Semenanjung Kampar, namun demikian pemanfaatan tersebut bersifat terbatas guna mencukupi kebutuhan hidup.
Selain kayu, kawasan hutan di Semenanjung Kampar juga menyediakan berbagai hasil hutan bukan kayu ikutan yang mempunyai nilai ekonomi. Namun
demikian masyarakat hanya memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan tidak dikomersilkan. Hasil identifikasi terhadap jenis-jenis tumbuhan
yang ditemukan di Semenanjung Kampar yang dilakukan oleh TBI 2010a terdapat 18 jenis yang dapat dimanfaatkan sebagai hasil hutan bukan kayu dan
mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti rotan, tanaman obat, dan nipah. Pemanfaatan damar dan madu sialang juga banyak dilakukan masyarakat
Jikalahari 2009. Untuk bahan obat tradisional mereka memanfaatkan jenis-jenis seperti kibal, pulai, akar pitali dan piandang.
Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Teluk Meranti dan Kuala Kampar terutama masyarakat Desa Serapung dan Tanjung Sum memiliki lahan yang
berada di kawasan Semenanjung Kampar. Mereka memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian dan perikanan. Sistem pertanian mereka menggunakan pasang
surut air Sungai Kampar dan beberapa anak sungai yang bermuara ke Sungai Kampar.
Dalam kaitannya dengan budaya, saat ini keberadaan budaya masyarakat Semenanjung Kampar yang terkait dengan hutan sudah sangat sulit ditemukan.
Salah satu ritual yang masih dilaksanakan oleh masyarakat dan masih berhubungan dengan hutan adalah budaya “SEMAH”. Ritual adat ini secara turun
temurun dilakukan oleh masyarakat di Semenanjung Kampar pada saat akan membuka hutan untuk kepentingan budidaya, yakni untuk meminta izin pada
penguasa hutan agar selama pembukaan hutan tersebut tidak ada kejadian yang tidak diinginkan. Namun demikian, pada prakteknya ritual ini juga dilakukan oleh
masyarakat untuk melakukan penebangan hutan. Mengacu pada uraian di atas dapat disimpulkan tingkat ketergantungan
masyarakat di Semenanjung Kampar merupakan bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. TBI 2010a menemukan tiga
kelas ketergantungan masyarakat terhadap hutan, yaitu:
1. Ketergantungan terhadap hutan dengan tujuan memanfaatkan kayu atau tegakan.
2. Ketergantungan terhadap hutan dengan tujuan memanfaatkan areal hutan sebagai areal pengembangan budidaya masyarakat.
3. Ketergantungan terhadap hutan dengan tujuan memanfaatkan fungsi ekologi hutan terkait dengan penyedia binatang buruan, perikanan dan air.
5.1.5.2 Pemanfaatan Komersial
Hasil kajian pustaka dan survei lapangan oleh TBI 2010a menunjukan Semenanjung Kampar memiliki sejarah pemanfaatan lahan yang cukup intensif.
Hal ini dibuktikan dengan keberadaan beberapa izin pengusahaan hutan baik HPH, HTI, maupun sektor non kehutanan. Usaha-usaha pemanfaatan hutan di
Semenanjung Kampar selengkapnya tersaji pada Tabel 10. Tabel 4. Usaha-usaha pemanfaatan hutan di Semenanjung Kampar
TIPE PENGUSAHAAN
NAMA PERUSAHAAN STATUS
LUAS ha
HPH PT. Agam Sempurna
Tidak Aktif 17.070
PT. The Best One Uni Timber Aktif
49.410 PT. Triomas FDI
Tidak Aktif 25.140
PT. Yos Raya Timber Tidak Aktif
72.807
HTI
CV. Alam Lestari Aktif
4.738 CV. Bhakti Praja Mulia
Aktif 5.708
CV. Harapan Jaya Aktif
5.050 PT. Balai Kayang Mandiri
Aktif 8.814
PT. Arara Abadi Aktif
6.720 PT. Ekawana Lestari Dharma
Aktif 10.196
PT. Madukoro Aktif
14.843 PT. Mitra Hutani Jaya
Aktif 7.915
PT. National Timber And Forest Product Aktif
9.887 PT. Putra Riau Perkasa
Aktif 17.115
PT. RAPP Aktif
85.790 PT. Satria Perkasa Agung
Aktif 11.444
PT. Triomas FDI Aktif
11.520 PT. Uniseraya
Tidak Aktif 33.083
HTI Planing PT. RAPP Belat Estate
Aktif 12.504
PT. RAPP Meranti Estate Aktif
45.261
Bukan Kehutanan
Koperasi Anonim Aktif
993 Koperasi Maju Makmur Sejahtera
Aktif 1.713
PT. Triomas FDI Aktif
5.563 PT. Uniseraya
Tidak Aktif 11.814
Non Perusahaan -
196.030
Total 671.125
Berdasarkan Tabel 10, dari 24 izin pengusahaan yang ada HPH alam, HTI dan non kehutanan di kawasan Semenanjung Kampar, 19 diantaranya masih
aktif melakukan operasi sampai awal 2010 dan 5 perusahaan lainya sudah tidak aktif danatau dicabut izinnya. Tabel di atas juga memberikan informasi bahwa
hampir seluruh kawasan Semenanjung Kampar telah dimanfaatkan. Hanya sebagian kecil saja yang dialokasikan untuk kawasan konservasi.
