Lahan Gambut di Sumatera

a Pemerintah, yaitu instansi yang menangani pengelolaan sumber daya hutan di daerah maupun di pusat; b Swasta yang memiliki konsesi di kawasan yang bersangkutan; c Masyarakat yang kegiatan ekonomi maupun kegiatan sosial budayanya secara langsung bergantung pada sumber daya hutan yang bersangkutan. Kelompok ini lazim disebut sebagai masyarakat pengguna. 2. Pemangku kepentingan sekunder, terdiri atas: a Instansi pemerintah yang tidak bertanggung jawab langsung dalam hal pengelolaan sumber daya hutan namun berkepentingan terhadap sumber daya yang bersangkutan. b Swasta yang tidak terlibat dalam pengusahaan hutan namun memiliki lini bisnis yang terkait dengan sumber daya hutan atau terkait dengan kegiatan masyarakat yang kehidupannya bergantung pada sumber daya hutan; c Masyarakat yang dipengaruhi oleh perubahan pengelolaan sumber daya hutan sesudah manajemen kolaboratif diterapkan. Secara praktikal kelompok ini adalah masyarakat yang bermukim di sekitar hutan di luar yurisdiksi kawasan hutan yang akan dikelola secara kolaboratif. Menurut Freeman 1984 dan Grimble dan Wellard 1996, keduanya dalam Maryono et al. 2005, pemangku kepentingan dapat diidentifikasikan berdasarkan kepentingan, kekuatanpengaruh terhadap keputusan, cara kerja, asal usul sosial dan relasi antar pemangku kepentingan. Berdasarkan karakteristik ini pemangku kepentingan dibagi menjadi 3 kategori yaitu pemangku kepentingan utama primer, pendukung sekunder, dan kunci ODA 1995. Adapun penjelasan mengenai ketiga kategori tersebut ialah: 1. Pemangku kepentingan utama primer: merupakan pemangku kepentingan yang terkena dampak langsung baik positif maupun negatif oleh suatu rencana atau proyek serta mempunyai kaitan kepentingan langsung dengan kebijakan, program atau proyek tersebut. Pemangku kepentingan kategori ini karenanya harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan. Contoh: masyarakat lokal, tokoh masyarakat dan manajer publik. 2. Pemangku kepentingan pendukung sekunder: merupakan pemangku kepentingan yang tidak memiliki kaitan kepentingan langsung terhadap suatu kebijakan, program dan proyek tetapi memiliki kepedulian concern dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah. Mereka dapat menjadi intermediaries atau fasilitator dalam proses dan cukup berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Contoh: lembaga pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung, lembaga pemerintah yang terkait dengan isu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan, lembaga swadaya masyarakat LSM setempat, perguruan tinggi, peneliti, dan pengusaha badan usaha yang terkait. 3. Pemangku kepentingan kunci: merupakan pemangku kepentingan yang memiliki kewenangan legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai level, legeslatif, dan instansi. Contoh: pemerintah dan DPR. Berbagai pandangan di atas menunjukkan bahwa pengenalan pemangku kepentingan tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stakeholder suatu isu melainkan juga sifat hubungan pemangku kepentingan dengan isu, sikap, pandangan, dan pengaruh pemangku kepentingan. Aspek-aspek tersebut sangat penting dianalisis agar benar-benar dapat mengenali pemangku kepentingan.

2.3.2 Analisis Pemangku Kepentingan Stakeholders Analysis

Analisis pemangku kepentingan adalah teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi tokoh, kelompok atau institusi kunci yang berpengaruh terhadap sukses tidaknya suatu program MSH dan UNICEF 1998; ODA 1995. Tujuan dari analisis ini diantaranya membantu peneliti untuk mengidentifikasi para pihak yang relevan, memahami sifat hubungannya, mengidentifikasi potensi kerjasama yang mungkin dapat dibangun, dan sebagai dasar penyusunan strategi penyelesaian konflik Maryono et al. 2005; UNICEF 1998; ODA 1995; membangun pandangan strategis mengenai lanskap manusia dan institusional dan hubungan antara berbagai pemangku kepentingan yang berbeda serta isu yang paling diperhatikan Babou 2008. Grimble and Chan 1995 mendefinisikan analisis pemangku kepentingan sebagai suatu pendekatan dan prosedur untuk memperoleh pemahaman dari suatu sistem melalui identifikasi pemangku kepentingan kunci dari sistem tersebut dan melakukan penilaian terhadap interest mereka terhadap sistem. Dalam hal konflik sumber daya alam, analisis pemangku kepentingan menyediakan framework untuk mengetahui siapa yang terkait, dimana kepentingannya, dan bagaimana kaitan mereka dengan pemangku kepentingan lainnya dalam penentuan keputusan. Analisis ini memberikan cara pemahaman yang baik tentang siapa yang mempengaruhi dan siapa yang berhak terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam Buckles 1999 Analisis pemangku kepentingan dapat digunakan untuk: 1 mengidentifikasi orang, kelompok dan institusi yang akan mempengaruhi suatu kegiatan, 2 mengantisipasi jenis pengaruh yang akan ditimbulkan, dan 3 membangun strategi untuk mendapatkan dukungan yang paling efektif terhadap kegiatan tersebut dan mengurangi setiap hambatan untuk keberhasilan implementasi program tersebut MSH dan UNICEF 1998. Menurut Rolling dan Wagemaker 1998 kegunaan dari identifikasi pemangku kepentingan adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui secara tepat pola interaksi antara pemangku kepentingan yang ada. b. Secara analisis dapat memodifikasi campur tangan terhadap pemangku kepentingan. c. Sebagai alat dalam mengelola pembuatan kebijakan d. Sebagai alat untuk memperkirakan terjadinya konflik. Babou 2008 menjelaskan bahwa analisis pemangku kepentingan dapat membantu pelaksana kegiatan untuk mengidentifikasi: 1. Ketertarikan dari seluruh pemangku kepentingan, baik yang mempengaruhi maupun yang terpengaruh oleh proyek. 2. Isupermasalahan potensial yang dapat mengganggu jalannya proyek. 3. Tokoh kunci untuk distribusi informasi pada saat tahap pengambilan keputusan. 4. Kelompok yang harus dirangsang untuk berpartisipasi dalam setiap tahapan proyek. 5. Perencanaan komunikasi dan strategi pengelolaan pemangku kepentingan selama tahap perencanaan kegiatan.