Dimensi Kecemasan Penyebab Kecemasan

commit to user b Ciri-ciri behavioral, yaitu perilaku menghindar, perilaku melekat dan dependen, perilaku terguncang. c Ciri-ciri kognitif, yaitu khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu dan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas, terpaku pada sensasi kebutuhan, sangat waspada terhadap sensasi kebutuhan, merasa terancan oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian, ketakutan akan kehilangan kontrol, ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah, berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan, berpikir bahwa semuanya tidak lagi bias dikendalikan, berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bias diatasi, khawatir terhadap hal-hal yang sepele, berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang- ulang, berpikir bahwa harus bias kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu, berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis, khawatir akan ditinggal sendirian, sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran.

3. Dimensi Kecemasan

Haber dan Runyon dalam Suryani, 2007 membagi kecemasan menjadi tiga dimensi, yaitu: commit to user a. Dimensi kognitif, yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul dalam pikiran seseorang sehingga ia mengalami rasa risau dan khawatir. Kekhawatiran ini dapat terbentang mulai dari tingkat khawatir yang ringan, lalu panik, cemas, dan merasa akan terjadi malapetaka, kiamat, kematian. Saat individu mengalami kondisi ini ia tidak dapat berkonsentrasi, mengambil keputusan dan mengalami kesulitan untuk tidur. b. Dimensi motorik, yaitu perasaan tidak menyenangkan yang muncul dalam bentuk tingkah laku seperti meremas jari, menggeliat, menggigit bibir, menjentikan kuku, gugup, dan sebagainya. c. Dimensi somatis, yaitu perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul dalam reaksi fisik biologis seperti mulut terasa kering, kesulitan nafas, berdebar, tangan dan kaki dingin, pusing seperti hendak pingsan, banyak keringat, tekanan darah naik, otot tegang terutama kepala, leher, bahu, dan dada, serta sulit mencerna makanan. d. Dimensi afektif, yaitu perasaan yang tidak menyenangkan yang muncul dalam bentuk emosi, perasaan tegang karena luapan emosi ini bisa berupa kegelisahan atau kekhawatiran bahwa ia dekat dengan bahaya padahal sebenarnya tidak terjadi apa-apa.

4. Penyebab Kecemasan

Freud mengatakan bahwa penyebab dari kecemasan adalah motif seksual. Motif seksual termasuk dalam dorongan seksual, yang oleh Freud commit to user disebut libido. Sumbangan Freud yang utama adalah bahwa represi merupakan mekanisme dari kecemasan. Sedangkan menurut Jung, motif yang paling utama adalah keinginan untuk memiliki Dimyati, 1990. Rasa cemas timbul tanpa disadari dan sekali hal itu terjadi, sulit untuk menghentikannya. Rasa cemas cenderung menguasai diri individu. Seseorang menjadi mudah marah karena rasa cemas yang timbul tanpa benar-benar menyadari apa yang terjadi Tallis, 1995. Kecemasan tidak memiliki penyebab berdimensi tunggal yang sederhana, tetapi berasal dari banyak sumber. Durrant dan Barlow 2006 dalam bukunya yang berjudul Psikologi Abnormal, menyebutkan tiga hal yang memiliki kontribusi dalam hal ini, yaitu: a. Kontribusi biologis Individu mewarisi kecenderungan untuk tegang atau gelisah. Tidak ada sebuah gen tunggal pun yang tampaknya menjadi penyebab kecemasan. Sebaliknya, kontribusi-kontribusi kecil dari banyak gen di wilayah-wilayah kromosom yang berbeda secara kolektif membuat individu rentan mengalami kecemasan, jika ada faktor-faktor psikologis dan sosial tertentu yang mendukungnya. Kecemasan juga berhubungan dengan sirkuit otak dan sistem neurotransmitter tertentu. Peran sistem corticotrophin releasing factor CRF faktor pelepas kortikotropin yang sangat penting untuk ekspresi kecemasan dan depresi. Ini disebabkan karena CRF mengaktifkan aksis- HPA, yang merupakan bagian sistem CRF, dan sistem CRF ini memiliki commit to user efek yang luas pada wilayah-wilayah otak yang terimplikasikan dalam kecemasan, termasuk otak-emosional system limbic, terutama hipokampus dan amigdala, lokus sereleus dalam batang otak, korteks prefrontal, dan sistem neurotransmitter dopaminergik. Daerah otak yang paling sering berhubungan dengan kecemasan adalah system limbic, yang bertindak sebagai mediator antara batang otak dan korteks. Sistem yang oleh Gray disebut behavioral inhibition system BIS sistem penghambat perilaku ini diaktifkan oleh signal-signal yang berasal dari batang otak, dari adanya kejadian-kejadian tak terduga, seperti terjadinya perubahan besar pada fungsi tubuh yang mungkin merupakan signal adanya bahaya. b. Kontribusi psikologis Freud menganggap kecemasan sebagai reaksi psikis terhadap bahaya di seputar reaktivasi situasi menakutkan masa kanak-kanak. Para pakar teori perilaku melihat kecemasan sebagai produk pengkondisian klasik awal, modeling, dan bentuk-bentuk belajar lainnya. c. Kontribusi sosial Peristiwa yang menimbulkan stres memicu kerentanan kita terhadap kecemasan. Sebagian besar bersifat pribadi seperti perkawinan, perceraian, masalah di tempat kerja, kematian orang yang dicintai, dan sebagainya. Sebagian lainnya mungkin bersifat fisik, seperti cedera atau penyakit, tekanan sosial. Stressor yang sama dapat memicu reaksi-reaksi fisik seperti sakit kepala atau hipertensi serta reaksi-reaksi emosional seperti misalnya serangan panik. commit to user Rasa cemas yang dialami bisa berkelanjutan, hal ini terjadi karena masalah yang dihadapi belum terselesaikan, sebagaimana yang digambarkan pada bagan berikut: Pencemas menyadari suatu masalah Menimbulkan cemas Keputusan diperlukan untuk menyelesaikan masalah gagal memilih rencana yang tepat …. Karena tidak pernah ada cukup bukti yang tersedia Yang menjamin bahwa sebuah rencana tertentu itu benar-benar tepat Masalah itu tetap ada Menimbulkan rasa cemas berkelanjutan Bagan 1. Bagaimana masalah yang tidak terpecahkan terus menerus menimbulkan rasa cemas Tallis, 1995 Rasa cemas terjadi ketika individu menyadari terjadinya suatu masalah yang harus dihadapi. Masalah tersebut akan menuntut individu untuk mengambil keputusan atau rencana sebagai penyelesaian. Rencana yang dipilih belum tentu benar-benar tepat untuk menyelesaikan masalah, karena tidak ada sesuatu pun yang bisa menjamin ketepatan sebuah rencana. Saat individu gagal memilih rencana yang tepat, maka masalah itu akan tetap ada commit to user dan inilah yang menyebabkan rasa cemas terus-menerus dirasakan hingga masalah tersebut terselesaikan.

5. Tipe-tipe Kecemasan