5.1.6 Ancaman Kelestarian
Kekayaan sumber daya yang dihasilkan dari lahan gambut menjadikannya sebagai tumpuan hidup manusia sejak dulu. Adanya kecenderungan penggunaan
lahan gambut yang semakin meningkat harus disikapi dengan pola pengelolaan yang benar agar senantiasa memberi kesejahteraan bagi masyarakat lokal maupun
masyarakat global. Setiap bentuk kegiatan pengelolaan sumber daya di lahan gambut harus mengikuti prinsip pembangunan berkelanjutan. Sebagai lahan
basah, lahan gambut memiliki sifat dan ciri ekologis yang sangat berbeda dengan lahan kering. Dalam pengelolaannya harus senantiasa mempertimbangkan sifat
dan ciri ekologi lahan gambut itu sendiri.
5.1.6.1 Terganggunya Sistem Tata Air
Sebagian besar bentang alam Semenanjung Kampar merupakan satuan fisiografi rawa gambutpeat swamp dengan bentuk wilayah datar dan sebagian
merupakan cekungan yang merupakan daerah tampungan air hujan atau daerah banjir. Oleh karena itu pengaturan tata airdrainase perlu mendapatkan perhatian.
Sifat gambut yang irreversible tidak balik akan sangat berpengaruh terhadap bahaya erosi melalui limpasan permukaan run off atau penggerusan dinding
saluran. Sifat irreversible pada tanah gambut terjadi apabila gambut mengalami pengeringan secara mendadak akibat drainase berlebihan overdrain. Kondisi
bahan organik yang kering dengan berat jenis yang sangat rendah akan mudah tererosi apabila terjadi hujanbanjir atau akan mudah terbakar pada musim kering.
Tanah gambut mempunyai peranan penting dalam menjaga kestabilan fungsi hidrologi. Pada musim penghujan, lahan gambut berperilaku sebagai spon
yang menyerap kelebihan air hujan hingga mencegah terjadinya banjir. Sebaliknya, pada musim kemarau lahan gambut mengeluarkan air ke udara dan
mengalirkannya ke tempat lain sehingga tidak terjadi kekeringan dan mencapai keseimbangan air seperti diilustrasikan pada Gambar 14.
Kemampuan tanah gambut untuk menahan air diperkirakan sebesar 15-20 kali berat gambut itu sendiri yang dikenal dengan ”sponge effect” menyerap air
selama musim hujan dan melepaskan air selama musim kemarau. Lahan gambut dengan kondisi yang baik mampu menyimpan air sebanyak 0,8-0,9 m
3
m
2
. Sifat ini akan hilang jika kondisi gambut tersebut benar-benar kering. Sifat hidrologis
gambut lainnya adalah sangat lambat memindahkan air secara vertikal, namun cepat ke arah samping. Keberadaan lahan gambut juga berperan sebagai
penyangga air tawar terhadap intrusi air laut yang sangat bermanfaat meindungi wilayah pertanian yang berada pada tanah liat antara gambut dan laut.
Status hidrologi di lahan gambut sangat kompleks, bahkan bisa dikatakan memiliki sistem hidrologi tersendiri walaupun belum banyak dipetakan batas-
batasnya sebagaimana daerah aliran sungai DAS. Pada kondisi alamiah yang tidak terganggu, maka aliran air di kubah gambut akan berada pada kondisi yang
setimbang equilibrium. Kondisi ini memungkinkan sistem hidrologi lahan gambut untuk dapat mempertahankan kondisi kadar airnya pada tingkatan dimana
api sulit untuk bisa membakarnya. Kadar air gambut pada musim kemarau yang cukup panjang pun sebenarnya masih bisa dipertahankan, sebab kehilangan air
karena evapotranspirasi dari lahan gambut tidak secepat laju kehilangan air akibat drainase. Oleh karenanya kebakaran yang ada sekarang lebih banyak diakibatkan
oleh karena perubahan struktur gambut dan terganggunya sistem hidrologi.
Gambar 4. Struktur hipotesis dari kubah gambut Lee 2004
Pembuatan drainase untuk pengusahaan hutan, perkebunan atau pertanian akan mengganggu regim hidrologi. Bahkan jika pembuatan kanal dilakukan di
bagian lereng dome maka dampak negatifnya akan lebih buruk yaitu air akan dengan
cepat keluar
dari sistem
gambut, dome
akan mengalami
keruntuhancollapse, dan hilangnya fungsi gambut sebagai pengatur tata air. Oleh karena itu pengeringan lahan gambut dengan pembuatan kanal maupun
pembuatan sekat bakar dengan pembuatan parit-parit akan berisiko menimbulkan kebakaran hutan manakala pengaturan airnya tidak dilakukan dengan baik.
Gambar 5. Pengaruh drainase terhadap lahan gambut Lee 2004 Mempertahankan ekosistem yang dipengaruhi oleh pembukaan lahan
untuk berbagai kegiatan eksploitasi sumberdaya gambut seperti yang ada di Semenanjung Kampar tentunya akan berdampak terhadap lingkungan yang ada di
sekitarnya. Andriesse 1988, Hardjowigeno 1996 dan Radjaguguk 2004 dalam TBI 2010a menyebutkan dampak pada lingkungan disebabkan oleh rendahnya
Air akan tertarik keluar dari sistem gambut
Gambut akan mengalami subsidence
Terganggunya regim hidrologi
Air akan dengan cepat tertarik keluar dari sistem gambut
Peat dome akan runtuh collapse Hilangnya fungsi alami dari lahan gambut
sebagai pengatur tata air
A
B