Keberagaman Kepedulian Para Pihak

NO INSTANSI KEWENANGAN c. Pemberian bimbingan tekhnis dan evaluasi dibidang pengelolaan lahan dan pengelolaan air; sarana produksi, perbenihan, dan budidaya. 3. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi a. Merumuskan kebijakan perluasan lapangan kerja dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. b. Mendukung pengembangan kawasan melalui Program Transmigrasi. c. Mengupayakan peningkatan kualitas permukiman, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, peningkatan peran serta masyarakat dan kerja sama antar daerah terkait dengan program transmigrasi. d. Melakukan pembinaan terhadap lokasi-lokasi pengembangan transmigrasi agar tumbuh menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. 4. Departemen Pekerjaan Umum a. Memenuhi kebutuhan infrastruktur PU wilayah berupa infrastruktur di bidang sumber daya air, termasuk mendukung ketahanan pangan melalui pengembangan jaringan reklamasi rawa, serta mengamankan pusat-pusat produksi dan permukiman dari bahaya daya rusak air. b. Mengoperasionalkan RTRW Nasional, RTRW Propinsi, dan RTRW KabupatenKota ke dalam bentuk rencana kerja yang lebih rinci serta dilengkapi indikasi program strategis. 5. Kementerian Negara Lingkungan Hidup a. Perumusan kebijakan pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup; b. Pengkoordinasian dan peningkatan keterpaduan penyusunan rencana dan program, pemantauan, analisis, dan evaluasi di bidang pengelolaan lingkungan hidup; c. Penetapan pedoman pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam dalam rangka pelestarian lingkungan; d. Penetapan pedoman pengendalian sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan. 6. Departemen Dalam Negeri a. Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi. b. Pengaturan pedoman dan fasilitasi pengelolaan pendapatan asli daerah dan sumber pembiayaan lainnya. c. Pengawasan represif terhadap kebijakan pemerintah daerah yang berupa peraturan daerah danatau keputusan kepala daerah setelah berkoordinasi dengan instansi terkait. 7. BAPPENAS a. Mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan nasional dan mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan. b. Mengupayakan terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi program-program pembangunan baik antar Daerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; c. Koordinasi, fasilitasi dan pelaksanaan pencarian sumber- sumber pembiayaan dalam dan luar negeri serta pengalokasian dana untuk pembangunan bersama-sama instansi terkait. d. Mengupayakan terjaminnya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; e. Mengupayakan tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. NO INSTANSI KEWENANGAN 8. Bakornas Penanggulangan Bencana a. Merumuskan kebijaksanaan penanggulangan bencana dan memberikan pedoman atau pengarahan serta mengkoordinasikan kebijaksanaan penanggulangan bencana baik dalam tahap sebelum, selama maupun setelah bencana terjadi secara terpadu; b. Memberikan pedoman dan pengarahan garis-garis kebijaksanaan dalam usaha penanggulangan bencana, baik secara preventif, represif maupun rehabilitatif yang meliputi pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi. 9. BMG, LAPAN, BPPT Badan badan ini merupakan badan yang menjadi penyedia informasi dasar dan melakukan kajian-kajian khusus yang hasil selanjutnya akan digunakan dalam pengelolaan lahan gambut. Kaitannya dengan desentralisasi pembangunan, untuk kawasan konservasi seperti empat suaka margasatwa yang ada di Semenanjung Kampar, ketentuan yang ada menyatakan bahwa pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian urusan di bidang konservasi sumberdaya alam dan ekosistem kepada pemerintah daerah pasal 38 UU No. 5 tahun 1990 tentang KSDAHE yang disertai perangkat, alat perlengkapan dan sumber pembiayaan. Di sisi lain, desentralisasi pengelolaan SDA telah membuka ruang partisipasi masyarakat lokal semakin lebar dimana masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta antara lain dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang Pasal 65 Ayat 2 UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Pasal 70 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam pengawasan kehutanan dan pengurusan hutan Pasal 60 Ayat 2 dan Pasal 68 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; akan tetapi pelaksanaannya harus tetap dikontrol oleh pemerintah.

5.3.2 Upaya Para Pihak dalam Mewujudkan Pengelolaan Semenanjung Kampar yang Berkelanjutan

Hutan rawa gambut Semenanjung Kampar memiliki kepentingan nyata untuk pengembangan sosial-ekonomi dan mendukung kehidupan masyarakat. Jika dikelola dengan baik atau dipertahankan sifat alamiahnya hutan rawa gambut Semenanjung Kampar akan mampu memberikan berbagai jasa lingkungan bagi manusia maupun mahluk hidup lain di atassekitarnya. Diantara jasa lingkungan tersebut adalah menanggulangi dampak perubahan iklim global melalui kemampuannya menyerap dan menyimpan karbon dalam jumlah besar, pengatur tata air hidrologi, habitat untuk keanekaragaman hayati yang unik, suplai bahan pangan bagi manusia khususnya ikan air tawar dan produk alami lainnya, kayu, produk hutan bukan kayu misalnya rotan dan madu dan sebagainya. Namun demikian, seringkali peran tersebut terabaikan karena ketidakpaduan bahkan konflik antara kebijakan-kebijakan yang ada saat ini. Kondisi hutan rawa gambut Semenanjung Kampar seperti hutan dan lahan gambut lainnya di Indonesia saat ini sedang mengalami tekanan yang semakin berat, terutama oleh kegiatan-kegiatan ekploitasi hutan dan pembukaan lahan secara intensif dan luas, untuk memenuhi keperluan industri misal HTI maupun bagi peningkatan produksi pangan misal perkebunan sawit. Kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung atau tidak langsung berujung kepada degradasi ekosistem lahan gambut. Degradasi ini ditimbulkan akibat persiapan lahan yang masih menggunakan sistem bakar, dibangunnya paritsaluran untuk sarana drainase, serta transportasi produk hutan dan non hutan yang menyebabkan air gambut terkuras sehingga gambut menjadi kering dan mudah terbakar atau mengalami subsiden. WWF 2005 mengidentifikasi berbagai dampak negatif yang diakibatkan berbagai aktivitas di Semenanjung Kampar, yaitu kebakaran hutan dan lahan, kerusakan ekosistem hutan, pemanasan global, dan penurunan keanekaragaman hayati. Dengan demikian tutupan hutan alam Semenanjung Kampar dengan kondisi yang jauh lebih baik dibanding kawasan lainnya di Provinsi Riau serta peranan yang sangat penting bagi masyarakat maupun bagi perlindungan biodiversitas yang terdapat di dalamnya membutuhkan perhatian dari semua pihak baik pemerintah, swasta, NGO maupun masyarakat untuk penyelamatannya. Kelestarian hutan rawa gambut Semenanjung Kampar seharusnya menjadi pemahaman umum yang diterima oleh semua kalangan dan harus diwujudkan dalam setiap praktek pengelolaan hutan. Prinsipnya, SDA Semenanjung Kampar harus mampu memberikan manfaat yang minimal sama, baik manfaat ekonomi, fungsi ekologi maupun sosial kepada publik secara lintas generasi. Karenanya, setiap bentuk pengelolaan dan pemanfaatan atas SDA yang ada harus senantiasa bertumpu pada prinsip kelestarian fungsinya.