Private property mewajibkan pemberian nama kepemilikan individu, jaminan terhadap pemiliknya untuk mengontrol akses dan hak pemanfaatan sosial
yang dapat diterima Black 1968. Hal ini mengharuskan pemiliknya untuk menghindari pemanfaatan khusus yang tidak diterima secara sosial, seperti polusi
air sungai. Common property dimiliki oleh sekelompok orang yang memiliki hak
untuk mengeluarkan mereka yang bukan pemilik dan berkewajiban memelihara penggunaan properti sesuai dengan batasan-batasan yang ada McCay dan
Acheson 1987; Stevenson 1991. Rezim seperti ini seringkali diimplementasikan untuk sumber daya publik yang sulit untuk dibagi Ostrom 1990.
State property dimiliki oleh negara dalam unit politik yang memberikan kewenangan kepada agen publik untuk membuat aturan Black 1968. Agen
publik tersebut memiliki kewajiban untuk memastikan kalau aturan-aturan yang dibuat mempromosikan tujuan-tujuan sosial. Negara memiliki hak untuk
memanfaatkan sumber daya sesuai dengan aturan. Open access tidak ada pemiliknya dan terbuka untuk umum. Dinamika
dari open access merupakan dasar dari apa yang disebut “tragedy of the
commons”. Dibawah rezim open access, pemilik tidak memiliki kawajiban untuk memelihara sumber daya atau membatasi penggunaannya. Penting untuk
diketahui bahwa keempat sistem ini tidak berlawanan satu dengan lainnya melainkan merupakan sebuah kombinasi sepanjang spektrum dari open access
hingga kepemilikan pribadi Hanna et al. 1995. Para ahli hak properti tetap menganggap sistem properti publik lebih
disukai dari pada yang lainnya dalam situasi ketika muncul kegiatan kolektif yang cukup untuk mengelola sumber daya alam Ostrom 1990; Meinzen-Dick dan
Knox 1999. Rezim hak properti harus menampilkan fungsi tertentu dengan penggunaan terbatas, koordinasi pengguna, dan respon terhadap perubahan-
perubahan lingkungan. Aktivitas ini membutuhkan biaya transaksi untuk koordinasi, pengumpulan informasi, monitoring dan pelaksanaan Eggerstsson
1990; Hanna et al. 1995. Semakin langkanya sumber daya, maka rezim hak properti harus semakin memperhitungkan peraturan yang mengatur distribusi
sumber daya dan pemanfaatan yang menaikkan biaya. Suatu hal yang mungkin
adalah terciptanya suatu sistem dengan biaya pelaksanaan tinggi sehingga jauh melebihi manfaat yang diperoleh dari pengawasan. Gerakan untuk merubah rezim
hak properti seringkali digerakkan oleh usaha-usaha untuk mengurangi biaya transaksi.
2.4.4.4 Konsep Akses
Konsep akses dari Ribot dan Peluso 2003 mendefinisikan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh keuntungan dari sesuatu ability to derive benefits
from things termasuk diantaranya objek material, perorangan, institusi, dan simbol. Gagasan ini merujuk pada adanya ikatan kekuasaan bundle of powers
dan bukannya pada ikatan hak bundle of rights. Konsep akses menjelaskan bagaimana aktor dapat memperoleh keuntungan dari pemanfaatan sumber daya
melalui suatu hubungan sosial yang luas dan bukannya pada hubungan properti semata.
Pendekatan ini digunakan untuk memahami mengapa ada seseorang atau beberapa orang ataupun lembaga yang dapat memperoleh keuntungan dari
memanfaatkan sumber daya, tidak peduli apakah memiliki hak atas sumber daya tersebut atau tidak. Konsep akses seperti ini memfasilitasi analisis dasar mengenai
siapa yang memanfaatkan dan tidak memanfaatkan sesuatu dan melalui apa proses yang mereka lakukan. Akses secara empirik menfokuskan diri pada siapa
yang mendapatkan apa, dengan cara seperti apa, dan kapan dalam situasi seperti apa.
Ribot dan Peluso membedakan konsep akses dan konsep properti. Akses lebih kepada kemampuan sedangkan kepemilikan ada pada properti. Kemampuan
sama dengan kekuasaan, yang mereka batasi dalam dua hal, pertama kapasitas beberapa aktor yang mempengaruhi praktis dan ide yang lain. Kekuasaan muncul
dari atau melalui tidak selalu menahan orang. Kekuasaan menyatu dengan hubungan dan bisa timbul dari aliran melalui dikehendaki dan tidak dihendaki
sebagai efek dari hubungan sosial. Peluso melihat akses, seperti halnya properti, selalu berubah, tergantung pada posisi individu dan kelompok serta keuasaan
dengan variasi hubungan sosial. Pengendalian akses adalah kemampuan untuk memediasi akses lainnya.
Pengendalian mengarah pada pemeriksaan dan dan pengawasan tindakan, fungsi
atau kekuatan yang mengawasi dan mengatur tindakan bebas. Mempertahankan akses memerlukan kekuasaan untuk menjaga sebagian sumber daya akses yang
terbuka. Baik pengendalian dan pengontrolan merupakan dua hal yang saling melengkapi. Keduanya membentuk hubungan diantara aktor dalam hubungan
terhadap sumber daya, manajemen, dan penggunaan. Disaat yang sama, makna dan nilai sumber daya menyangga antara siapa yang mengontrol dan siapa yang
mempertahankan akses. Analisis
akses dengan
demikian adalah
suatu proses
untuk mengidentifikasi dan memetakan mekanisme perolehan, pemeliharaan, dan
pengendalian akses. Ribot dan Peluso menemukan 8 mekanisme akses sumber daya yang tidak berbasis hak: akses teknologi, akses kapitalmodal, akses pasar,
akses buruh dan peluang buruh, akses pengetahuan, akses kewenangan, akses identitas sosial, dan akses hubungan sosial. Analisa akses melibatkan: 1
identifikasi dan pemetaan aliran kepentingan sebagian keuntungan; 2 identifikasi mekanisme oleh perbedaan aktor yang melatarbelakangi penambahan,
pengendalian, pertahankan aliran keuntungan dan distribusinya; dan 3 analisa hubungan kekuasaan yang menegaskan mekanisme akses yang melibatkan dari
mana keuntungan didapatkan.
2.4.4.5 Teori Aktor-Jaringan Actor-Network Theory
Teori aktor-jaringan mencoba menjelaskan bagaimana jaringan material semiotik secara bersama-sama bertindak sebagai suatu kesatuan yang utuh
misalnya sebuah bank, baik jaringan maupun aktor saling bergantung, dan untuk tujuan tertentu bertindak sebagai satu kesatuan. Sebagai bagian dari hal ini
mungkin tampak pada strategi eksplisit untuk menghubungkan unsur-unsur yang berbeda secara bersama-sama ke dalam jaringan sehingga membentuk kesatuan
yang utuh. Teori aktor-jaringan pertama kali dikembangkan oleh Bruno Latour dan
Michel Callon di Ecole des Mines di Paris pada awal tahun 1980-an. Teori ini awalnya dibuat dalam upaya untuk memahami proses inovasi dan penciptaan
pengetahuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi science and technology studies - STS. Teori ini bertujuan untuk menjelaskan jaringan yang sangat
kompleks dalam seting penelitian ilmiah. Sekitar tahun 1990-an dan seterusnya,