Pelaku Seksual Pranikah Perilaku Seksual Pranikah

commit to user 8. Munculnya gejala psikopatologis misalnya perilaku masturbasi yang telah menjadi kompulsif di luar pengendalian individu. Masturbasi disini merupakan gejala gangguan emosional, bukan karena faktor seksual melainkan karena kompulsif. Sebagian kasus masturbasi ini bersifat adaptif. c. Dampak sosial 1. Mencoreng nama baik keluarga. 2. Menjadi sorotan dan dikucilkan oleh masyarakat. Jika hubungan kedua pasangan pelaku seksual pranikah berlanjut hingga ke pernikahan, maka dampak yang akan dirasakan adalah: 1. Seringkali teringat akan perbuatan di masa lalu sehingga kurang bangga sebagai istri 2. Konflik dalam rumah tangga 3. Rawan terjadi kegagalan yang berujung pada perceraian

5. Pelaku Seksual Pranikah

Pelaku seksual pranikah adalah orang yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah, mulai dari yang ringan berpegangan tangan sampai yang berat hubungan intimintercourse. Mereka melakukan hubungan seksual pranikah karena tidak mampu mengendalikan dorongan- dorongan atau impuls agresifitas seksual. Mereka mengabaikan nilai-nilai moral, etik dan agama karena dianggap sebagai penghalang kebebasan dan commit to user tidak sesuai dengan hak-hak asasi dan kemerdekaan individu Kadarwati, Lestari dan Asyanti, 2008. Reiss dalam Rahardjo, 2008 memaparkan sikap individu terhadap perilaku seksual pranikah ada empat kategori: a. Abstinence dimana hubungan seksual sebelum pernikahan adalah salah dan tidak bisa dibenarkan. b. Permissiveness with affection dimana hubungan seksual dapat dibenarkan bagi pria dan wanita selama berlandaskan cinta di antara keduanya. c. Permissiveness without love dimana hubungan seksual antara pria dan wanita dapat dibenarkan meskipun tanpa dasar cinta. d. Double standart dimana hubungan seksual dapat ditoleransi bagi pria namun tidak bagi wanita. Sebagian besar pelaku seksual adalah remaja. Perkembangan fisik yang pesat dan labilnya kondisi psikologis membuat remaja sangat dekat dengan perilaku seksual yang belum sepantasnya dilakukan. Menurut Bungin dalam Kadarwati, Lestari dan Asyanti, 2008, sikap remaja terhadap perilaku seksual terdiri dari lima macam, yaitu: 1. Sangat menerima, yaitu remaja tidak saja bersikap menerima adanya perilaku seks bebas sebagai suatu kenyataan sosiologis, namun juga setuju dengan adanya perilaku seks bebas. 2. Sikap menerima, yaitu remaja menerima adanya perilaku seks bebas sebagai kenyataan sosiologis. commit to user 3. Sikap tidak pasti atau tidak tahu, yaitu remaja tidak tahu harus bersikap apa terhadap perilaku seks bebas. 4. Sikap tidak menerima, yaitu remaja bersikap tidak menerima perilaku seks bebas atau bersikap bahwa perilaku seks bebas itu hanya sebagai pengetahuan saja untuk mengenal berbagai perilaku seksual di masyarakat. 5. Sikap sangat tidak menerima, yaitu remaja menganggap bahwa perilaku seks bebas itu adalah hal yang harus dihindari, karena tidak sesuai dengan moral dan ajaran agama. Sikap menerima perilaku seks bebas tidak menunjukkan bahwa remaja akan melakukan perilaku seksual, begitu pula sebaliknya. Conger dalam Rahardjo, 2008 menyebutkan bahwa ada dua kelompok individu yang melakukan perilaku seksual pranikah: a. Serial monogamist, yakni kelompok yang cenderung melakukan hubungan seksual dengan pasangan tetapnya. Banyak individu lebih menyukai mempunyai pasangan tetap daripada berganti-ganti