Pelibatan Pemangku Kepentingan Usulan Kelembagaan .1 Tujuan
Inti dari modal sosial adalah bagaimana kemampuan masyarakat dalam suatu entitas atau kelompok untuk bekerjasama membangun suatu jaringan untuk
mencapai tujuan bersama. Dalam konteks tata kelola, modal sosial diperlukan bagi terciptanya tata pemerintahan yang baik dan efektif. Hal ini dapat terjadi
karena beberapa hal, antara lain: 1 adanya jaringan sosial memungkinkan adanya koordinasi dan komunikasi yang dapat menumbuhkan rasa saling percaya, 2
kepercayaan trust memiliki implikasi positif dalam kehidupan bermasyarakat untuk saling membantu, 3 keberhasilan yang dicapai pada waktu sebelumnya
dalam jaringan ini akan mendorong keberlangsungan kerjasama pada waktu berikutnya Mundzir 2004. Menurut Lesser 2000, modal sosial sangat penting
bagi komunitas karena: 1 mempermudah akses informasi bagi angota komunitas; 2 menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas; 3
mengembangkan solidaritas; 4 memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas; 5 memungkinkan pencapaian bersama; dan 6 membentuk perilaku
kebersamaam dan berorganisasi komunitas. Modal sosial menurut Coleman 1990 merupakan sarana konseptual
untuk memahami orientasi teoritis tindakan sosial dengan mengkaitkan komponen dari perspektif sosiologi dan ekonomi. Modal sosial ditentukan oleh fungsi dan
komponen yang ada di dalamnya antara lain: 1 modal sosial yang meliputi sejumlah aspek dari struktur sosial, dan 2 modal sosial yang dapat memberikan
kemudahan bagi orang untuk melakukan sesuatu dalam kerangka struktur sosial. Lebih lanjut, aspek dari struktur sosial menciptakan pengungkungan dalam sebuah
jaringan sosial yang membuat setiap orang saling berhubungan sehingga kewajiban dan sanksi dapat dikenakan kepada setiap anggota. Sebagai organisasi
sosial dapt juga dijadikan sebagai media untuk mencapai tujuan bersama. Paling tidak terdapat tiga unsur sebagai pilar utama modal sosial, yaitu: 1 kewajiban
dan harapan yang muncul dari adanya kepecayaan; 2 pentingnya arus informasi yang lancar dalam struktur sosial yang mendorong perkembangan kegiatan; 3
norma yang ditaati dengan sanksi yang jelas dan efektif untuk menghindari anomi. Boutilier 2009 menjelaskan bahwa suatu komunitas yang sehat
mempunyai tiga jenis modal sosial. Modal sosial „terikat’ membawa keuntungan- keuntungan dari kesetiaannya pada norma-
norma. Modal sosial „menjembatani’
menciptakan komunikasi dan pemahaman antar kelompok yang berbeda sehingga meningkatkan masukan dalam proses politik dan mengurangi konflik inter-group.
Modal sosial „menghubungkan’ memungkinkan koordinasi ekonomi dan politis pada level yang lebih tinggi. Penghubung memungkinkan suatu jaringan lokal
untuk memperoleh manfaat dengan lebih menghargai berbagai hal spesifik yang dimilikinya dan memperoleh berbagai hal secara efisien dibanding yang bisa
dilakukannya sendiri. Mengikat tanpa menyambungkanmenjembatani dapat menghasilkan suatu pembatasan konstruksi berpikir dari anggota kelompok.
Menghubungkan tanpa mengikat menandakan satu kelompok terpisah tanpa suatu pemahaman tentang kepentingan bersama. Tiap kelompok bisa saja
mementingkan kelompoknya sendiri dengan membangun kontak yang menjembataninya untuk membentuk persekutuan politis yang sifatnya temporer.
