pemilik sumber daya dan pembatasan dalam penggunaan sumber daya Sanim, 1999.
Di sisi lain peranan kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya alam, diupayakan untuk: 1 membangun kerangka umum pemanfaatan sumber daya
alam agar sistem dan prosedur pendayagunaan sumber daya alam lebih etis, 2 mengarahkan dan mengatur pelaku pengguna sumber daya alam sesuai dengan
segala sesuatu yang telah dikukuhkan dalam kerangka umum pemanfaatan sumber daya alam 3 mengubah perilaku, kebijakan pengaturan alokasi sumber daya
alam dan perlindungan sumber daya alam dan teknologi pemanfaatan sumber daya alam 4 menginternalisasikan biaya oportunitas ke dalam nilai harga
sumber daya alam, dan 5 menjamin kepentingan untuk menunjang sistem keamanan pemanfaatan sumber daya alam.
2.2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Partisipasi oleh beberapa ahli dikaitkan dengan upaya dalam mendukung program pemerintah. Mubyarto 1984 menyebutkan bahwa partisipasi adalah
kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuannya tanpa mengorbankan diri sendiri. Partisipasi di bidang
pembangunan mencakup keterlibatan mental dan emosional, penggeraknya adalah kesediaan untuk memberi konstribusi dalam pembangunan dan kesediaan untuk
turut bertanggung jawab Bryan and Louse 1982 dalam Parawansa 2007. Pengertian partisipasi yang diharapkan dalam pembangunan masyarakat
adalah keterlibatan masyarakat secara aktif baik moril maupun materil dalam program pembangunan untuk mencapai tujuan bersama yang di dalamnya
menyangkut kepentingan individu. Partisipasi merupakan masukan dalam proses pembangunan dan sekaligus juga sebagai keluaran atau sasaran dan pelaksanaan
pembangunan. Dalam kenyataannya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat bersifat vertikal dan dapat pula bersifat horizontal.
Tahapan partipasi masyarakat dalam pembangunan diharapkan dapat terlibat pada semua tahapan program, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan
sampai pada pemanfaatan hasil kegiatan pembangunan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa jika masyarakat sejak awal dilibatkan secara penuh dalam suatu
kegiatan, maka dengan sendirinya akan timbul rasa memiliki dan tanggung jawab moral terhadap keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan.
Canter 1977, Comick 1979 dan Coulet 1989, Wengert 1979 dalam Parawansa 2007 merinci peran serta masyarakat sebagai berikut:
1 Peran serta masyarakat sebagai suatu kebijakan mengingat masyarakat yang potensial dikorbankan atau terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan
memiliki hak untuk dikonsultasi. 2 Peran serta masyarakat sebagai strategi untuk mendapatkan dukungan
masyarakat agar keputusan yang dihasilkan memiliki kredibilitas. 3 Peran serta masyarakat sebagai alat komunikasi untuk mendapatkan masukan
berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan yang lebih responsif. 4 Peran serta masyarakat sebagai alat penyelesaian sengketa melalui usaha
pencapaian konsensus,
bertukar pikiran
dan pandangan
sehingga meningkatkan pengertiantoleransi dan mengurangi rasa ketidakpercayaan.
5 Peran serta masyarakat sebagai terapi untuk mengobati masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya perasaan ketidakberdayaan, tidak
percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka bukan sebagai komponen penting dalam masyarakat.
6 Pemberian wewenang kepada masyarakat untuk memberdayakan kesadaran serta mendorong tanggung jawab dan kemandirian masyarakat.
2.3 Pemangku Kepentingan Stakeholders
2.3.1 Definisi
Istilah pemangku kepentingan stakeholders sudah banyak digunakan dalam hubungannya dengan proses pengambilan keputusan. Pemangku
kepentingan mengandung arti semua pihak, termasuk instansi pemerintah didalamnya, yang terkait dengan persoalan atau rencana tertentu Maryono et al.
2005. Pemangku kepentingan menurut Maryono et al. 2005, bukan hanya kumpulan para pihak tapi pelaku yang memiliki kewenangan dan kepentingan
dalam pengambilan keputusan. Sementara Dick 1997 dan Freeman 1984 dalam Maryono et al. 2005 mendeskripsikan stakeholders sebagai kelompok
atau individu yang dapat mempengaruhi danatau dipengaruhi oleh suatu
pencapaian tujuan tertentu. Pengertian senada mengenai stakeholders dikemukakan oleh Groenendijk
2003, bahwa stakeholders mencakup semua aktor atau kelompok yang mempengaruhi danatau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan dari
sebuah proyek. Stakeholders juga mencakup kategori yang lebih samar dari „generasi masa depan’, „ketertarikan nasional’, dan „masyarakat yang lebih luas’.
Stakeholders menyajikan suatu sistem dengan tujuan, sumber dan sensitivitas yang berasal dari mereka sendiri. Istilah lain yang digunakan untuk menggantikan
istilah „stakeholders’ dalam bahasa sehari-hari dan perbedaan konotasi yang sangat tipis diantaranya adalah „aktor’, „aktor kunci,’ „kelompok aktor’, „aktor
sosial’, dan „partai’.
Pemangku kepentingan sangat bervariasi derajat pengaruh dan kepentingannya, dan dapat dikategorikan sesuai dengan banyak atau sedikitnya
pengaruh dan kepentingan relatifnya terhadap keberhasilan pengelolaan sumber daya alam. Brown et al. 2001 mengkategorikan pemangku kepentingan sebagai
berikut: 1. Pemangku kepentingan primer, yakni mereka yang mempunyai pengaruh
rendah terhadap hasil kebijakan tetapi kesejahteraannya penting bagi pengambil kebijakan.
2. Pemangku kepentingan sekunder, yakni mereka yang dapat mempengaruhi keputusan yang dibuat karena mereka adalah sebagian besar dari pengambil
kebijakan dan terlibat dalam implementasi kebijakan. Secara relatif mereka tidak penting, demikian pula dengan tingkat kesejahteraannya bukan suatu
prioritas. 3. Pemangku kepentingan eksternal, yakni individu atau kelompok yang dapat
mempengaruhi hasil dari suatu proses melalui lobby kepada pengambil keputusan, tetapu interest mereka tidak begitu penting.
Identifikasi pemangku kepentingan berdasarkan keterlibatannya dalam pengelolaan hutan menurut Tadjudin 2000 dapat dibedakan menjadi:
1. Pemangku kepentingan primer, yaitu pelaku yang terlibat berkepentingan langsung dalam kegiatan konservasi danatau pendayagunaan sumber daya
hutan, yaitu: