commit to user
a.5. Adanya hasrat untuk melayani pasangan
Subjek merasa adanya naluri dalam dirinya untuk merespon balik tindakan seksual dari pasangannya meskipun ia belum mempunyai
pengalaman sebelumnya. Ya iya. Ee.. saya tu pertama kali saya tu belum tau gimana to?
Saya tu belum tau. Tapi ee piye yo? Saya sendiri sudah, piye yo? Tanggap gitu lho. Kalo dia begini harusnya saya gimana,
kalo dia begini gimana saya harus gimana. Udah tau sendiri gitu lho. Ya seperti itu. W.S.IV.01. 80-84
Yo.. piye yo?? Naluri.. W.S.IV.01. 86
a.6. Pasangan sudah dianggap sebagai sosok yang ideal
Impian subjek untuk memiliki kekasih yang bertubuh besar dan tinggi memberikan kebanggaan dan kepuasan tersendiri dalam diri subjek ketika ia
bisa berpacaran dengan seorang pria yang diidolakannya, yang memiliki postur tubuh sesuai harapannya. Itu membuat subjek ingin menunjukkan
kekaguman dan rasa sayangnya, yakni melalui intercourse. Saya tu suka dengan cowok dengan laki-laki yang postur
tubuhnya gede, tinggi, besar, itulah cowok impian saya. W.S.IV.01. 173-175
Saya yo sayang sama dia, ee saya me yo mempunyai kebanggaan tersendiri bisa pacaran dengannya karena sudah
sejak dari SMA saya mengidolakan dirinya, ngefans dengannya. W.S.IV.01. 168-171
b. Faktor Eksternal
b.1. Ketidakberadaan dan kurangnya peran orang tua
Berbeda dengan pacar pertama, hubungan subjek dengan pacar kedua mendapatkan ijin dari orang tua subjek. Orang tua subjek mengijinkan subjek
untuk menjalin hubungan dengan seorang laki-laki, meskipun mereka tahu bahwa subjek dan pacarnya berbeda keyakinan. Ijin dari orang tua tersebut
commit to user
membuat subjek dan pacarnya berani melangkah lebih jauh dalam berhubungan.
Waktu terus berjalan, akhirnya hubungan kita diketahui orang tua dan ternyata orang tua sangat merespon dan menyetujui
hubungan kami. Setelah kami tau bahwa hubungan kami diketahui sama orang tua, kami pun merasa ada lampu hijau
terus opo yo, kami melangkah lebih jauh lagi terus yo kami melakukan fantasi-fantasi yang lain, gaya-gaya yang lain dan
akhirnya kontrol hilang kendali dan hilang kontrol masing- masing, yah terjadilah apa yang sebenarnya tidak diinginkan,
seperti itu. W.S.IV.01. 243-252. Yang kedua ini karena sudah ada restu dari orang tua. Jadi
kita lebih berani. Bukan restu dalam artian restu untuk melakukan hubungan seperti itu, bukan. Yo orang tua sudah
merespon positif. W.S.IV.01. 266-269. Orang tua subjek tidak pernah menjelaskan mengenai bagaimana
pergaulan terutama dengan laki-laki, karena mereka menganggap subjek masih kecil, belum mengenal dan belum mengerti mengenai seksualitas. Hal
ini membuat subjek mencari tahu sendiri mengenai pengetahuan seksualitas. Orang tua saya tidak mengajarkan saya dalam pergaulan
seperti itu. Karena mereka itu menganggap saya itu belum mengenal yang mana namanya seks, yang mana namanya apa
ini apa itu dan belum..belum, dia tu mereka itu nggak ngerti gitu lho kalo saya pernah melakukan yang namanya ciuman,
yang namanya apalah apalah. Mereka itu merasa saya itu masih kecil dan belum mengerti itu apa. W.S.IV.02. 364-372
b.2. Pengaruh teman di lingkungan subjek
Adanya teman yang juga melakukan perilaku seksual pranikah membuat subjek merasa ada orang yang senasib dengannya untuk tempat
belajar, berbagi dan berkeluh kesah. Konco-koncomu opo dulurmu enek sing ngerti masalah
hubunganmu dengannya sejauh mana? O ada, teman saya, sahabat saya ada yang tau. W.S.IV.01. 318-320.
commit to user
Saya berani curhat dengannya masalahnya apa? Saya juga senasib dengannya. W.S.IV.01. 323-325
b.3. Komitmen bersama pasangan