian Membaca Permulaan
Membaca permulaan di Sekolah Dasar merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan mendasar karena menjadi landasan untuk membekali
pengetahuan pada jenjang selanjutnya. Membaca juga merupakan keterampilan berbahasa yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa
yang lain. Membaca merupakan proses aktif yang bertujuan dan memerlukan strategi. Sejumlah ahli memberikan definisi yang berbeda-beda. Hadgson
dalam Tarigan, 2008: 7 mengemukakan bahwa membaca ialah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang
disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Selanjutnya Anderson dalam Tarigan, 2008: 7 berpendapat bahwa membaca adalah suatu proses
kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.
19
Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi a recording and decoding process
”. Menurut Ahmad dan Darmiyati 2001: 56 membaca merupakan
kemampuan berbahasa tulis. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Farida 2008: 2, bahwa membaca adalah suatu proses menerjemahkan simbol tulis
huruf ke dalam kata-kata lisan. Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam proses membaca, yaitu recoding, decoding, meaning. Recoding
merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyi sesuai dengan tulisan yang digunakan, sedang proses decoding
penyandian merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Hal ini berlangsung pada kelas awal I, II, III. Sementara proses
meaning adalah keterampilan memahami makna yang lebih ditekankan pada kelas tinggi di sekolah dasar.
Tony Buzan dalam Hernowo 2003:19 mengemukakan bahwa membaca merupakan kegiatan mengenal simbol-simbol yang berbentuk abjad
dalam buku. Lebih lanjut dikatakan Spodek dan Saracho dalam Ahmad dan Darmiyati 2001: 31 bahwa membaca merupakan proses yang dilakukan
untuk memperoleh makna dengan cara mengidentifikasi bunyi dalam kata dan menghubungkannya dengan makna.
Mengacu pada beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan membaca permulaan adalah kemampuan salah
satu kegiatan berbahasa yang mengubah bahasa tulisan menjadi bersuara dengan melisankan suatu tulisan melalui media kata-kata dengan tujuan ingin
20
mengetahui isinya. Membaca permulaan dalam penelitian ini menitik beratkan pada pengenalan huruf-huruf atau simbol-simbol bahasa tulis dan
terampil dalam mengubah huruf tersebut menjadi suara.
2. Tujuan Pembelajaran Membaca Permulaan
Pembelajaran membaca permulaan erat kaitanya dengan menulis permulaan, sebelum mengajarkan menulis guru terlebih dahulu mengenalkan
bunyi suatu tulisan atau huruf yang terdapat pada kata-kata dalam kalimat. Kemampuan ini diajarkan di kelas-kelas rendah yang bertujuan menanamkan
kemampuan merubah bahasa tulis huruf menjadi bahasa suara bunyi. Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang tujuan pembelajaran membaca
permulaan. Menurut Soejono 1983: 19, tujuan membaca permulaan secara
singkat dipaparkan sebagai berikut. a.
Mengenalkan pada para siswa huruf-huruf abjad, sebagai tanda suara atau tanda bunyi.
b. Melatih keterampilan siswa untuk mengubah huruf-huruf dalam kata
menjadi suara. Kata adalah lambang pengertian. c.
Pengetahuan huruf-huruf
dalam abjad
dan keterampilan
menyuarakannya wajib dalam waktu singkat dapat dipraktekkan dalam membaca lanjut.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Tarigan 2008: 12 bahwa dalam usaha menguasai kemampuan membaca permulaan adalah bersifat
teknis yang secara garis besar dipaparkan sebagai berikut; a.
Pengenalan bentuk huruf b.
Pengenalan unsur-unsur linguistik fonemgrafem, kata, frase, pola klausa, kalimat, dan lain-lain
21
c. Pengenalan hubungankorespondensi pola ejaan dan bunyi kemampuan
menyuarakan bahan tertulis atau “to bark at print”
d. Kecepatan membaca ke taraf lambat
Selanjutnya Munawir 2005: 140-141, berpendapat bahwa tujuan membaca permulaan dalam membaca teknis adalah proses decoding atau
mengubah simbol-simbol tertulis berupa huruf atau kata menjadi sistem bunyi. Secara lebih operasional membaca teknis atau pengenalan kata
menuntut kemampuan sebagai berikut; a.
Mengenal huruf kecil dan huruf besar b.
Mengucapakan bunyi bukan nama huruf, terdiri atas; 1
konsonan tunggal b, d, h, k… 2
vokal a, i, e, o 3
konsonan ganda kr, gr, tr… 4
diftong ai, au, oi; c.
Mengabungkan bunyi membentuk kata s a y a, i b u; d.
Variasi bunyi u pada kata “pukul”, o pada “toko” dan “pohon”;
e. Menerka kata menggunakan konteks;
f. Menggunakan analisis struktural untuk identifikasi kata kata
ulang, kata majemuk, imbuhan.
Berdasarkan beberapa tujuan membaca permulaan yang telah dikemukakan di atas, dapat dijelaskan bahwa membaca permulaan bagi anak
tunagrahita adalah: 1 mengenalkan pada siswa tunagarahita huruf-huruf kecil, sebagai tanda suara atau bunyi; 2 memberi pengetahuan dan
keterampilan kepada siswa untuk menguasai teknik-teknik membaca yaitu melafalkan huruf menggabungkan bunyi membentuk suku kata menjadi kata
dengan lafal tepat. Membaca permulaan perlu diberikan pada anak tunagrahita ringan
agar siswa memiliki kemampuan untuk memahami dan menyuarakan tulisan