Demikian pentingnya ketiga modal sosial ini dalam satu komunitas yang sehat digambarkan dengan perumpamaan bahwa menjembatanimenyambungkan
dan mengikat tanpa menghubungkan sama saja dengan membiarkan suatu masyarakat untuk mencari uang tambahan bagi penghidupannya dengan
mengambil langsung dari lingkungan fisik di sekitarnya. Dengan begitu tidak ada perdagangan dalam skala ekonomi yang lebih besar.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapangan, dapat dikatakan bahwa modal sosial pengelolaan Semenanjung Kampar yang teridentifikasi di
lapangan relatif masih lemah. Dari segi dimensi, modal sosial yang terbangun baru dalam tataran komunikasisaling bicara struktural. Belum terbangun saling
percaya yang kuat diantara satu sama lain, dan belum sampai pada tataran membangun dan berbagi visi kedepan. Dari segi pola pun masih terlihat sangat
lemah. Hampir tidak ada pengikat yang kuat diantara mereka dan minim sekali aktor yang dapat memposisikan diri sebagai penyambung atau jembatan antara
dua atau lebih kelompok yang menghadapi gap komunikasi yang serius. Lemahnya modal sosial seperti tersebut di atas dapat berpengaruh terhadap
keberhasilan pengelolaan Semenanjung Kampar. Syahra 2003 dalam Mundzir 2004 menegaskan keberhasilan pelaksanaan pembangunan sangat ditentukan
oleh tingkat keercayaan dan rasa kepemilikan andarbeni para pihak atas program pembangunan itu sendiri. Konsep ini sangat dipahami oleh beberapa
kalangan yang menganggap bahwa keberhasilan pembangunan tidak semata-mata ditentukan oleh seberapa besar dana yang dikeluarkan, tetapi seberapa besar
partisipasi dan rasa kepemilikan program sebagai modal sosial pembangunan dilibatkan dalam proses pembangunan tersebut. Keterlibatan para pihak terutama
masyarakat dalam proses pembangunan menimbulkan percaya diri bahwa pembangunan adalah milik masyarakat dan untuk kesejahteraan masyarakat. Di
samping itu juga dapat menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi warga masyarakat dimana mereka telah terlibat dalam proses pembangunan.
Sebagai sebuah energi kolektif masyarakat atau bangsa, modal sosial sangat penting dalam mengatasi problem bersama dan merupakan sumber
motivasi guna mencapai kemajuan. Melalui hubungan-hubungan yang tercipta dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas hubungan sosial masyarakat
dalam spektrum yang luas, modal sosial menjadi perekat sosial social glue yang menjaga kesatuan secara bersama-sama. Lemahnya kepercayaan diantara
para pihak berpotensi menghambat pembangunan institusi untuk pengelolaan Semenanjung Kampar yang lebih berkelanjutan, mengingat kepercayaan
merupakan unsur terpenting dan syarat keharusan necessary condition dari terbentuk dan terbangunnya modal sosial yang kuat. Sementara itu, kemampuan
untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergis, akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat atau tidaknya modal sosial
yang terbentukterbangun Hasbullah 2006. Kemampuan tersebut adalah kemampuan untuk ikut berpartisipasi guna membangun sejumlah asosiasi berikut
membangun jaringannya melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan voluntary, kesamaan
equality, kebebasan freedom, dan keadaban civility. Sebagai jawaban atas situasi di Semenanjung Kampar, maka perlu disusun
suatu pelembagaan melalui pembangunan modal sosial dalam jaringan pemangku kepentingan pengelolaan Semenanjung Kampar. Ada kondisi-kondisi yang harus
diciptakan agar terbangun hubungan baik antar sektor yang sifatnya saling melengkapi, baik di tingkat lokal, nasional maupun global seperti alur pikir yang
diilustrasikan dalam Gambar 30.
Modal sosial terikat yang ada dalam jaringan dapat menjadi modal untuk menguatkan jaringan. Selanjutnya pihak-pihak yang potensial memiliki modal
so sial menjembatani dan memiliki kemampuan sebagai ”bridger” misalnya Scale
Up, WWF, Bappeda harus mengambil peran untuk mengatasi kesenjangan yang selama ini terjadi di lapangan agar kesenjangan tersebut tidak semakin kronis.
Dengan begitu akan ditemukan jalan untuk mengintegrasikan perspektif kelompok berbeda dalam aktivitas sehari-hari mereka. Adapun instansi-instansi yang secara
struktural memiliki modal sosial menghubungkan, harus menjalankan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yaitu menghubungkan para pihak pada
jaringan lokal dengan para pihak pada jaringan yang lebih tinggi.
Kelembagaan yang tepat
Kesepakatan, Perjanjian
Persekutuan partnership
Kepercayaan
Berbagi identitas
Norma dan hubungan
timbal balik Komunikasi yang
transparan Bonding,
bridging, linking Kesadaran
saling ketergantungan
Berbagi visi untuk masa
depan
Kolaborasi antar sektor
Modal sosial di dalam jaringan kesatuan para pihak yang terlibat
Dimensi Struktural Dimensi Relasional
Dimensi Kognitif
Gambar 20. Alur pikir sintesis pelembagaan modal sosial Boutilier 2009