Asosiasi Pemangku Kepentingan Pendukung Stakeholders Sekunder
„Penyambung’ menempatkan individu di dalam lebih dari satu kelompokgrup pada waktu yang sama. Hal tersebut memaksa mereka untuk
menemukan jalan untuk mengintegrasikan perspektif kelompok berbeda dalam aktivitas sehari-hari mereka.
Salah satu cara teknis untuk menyatakan bahwa seseorang atau satu organisasi adalah „penyambung’ bridger adalah menjumlahkan semua alur
komunikasi di dalam suatu jaringan dan melihat seberapa sering mereka melibatkan seseorang atau satu organisasi tersebut. Orang-orang yang persentase
keterlibatannya paling tinggi dari semua alur komunikasi yang mungkin lewat jaringan sangat strategis sebagai muara aliran informasi. Lebih lanjut, seperti
halnya dengan „pengikat’, modal sosial „penyambung’ dapat dilihat sebagai rangkaian dan ada banyak teknik berbeda untuk mengukur hal itu. Masing-masing
mempunyai keuntungan dan kerugian, tergantung pada tujuannya. Dalam konteks pengelolaan Semenanjung Kampar terjadi gap komunikasi
yang serius antara masyarakat dengan perusahaan dan antara LSM-LSM lingkungan dengan perusahaan terutama dengan PT RAPP setelah keluarnya izin
baru perluasan konsesi. Sebelumnya, pada saat konsep pengelolaan kolaboratif digulirkan oleh Jikalahari, komunikasi dengan perusahaan masih terjalin. Secara
personal, perwakilan PT RAPP mengkomunikasikan bahwa mereka mendukung perjuangan agar tidak ada lagi konversi hutan alam. Namun ketika keluar
perizinan baru untuk PT RAPP, LSM menilai PT RAPP telah menyalahi komitmennya sendiri. Puncak kemarahan LSM terjadi pada saat perusahaan
memaksakan untuk beroperasi, sementara konflik di tingkat masyarakat belum diselesaikan.
Dari puluhan LSM yang ada di Riau, ada dua LSM yang memiliki cara pandang yang agak berbeda dengan mayoritas LSM lainnya yaitu WWF Riau dan
Scale Up. Sementara mayoritas LSM berpendapat tidak perlu untuk melakukan pendekatan dengan perusahaan dan cukup dengan pemerintah saja, WWF
berpandangan sebaliknya bahwa komunikasi dengan perusahaan harus tetap dilakukan karena diakui atau tidak perusahaan adalah pemangku kepentingan
yang penting dalam pengelolaan Semenanjung Kampar.
WWF memandang bahwa situasi sekarang seharusnya tidak digiring pada konflik yang lebih besar. Yang harus menjadi perhatian adalah bahwa
Semenanjung Kampar adalah hutan rawa gambut dan memiliki implikasi pada kegiatan-kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. WWF setuju bahwa
biaya termahal dalam mengelola lahan gambut adalah pengelolaan air, dan saat ini HTI, tambang dan perkebunanlah yang dianggap memiliki kemampuan secara
finansial untuk membangun water management. Namun demikian perlu dibuka manajemen yang lebih besar dikolaborasikan antara perusahaan, masyarakat dan
pihak lain yang terkait. Senada dengan WWF, Scale Up juga memandang pentingnya menjaga
hubungan dengan perusahaan. Satu langkah awal yang menurut Scale Up harus dilakukan adalah memperbaiki cara-cara komunikasi. Cara-cara kotor seperti
penggunaan uang dan teror di masyarakat harus dihentikan. Ada hal yang harus dipersiapkan sebagai prasyarat negosiasi untuk memulai hubungan yang baru
yakni sebuah alat perencanaan. Scale Up adalah satu-satunya LSM yang dalam visinya secara eksplisit
menyatakan kemitraan partnership yang dinamis antara masyarakat sipil civil society, pemerintah government dan sektor swasta private sector sebagai
prasyarat terciptanya tata pengaturan kehidupan sosial yang baik dan kesejahteraan sosial yang berkeadilan melalui penyelenggaraan pembangunan
sosial yang akuntabel dan berkelanjutan. Misi Scale Up adalah mengembangkan model pembangunan sosial yang akuntabel dan berkelanjutan berbasis kemitraan
antara para pihak multistakeholder; meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan komitmen para pihak untuk mendukung proses perbaikan pembangunan sosial
yang akuntabel dan berkelanjutan; dan mendorong perbaikan kebijakan dan tanggung jawab sosial para pihak.
Untuk mewujudkan visi misinya, salah satu strategi dari Scale Up adalah fasilitasi pengembangan tata kelola yang tanggap secara sosial budaya dari
kelembagaan sektor swasta. Dalam hal terjadi konflik pemanfaatan sumberdaya alam, Scale Up sudah memiliki pengalaman mediasi konflik baik di sektor
kehutanan maupun perkebunan.