Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau BBKSDA Riau
senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma-norma yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah-laku, serta berhubungan atau
membangun jaringan dengan pihak lain. Beberapa acuan nilai dan unsur yang merupakan ruh modal sosial antara lain: sikap yang partisipatif, sikap yang saling
memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya mempercayai dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang mendukungnya.Unsur lain yang
memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat untuk secara terus menerus proaktif baik dalam mempertahakan nilai, membentuk jaringan
kerjasama maupun dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru. Oleh karena itu menurut Hasbullah 2006, dimensi inti telaah dari modal sosial terletak pada
bagaimana kemampuan masyarakat untuk bekerjasama membangun suatu jaringan guna mencapai tujuan bersama.
Dari observasi lapang dan wawancara terhadap stakeholder, dimensi modal sosial dalam hubungan antar pemangku kepentingan yang teridentifikasi
umumnya dimensi struktural dan dimensi relasional dengan derajat yang relatif rendah. Dimensi kognitif tidak teridentifikasi dalam penelitian ini. Para pihak
belum sampai pada tahap dimana mereka berbagi contohparadigma, nilai, bahasa, ataupun visi kedepan.
Kesamaan isu mempersatukan para pihak dalam suatu ikatan. Tidak mengherankan ketika isu yang mereka usung menjadi sorotan publik baik di level
lokal, nasional bahkan internasional komunikasi diantara mereka meningkat seiring dengan menghangatnya isu. Akhir-akhir ini karena isu Semenanjung
Kampar sedang menjadi perhatian dan ramai dibicarakan, para pihak semakin intensif berbicara satu sama lain terutama bagi pihak-pihak yang tergabung dalam
TP2SK Tim Pendukung Penyelamatan Semenanjung Kampar. Selain berkomunikasi melalui media elektronik, tidak jarang mereka menggelar
pertemuan hingga lebih dari satu kali dalam satu minggu. Hal inilah yang mengikat kelompok secara bersama-sama dalam hubungan yang cukup erat.
Begitupun dalam Jikalahari yang sudah lebih dulu terbentuk. Dimensi relasional tidak cukup nyata dalam kajian ini, walaupun
berdasarkan wawancara terhadap para pihak ada pernyataan-pernyataan yang mengarah pada hal tersebut. Saling percaya diantara anggota kelompokjaringan
LSM diakui sudah terbangun. Namun dalam realitasnya masih sering muncul kecurigaan diantara anggota kelompokjaringan ketika ada diantara anggota
kelompokjaringan tersebut yang menjalin hubungan dengan pihak-pihak luar terutama dengan perusahaan. Ketika hal seperti ini terjadi, tidak jarang anggota
kelompok tersebut dicap sebagai penghianat. Padahal meskipun merupakan bagian dari suatu kelompokjaringan, sebagai satu organisasi yang independen
seharusnya tetap dapat mengembangkan atau menguatkan posisinya termasuk dengan organisasi lain di luar kelompoknya.
Lebih lanjut, posisi LSM terhadap keberadaan perusahaan sebagai pemangku kepentingan utama di Semenanjung Kampar nyata-nyata tidak
menunjukkan relasional yang baik. Sejak lama sudah muncul ketidakpercayaan terhadap perusahaan karena dianggap terlalu sering menyalahi komitmen. Bahkan
hampir semua LSM yang ada berpandangan tidak perlu membangun hubungan dengan perusahaan, terutama perusahaan yang dinilai merusak lingkungan dan
melakukan pembalakan liar. Demikian juga antar masyarakat, antara masyarakat dengan aparat
pemerintah di desanya, antara masyarakat dengan LSM, masyarakat dengan perusahaan, LSM dengan pemerintah, ataupun masyarakat dengan pemerintah
belum terbangun relasional yang baik. Sebagian masyarakat terpecah karena isu yang dibawa oleh LSM, juga karena adanya pola komunikasi yang tidak tepat dari
perusahaan. Bahkan mereka saling bermusuhan diantara keluarga mereka sendiri. Hal ini jugalah yang menjadikan masyarakat sering kali „terlalu waspada’ bahkan
cenderung penuh kecurigaan terhadap pihak luar yang datang ke tempat mereka. Pemerintah sendiri sebagai fasilitator pembangunan dan pengayom masyarakat
dalam membuat kebijakan dinilai seringkali mengesampingkan kepentingan masyarakat dan cenderung berpihak pada swasta. Masyarakat sering
disubordinatkan dan diabaikan hak-haknya. Dengan demikian muncul krisis kepercayaan dari masyarakat termasuk LSM terhadap pemerintah.