5.1.3 Hidrologi 5.1.3.1. Neraca Air Bulanan
Neraca air bulanan seperti pada Tabel 9 memperlihatkan bahwa pada tingkat peluang terlewati 50 tahun normal, surplus air terjadi selama 11 bulan
kumulatif 790 mm yakni Agustus sampai Juni, sedangkan defisit air –26 mm
terjadi pada bulan Juli. Pada tahun kering seperti tahun 1997, surplus air terjadi selama 4 bulan kumulatif 646 mm yakni Maret-Mei dan Nopember-Desember,
sedangkan defisit air –439 mm terjadi pada bulan Januari-Februari, dan Juni-
Oktober. Defisit kumulatif terjadi pada Juni-Oktober sebesar -413 mm. Jika diasumsikan kematangan tanah hemik dengan rerata porositas 90, maka angka
kumulatif defisit air ini akan menyebabkan penurunan kedalaman airtanah sekitar 0,46 m. Kemungkinan banjir terjadi pada bulan November-Januari dan April
berkaitan dengan terjadinya surplus air terbesar, dan kemungkinan bahaya kebakaran lahan dan hutan terjadi pada bulan Juni-Oktober TBI 2010a. Neraca
air pada tahun normal dan tahun kering digambarkan seperti pada Gambar 11 dan Gambar 12.
Tabel 3. Neraca air bulanan di daerah Semenanjung Kampar
Bulan Hujan
ETo mmbln
ETc mmbln
SurplusDefisit mmbln
1995-2003 1997
1995-2003 1997
Januari 246
123 115
138 108
-15 Februari
197 132
119 143
54 -11
Maret 248
366 127
153 95
213 April
284 369
126 151
133 218
Mei 192
184 130
156 36
28 Juni
160 87
123 148
12 -61
Juli 123
56 124
149 -26
-93 Agustus
175 66
130 156
19 -90
September 171
32 120
144 27
-112 Oktober
223 99
130 156
67 -57
November 264
215 117
140 124
75 Desember
253 249
115 138
115 111
Total 2.536
1.979 1.476
1.772
S
790 646
D
-26 -439
Gambar 1. Neraca air bulanan tahun normal di Semenanjung Kampar Sumber: TBI 2010a
Gambar 2. Neraca air bulanan tahun kering 1997 di Semenanjung Kampar Sumber: TBI 2010a
5.1.3.2. Kondisi Aktual Hidrologi Semenanjung Kampar
Hasil analisis citra landsat dalam Science Based Management Support Project tahun 2009 menunjukkan bahwa total kanal dan rel logging dari 425 Km
pada tahun 1990 melonjak naik pada tahun 2002 menjadi 1.380 Km. Pada tahun 2007 bertambah lagi menjadi 2040 Km lihat Gambar 13. Kenaikan panjang jalur
kanal dan rel logging tersebut pada periode 1990-2002 sekitar 24 mtahunkm
2
Jan Fe
b Ma
r Ap
r Ma
y Jun Jul
Au g
Se p
Oct No
v De
c hujan 1997
123 132 366 369 184 87 56 66 32 99 215 249 SurplusDefisit -15 -11 213 218 28 -61 -93 -90 -11 -57 75 111
ETc 138 143 153 151 156 148 149 156 144 156 140 138
-200 -100
100 200
300 400
m m
b u
lan
Neraca air bulanan tahun 1997
Jan Fe
b Ma
r Ap
r Ma
y Jun Jul
Au g
Se p
Oc t
No v
De c
hujan 1997 123 132 366 369 184 87 56 66 32 99 215 249
SurplusDefisit -15 -11 213 218 28 -61 -93 -90 -11 -57 75 111 ETc
138 143 153 151 156 148 149 156 144 156 140 138 -200
-100 100
200 300
400
m m
b u
lan
Neraca air bulanan tahun 1997
hutan. Pada periode 2002-2007 meningkat jadi 34 mtahunkm
2
hutan. Kanal pembalakan mempengaruhi kondisi hutan dalam dua hal yakni pertama
memfasilitasi akses pembalakan dan kedua menurunkan muka air. Kedua proses tersebut mengakibatkan degradasi hutan hilangnya tutupan kanopi dan
keragaman hayati. Dalam jangka waktu pendek penurunan muka airtanah akan meningkatkan jumlah pohon hutan yang tumbang, sebagai akibat dari subsiden
dan destabilisasi akar. Dalam jangka panjang akan mengubah komposisi spesies pohon yang toleran dengan airtanah dalam, dan celah ruang kosong kanopi akan
meningkatkan penyinaran langsung ke lantai hutan Hooijer 2009.
