Mekanisme Kerja Lembaga Kolaboratif

Pada unit-unit pelaksana teknis instansi pemerintah daerah, di samping kuantitas SDM yang terbatas, penguasaan teknologinya pun relatif lemah. Demikian halnya dengan KPH Tasik Besar Serkap yang strukturnya masih sangat miskin SDM. Minimnya SDM tentu saja sangat mempengaruhi kinerja, padahal dalam hal ini KPH merupakan lembaga yang harusnya bertanggung gugat terhadap publik tentang pengelolaan Semenanjung Kampar. Mengingat SDM menempati kedudukan yang sentral, maka investasi SDM merupakan prakondisi yang harus disiapkan bagi pengelolaan kolaboratif Semenanjung Kampar. Dengan demikian harus ada mekanisme pendistribusian SDM agar lebih merata, di samping usaha-usaha untuk saling menguatkan kapasitas. Dalam hal ini, LSM, institusi pendidikan atau lembaga penelitian dapat memainkan peran sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Unit-unit manajemen yang kapasitas SDM-nya sudah tinggi pun harus memiliki kerelaan untuk membantu penguatan SDM pada unit-unit lain yang kapasitas SDM-nya masih rendah. CoE yang diberi mandat memobilisasi para pihak harus mampu memobilisasi SDM yang kompeten berdasarkan kesukarelaan untuk bersama- sama mewujudkan pengelolaan Semenanjung Kampar yang berkelanjutan.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Banyaknya pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan hutan gambut Semenanjung Kampar yang secara ekologi merupakan satu kesatuan ekosistem dan satu kesatuan hidrologis mengharuskan Semenanjung Kampar ditata dengan arah yang sama dan dikelola dalam satu kesatuan pengelolaan. Pengelolaan hutan gambut Semenanjung Kampar harus dilakukan dalam skala lanskap dengan kepatuhan semua pihak terhadap tata ruang dan pemeliharaan tata air. 2. Masih lemahnya modal sosial dalam jaringan pemangku kepentingan pengelolaan Semenanjung Kampar berpotensi menghambat perkembangan pembangunan berkelanjutan jika konfigurasinya mengembangkan kolaborasi ke arah kesinambungan tujuan. Namun demikian, itikad baik pemangku kepentingan yang direpresentasikan melalui motivasi untuk berkolaborasi dapat menjadi dasar untuk mewujudkan pengelolaan kolaboratif ekosistem hutan gambut Semenanjung Kampar. 3. Sebagai bagian dari sumber daya alam, pengelolaan ekosistem hutan gambut Semenanjung Kampar harus mengacu pada hukum dan kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Untuk itu perlu ada kemauan politik atau komitmen dari pemangku kepentingan dalam pengaturan kewenangan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam serta ekosistem hutan gambut Semenanjung Kampar. Tiga hal dasar yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaannya adalah kerjasama antar lembaga terkait, pendekatan tata ruang dan pendekatan berbasis ekosistem. 4. Terdapat dua variabel penentu bagi keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan gambut Semenanjung Kampar, yaitu tata air dan keberagaman kepentingan dari pemangku kepentingan. 5. Pokok-pokok usulan kelembagaan kolaborasi pengelolaan Semenanjung Kampar adalah sebagai berikut: a Tujuan pengelolaan kolaboratif Semenanjung Kampar adalah terwujudnya pengelolaan ekosistem gambut Semenanjung Kampar secara lestari pada skala lanskap. b Prinsip yang harus dikedepankan: a. Pengelolaan Semenanjung Kampar harus memberikan manfaat sosial ekonomi dan ekologi yang optimum; b. kawasan lindung gambut dan kawasan konservasi sebagai perajut semua kepentingan dan dikelola bersama secara bertanggung-gugat; c. Semua pelaku pembangunan baik pemerintah, swasta, masyarakat dan LSM bersedia untuk menerapkan adi-praktis best practices, khususnya dalam pengelolaan tata air; d. Harus ada kesediaan dari KPH Tasik Besar Serkap dan BBKSDA Riau untuk bersama dengan aktor lain membentuk lembaga kolaboratif pengelolaan Semenanjung Kampar; e. Lembaga kolaboratif Pengelolaan Semenanjung Kampar LK-PSK dikembangkan secara partisipatif dengan mempertimbangkan interaksi antar aktor yang saat ini terjadi; f. Semua pelaku pembangunan bersedia mematuhi peraturan dan kesepakatan. c Pengelolaan kolaboratif Semenanjung Kampar dilakukan melalui zonasi yang mencakup 5 zona utama, yaitu: 1 zonakawasan konservasi; 2 zonakawasan lindung gambut; 3 Zonakawasan lindung dalam kawasan budidaya; 4 Zona hutan tanaman; dan 5 Zona kelola masyarakat. Dalam pengelolaan seluruh zona tersebut, masyarakat lokal harus menjadi penerima manfaat yang dipertimbangkan oleh para pihak. d Aktor kunci pengelolaan hutan gambut Semenanjung Kampar adalah Direktorat Jenderal Planologi, Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, BBKSDA Riau, KPHP Tasik Besar Serkap, para pemegang ijin IUPHHK, Direktorat Jenderal PHKA, Dinas Kehutanan Propinsi Riau, Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan dan Siak, serta masyarakat setempat. e Lembaga Kolaboratif Pengelolaan Semenanjung Kampar sebagai “co- manager ” sebaiknya lebih memainkan peran sebagai pusat keunggulan atau “center of excellence” CoE dan bertanggungjawab dalam mobilisasi para pihak, melakukan berbagai komunikasi publik dan komunikasi politik, serta menggalang kemitraan dan dana publik guna memastikan keberhasilan pengelolaan Semenanjung Kampar. f Prakondisi yang harus dipenuhi bagi pengelolaan kolaboratif Semenanjung Kampar adalah penguatan dan pelembagaan modal sosial pemangku kepentingan, penguasaan teknologi pengelolaan air, kemampuan finansial pelaku utama, dan kesiapan sumber daya manusia.