karena hal ini memberi rasa aman, dengan mengetahui selalu ada teman untuk mengikuti kegiatan-kegiatan sosial Hurlock, 2006. Perempuan lebih cenderung memiliki pasangan romantis daripada laki-laki Greca Mackey, 2007. Diantara mereka yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah, sebagian responden wanita lebih dari 90 melakukannya pada jenis hubungan yang “serius” atau telah “bertunangan” dengan pasangannya. Hal ini juga dilakukan oleh dua commit to user pertiga mahasiswa pria Suryoputro, Ford, dah Shaluhiyah, 2006. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kelompok ini lebih banyak dianut oleh remaja putri yang secara spesifik merasa kegadisan merupakan sesuatu yang mahal dan akan memeliharanya hingga menikah atau paling tidak bertunangan Carpenter, 2002. Sejumlah peneliti juga menemukan bahwa remaja putri lebih daripada remaja laki-laki, mengatakan bahwa alasan utama mereka aktif secara seksual adalah karena jatuh cinta dan mereka melakukannya dengan pasangan yang mereka cintai dan ingin mereka nikahi Cassell dalam Santrock, 2003. b. Sexual adventure, kelompok ini cenderung bergonta-ganti pasangan dalam berhubungan seks. Kelompok ini lebih banyak dianut oleh oleh kaum laki-laki. Laki- laki biasanya memandang keperjakaan sebagai sesuatu yang netral, bahkan cenderung tidak menjaganya. Mereka biasanya terlibat dalam aktivitas seksual semata-mata karena keingintahuan dan kesenangan fisik, serta membuka kesempatan untuk seks iseng semata sehingga sering melepaskannya di luar konteks hubungan yang berkomitmen Carpenter, 2002. Namun demikian, saat ini tidak sedikit remaja perempuan yang semakin setuju untuk terlibat dalam hubungan seksual pranikah, yaitu berhubungan seksual dengan orang yang tidak mereka harapkan untuk dinikahi Carpenter, 2002. Remaja yang memutuskan untuk melepas kesuciannya adalah remaja yang merasa tidak berarti, kurang menghargai diri sendiri, rentan terhadap commit to user tekanan, penyesuaian sosial buruk, tidak memiliki kesempatan yang memadai untuk belajar dan bekerja sehingga tidak memiliki orientasi ke masa depan Furman, dkk. dalam Santrock, 2003. Remaja didorong untuk percaya bahwa seks adalah salah satu dari sedikit cara yang dapat membuat mereka menghargai diri sendiri. Padahal menggunakan seks dengan cara seperti ini akan berakibat pada munculnya eksploitasi dan justru semakin meningkatkan perasaan tidak berarti Carpenter, 2002. Penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro, Ford dan Shaluhiyah 2006 menemukan bahwa lebih dari separuh responden menyatakan telah menjalin hubungan selama lebih dari tahun sebelum melakukan hubungan seksual pertama dengan pasangannya. Perilaku seksual pranikah tetap akan terus berlanjut selama pelaku belum merasakan konsekuensi negatif, malah sebaliknya merasakan kesenangan Magnusson Trost, 2006.

B. Kecemasan Akibat Perilaku Seksual Pranikah

1. Pengertian Kecemasan

Studi kepustakaan yang dibuat oleh Lewis pada tahun 1970, menemukan bahwa istilah anxietas mulai diperbincangkan pada permulaan abad ke-20. Kata dasar anxietas dalam bahasa Indo Jerman adalah “angh” yang dalam bahasa latin berhubungan dengan kata “angustus, ango, angor, anxius, anxietas, angina ”. Kesemuanya mengandung arti “sempit” atau “konstriksi” Idrus, 2006. Menurut Durrant dan Barlow 2006, kecemasan anxietas adalah keadaan suasana hati yang ditandai oleh afek negatif dan