Gambar 3. Kanal dan rel pembalakan di Semenanjung Kampar dideteksi dari citra satelit tahun 1990, 2002 dan 2007 Hooijer 2009
5.1.4 Potensi Karbon
Kawasan gambut di Semenanjung Kampar merupakan salah satu ekosistem khas dengan karakteristik kubah gambut yang bersifat kontinyu dan
dalam dengan umur tergolong muda. Karena umur bahan penyusunnya dan kedalamnnya,
kawasan semacam ini disebut sebagai “carbon sink” yang keberadaannya kini menjadi sangat penting untuk dipertahankan. Hasil pendugaan
volume gambut di Semenanjung Kampar oleh TBI 2010a menggunakan metode interpolasi adalah sekitar 44.749,6 juta m
3
. Sebagai perbandingan, volume gambut di Semenanjung Kampar menurut perhitungan Pro-Forest 2005 dan Kemitraan-
Partnership 2007 adalah 71.698,1 juta m
3
dan 75.846,1 juta m
3
. Perbedaan estimasi volume tersebut kemungkinan disebabkan oleh luas akibat perbedaan
batas areal studi. Jika menggunakan rata-rata bobot isi bulk density sekitar 100 kgm
3
dan rata-rata kadar karbon dalam gambut yang umumnya fibrik-hemik sekitar 53,3
48 – 60, maka total cadangan karbon di Semenanjung Kampar menurut TBI
2010a adalah sekitar 2.386,5 Mega ton 2.148,0 – 2.685,0 Mega ton. Sebagai
perbandingan, karbon dalam gambut di wilayah Semenanjung Kampar menurut perhitungan Pro-Forest 2005 dan Kemitraan-Partnership 2007 dengan
menggunakan asumsi bobot isi dan kadar karbon yang sama adalah 3.454,0 Mega ton dan 3.265,1 Mega ton.
Hutan yang ada di setiap tipe ekosistem di Semenanjung Kampar, juga menyimpan stok karbon di seluruh jenis pohon yang ada. Pada setiap areal kerja
unit pemanfaatan HA, HTI, kebun terdapat areal yang masih berupa hutan alam dengan berbagai tipe ekosistem tersebut. Di seluruh areal perkebunan yang masih
memiliki hutan alam terdapat stok karbon sebesar 2,85 juta tCO
2
, di areal unit pengelolaan hutan alam sebesar 43,29 juta tCO
2
, dan di seluruh areal unit HTI masih terdapat stok karbon hutan alam sebesar 43,05 juta tCO
2
. Secara keseluruhan areal Semenanjung Kampar terdapat stok karbon hutan alam sebesar
106 juta tCO
2
TBI 2010b. Lebih lanjut TBI 2010b menyebutkan setiap alternatif pengunaan lahan
akan mempengaruhi perkembangan stok karbon hutan alam, hutan tanaman dan juga stok karbon lahan gambut di Semenanjung Kampar. Dari kajian yang
dilakukan, diketahui total stok karbon tanah gambut di Semenanjung Kampar adalah 8.758 GtCO
2
, yang tersebar di Kawasan Budidaya Terbatas KBT sebesar 6.749 GtCO
2
dan di Kawasan Lindung Gambut KLG sebesar 2.009 GtCO
2
.
5.1.5 Pemanfaatan
Semenanjung Kampar saat ini dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pemanfaatan dan sebagian besar untuk kepentingan komersial yaitu pengusahaan
hutan alam, hutan tanaman industri, pertanian, perkebunan dan pertambangan serta kegiatan lainnya. Sejalan dengan semakin hilangnya hutan tropika dataran
rendah akibat deforestasi yang cukup tinggi yang terjadi sejak masa jaya penebangan kayu, maka hutan yang masih tersisa seperti di kawasan gambut yang
tadinya tidak begitu menarik menjadi sasaran untuk eksploitasi sumberdaya. Hutan lahan gambut dengan keunikan dan kekayaanya keanekaragaman hayati
baik kayu dan satwa memiliki daya tarik sendiri terutama jika berada di kawasan dengan akses yang mudah serta memungkinkan untuk dibuka sebagai lahan
pertanian.