6.2 Saran

1. Penelitian lebih lanjut mengenai politik pemangku kepentingan stakeholder politics dan pemetaan kelembagaan institutional mapping untuk membangun strategi pengelolaan ekosistem hutan gambut Semenanjung Kampar yang lebih spesifik lokasi. 2. Pemerintah harus segera melakukan beberapa langkah penting untuk mewujudkan pengelolaan kolaboratif Semenanjung Kampar, yakni: a. Mendorong para pihak untuk mewujudkan pengelolaan ekosistem gambut di Semenanjung Kampar secara holistik dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan seluruh kepentingan para pihak, tanpa menegasikan pembangunan sektor riil pembangunan kehutanan. b. Menetapkan kebijakan pengelolaan Semenanjung Kampar secara kolaboratif dalam rangka pembangunan wilayah berbasis pengelolaan ekosistem hutan gambut lestari. c. Mengembangkan lembaga kolaboratif pengelolaan Semenanjung Kampar dalam kerangka pembangunan wilayah secara berkelanjutan. 3. Peninjauan ulang wilayah KPHP Tasik Besar Serkap. Mengingat Semenanjung Kampar sebagai satu kesatuan ekosistem dan satu kesatuan hidrologis, maka wilayah KPHP Tasik Besar Serkap seharusnya meliputi seluruh wilayah Semenanjung Kampar. DAFTAR PUSTAKA Agrawal A, Ostrom E. 1999. Collective Action, Property Right, and Devolution of Forest and Protected Area Management. In: Proceeding of the International Conference 1999 in Puetro Azul, Paper Presented at The Workshop “Structuring The Devolution of Natural Resource Managemen to Local Users, June 21-25 1999, in Philippine. http:www.cgiar.orgcapriagrawal.pdf. Antoni M. 2001. Model Alokasi Penggunaan Sumberdaya Lahan Hutan Gambut secara Berkelanjutan di Kalimantan Tengah. [Tesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [APRIL] Asia Pacific Resources International Limited. 2011. Best Parctice Implementasi Safeguards REDD+ pada PT Riau Andalan Pulp and Paper. Presentasi disampaikan dalamWorkshop Penerjemahan Keputusan COP- 16 tentang “REDD+ Safeguards” dalam Rangka Pengembangan Sistem Informasi tentang Pelaksanaan Safeguards REDD+ di Indonesia yang diselenggarakan di Jakarta, 21 Maret 2011. Babou S. 2008. What is Stakeholder Analysis? [terhubung berkala]. http:www. pmhut.comwhat-is-stakeholder-analysis diakses pada tanggal 26 Maret 2010. Baland JJP, Platteau. 1996. Halting degradation of natural resources: is there a role for rural communities? In: Pagde A, Kim Y, Daugherty PJ. 1996. What make community forest management successful: a meta-study from community forest throughout the world. Society and Natural Resources, 19. [Balitbangda Jabar] Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2008. Pemetaan dan Pemanfaatan Modal Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Barat. Laporan Kerjasama Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Barbier E. 1989. Economic Natural Resource Scarcity and Development. Eartscan Publication. [BBKSDA] Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau. 2002. Buku informasi kawasan konservasi di Propinsi Riau. Pekanbaru: BBKSDA. Birdlife International. 2003 Important Bird Areas in Asia: Key Sites for Conservation. Cambridge, UK: Birdlife International Birdlife Conservation Series No. 13. Black HC. 1968. Black’s Law Dictionary, Revised 4th Edition. St. Paul. Minnesota: West Publishing. Borrini-Feyerabend, G. 1996. Collaborative Management of Protected Areas: Tailoring the Approach to the Context. IUCN, Gland, Switzerland.