Lembaga Swadaya MasyarakatOrganisasi Masyarakat

Bagi swasta memahami dan membangun modal sosial dalam suatu jaringan sangat penting dalam mencapai tata kelola yang baik dan berkelanjutan, yakni dengan menerapkan kriteria investasi yang bertanggung jawab sosial. Dengan membangun jaringan juga ada harapan bahwa: Akan terbangun kemampuan lebih besar untuk mengelola resiko berhubungan dengan isu yang diangkat oleh stakeholder. Akan meningkatkan peluang untuk resolusi masalah secara lebih kreatif bekerjasama dengan stakeholder. Akan terbangun kemampuan lebih besar untuk mengembangkan strategi yang realistis dan dapat diterapkan sebagai hasil pengetahuan yang lebih baik terhadap lingkungan sosial-politik. Akan meningkatkan kemampuan untuk memecahkan permasalahan antar perusahaan dengan masyarakat yang lebih luas yang tidak bisa dipecahkan sendiri oleh perusahaan seperti kejahatan di sekitar lokasi operasional, rendahnya pendidikan tenaga kerja lokal, korupsi, polusi sumber daya yang digunakan bersama seperti air.

5.2.4.3 Pola Modal Sosial

Relasi atau hubungan antar pemangku kepentingan dibedakan menjadi dua, yaitu hubungan bilateral dan multilateral. Hubungan satu pemangku kepentingan dengan satu pemangku kepentingan lainnya dapat disebut hubungan bilateral, karena hanya melibatkan dua pihak. Sebaliknya, hubungan multilateral melibatkan tiga atau lebih pihak dimana setidaknya salah satu pihak memiliki hubungan dengan minimal dua pihak lain. Modal sosial adalah salah satu konsep sentral dalam penerapan jaringan berpikir untuk tantangan organisasi. Konsep ini telah digunakan untuk menjelaskan kekuatan jaringan sosial dalam memperkuat demokrasi dan mempromosikan pembangunan masyarakat yang berkelanjutan. Modal sosial adalah istilah bagaimana teori jaringan sosial menggambarkan fenomena- fenomena berbagi informasi, kerjasama, dukungan, dan keutuhan kelompok. Modal sosial sangat bermanfaat dalam banyak bidang kehidupan karena ketika melakukan sesuatu akan lebih baik bila kita bekerja sama dan membantu satu sama lain. Dalam konteks modal sosial pengelolaan Semenanjung Kampar, hubungan antar pemangku kepentingan yang dikaji lebih pada hubungan multilateral. Hubungan multilateral pemangku kepentingan dapat ditunjukkan oleh tiga pola yang berbeda yang diberi label sebagai modal sosial. Ketiganya adalah modal sosial karena merupakan infrastruktur komunikasi untuk pertukaran informasi, pengaruh dan solidaritas dalam jaringan. Tiga pola yang dimaksud adalah modal sosial terikat bonding social capital, modal sosial menjembatani dan modal sosial menghubungkan linking social capital. Berdasarkan observasi terbatas dan wawancara terhadap stakeholder pengelolaan Semenanjung Kampar, gambaran ketiga pola modal sosial masih sangat dangkal. Perlu ditegaskan disini bahwa jabaran ketiga pola tersebut baru didasarkan pada hasil wawancara dan belum dilakukan pembuktian melalui observasi yang mendalam. Dengan demikian sifatnya masih indikatif dan relatif terhadap yang lain sehingga belum dapat dinyatakan sebagai realitas karena diperlukan pengamatan yang lebih lama.

A. Modal Sosial Terikat Bonding Social Capital

Pengertian yang paling mendasar dari modal sosial yang dipahami oleh banyak orang dikenal sebagai modal sosial „terikat’. Pada tingkat bilateral, modal sosial „terikat’ diindikasikan oleh kekuatan ikatan antara dua aktor sosial. Hal ini dapat diukur dengan cara yang berbeda, tapi yang paling mendasar adalah frekuensi komunikasi mereka satu sama lain. Walaupun satu aktor bisa saja berinteraksi setiap hari dengan aktor yang tidak ada ikatan, dan oleh sebab itulah dalam mengukur modal sosial kita tidak mengandalkan hanya pada satu dimensi hubungan. Pada tingkat multilateral, jaringan aktor sosial yang telah sepenuhnya berikat bonding memiliki hubungan antara semua aktor. Namun, kita bisa berbicara tentang derajat ikatan. Keuntungan dari ikatan adalah menciptakan kemampuan untuk bekerja sama secara efisien. Kelemahannya adalah kecenderungan untuk mencegah orang menjajaki di luar kelompok mereka sendiri. Secara ekstrim, hal seperti ini berakhir di pemikiran kelompok, kecenderungan untuk fokus pada pengambilan keputusan dengan pilihan-pilihan yang terlalu sedikit dan mengabaikan pertimbangan ketidaksepakatan.