5.1.5.1 Pemanfaatan oleh Masyarakat
Menurut hasil survei TBI 2010a kegiatan perekonomian masyarakat di Semenanjung Kampar dikendalikan oleh kegiatan budidaya tanaman pangan dan
perkebunan, nelayan dan jasa. Kegiatan ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan adalah perburuan satwa liar dan pemanfaatan hasil
hutan non kayu, meskipun tidak memberikan dampak ekonomi masyarakat secara signifikan.
Pada kurun waktu tahun 1999-2004, roda perekonomian didorong oleh kegiatan pemanfaatan kayu secara illegal dari kawasan hutan Semenanjung
Kampar. Tingginya aktifitas pemanfaatan kayu illegal tersebut disebabkan oleh akses transportasi yang relatif mudah untuk pengangkutan kayu-kayu tersebut.
Setelah dilakukannya operasi pembalakan liar illegal logging oleh pemerintah pada tahun 2005, seluruh kegiatan pemanfaatan kayu ilegal di Semenanjung
Kampar berhenti dan kegiatan perekomian masyarakat juga mengalami penurunan yang sangat tajam. Hal ini terjadi karena maraknya aktifitas pembalakan liar
membuat masyarakat tidak lagi memikirkan kegiatan budidaya di areal perladangannya. Di samping itu juga menurunkan aktifitas produksi penangkapan
ikan karena sungai, anak sungai dan pembukaan kanal untuk transportasi kayu mengganggu sistem operasi penangkapan ikan dan berkemungkinan mengganggu
siklus hidup ikan. Hingga saat ini masyarakat masih menggantungkan kebutuhan kayu untuk
dijual sebagai bahan baku perumahan atau perabotan dari kawasan hutan di
Semenanjung Kampar, namun demikian pemanfaatan tersebut bersifat terbatas guna mencukupi kebutuhan hidup.
Selain kayu, kawasan hutan di Semenanjung Kampar juga menyediakan berbagai hasil hutan bukan kayu ikutan yang mempunyai nilai ekonomi. Namun
demikian masyarakat hanya memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan tidak dikomersilkan. Hasil identifikasi terhadap jenis-jenis tumbuhan
yang ditemukan di Semenanjung Kampar yang dilakukan oleh TBI 2010a terdapat 18 jenis yang dapat dimanfaatkan sebagai hasil hutan bukan kayu dan
mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti rotan, tanaman obat, dan nipah. Pemanfaatan damar dan madu sialang juga banyak dilakukan masyarakat
Jikalahari 2009. Untuk bahan obat tradisional mereka memanfaatkan jenis-jenis seperti kibal, pulai, akar pitali dan piandang.
Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Teluk Meranti dan Kuala Kampar terutama masyarakat Desa Serapung dan Tanjung Sum memiliki lahan yang
berada di kawasan Semenanjung Kampar. Mereka memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian dan perikanan. Sistem pertanian mereka menggunakan pasang
surut air Sungai Kampar dan beberapa anak sungai yang bermuara ke Sungai Kampar.
Dalam kaitannya dengan budaya, saat ini keberadaan budaya masyarakat Semenanjung Kampar yang terkait dengan hutan sudah sangat sulit ditemukan.
Salah satu ritual yang masih dilaksanakan oleh masyarakat dan masih berhubungan dengan hutan adalah budaya “SEMAH”. Ritual adat ini secara turun
temurun dilakukan oleh masyarakat di Semenanjung Kampar pada saat akan membuka hutan untuk kepentingan budidaya, yakni untuk meminta izin pada
penguasa hutan agar selama pembukaan hutan tersebut tidak ada kejadian yang tidak diinginkan. Namun demikian, pada prakteknya ritual ini juga dilakukan oleh
masyarakat untuk melakukan penebangan hutan. Mengacu pada uraian di atas dapat disimpulkan tingkat ketergantungan
masyarakat di Semenanjung Kampar merupakan bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. TBI 2010a menemukan tiga
kelas ketergantungan masyarakat terhadap hutan, yaitu: