Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

diperoleh distribusi manfaat dan resiko yang adil antar pemangku kepentingan yang terlibat. 4. Menciptakan mekanisme pembelajaran dialogik untuk memperoleh rumusan tentang bentuk dan pola pengelolaan sumber daya hutan yang lestari. 5. Memperbaiki tindakan-tindakan perlindungan sumber daya hutan melalui mekanisme internalisasi hal-hal eksternal yang mengancam kelestarian sumber daya hutan yang bersangkutan. 6. Menyediakan sistem pengelolaan yang membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi tindakan perbaikan dalam setiap tahapan pengelolaannya.

2.4.2 Prinsip dan Indikator

Tahap-tahap utama dalam pengelolaan kolaborasi suatu kawasan sangat penting untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dari pemangku kepentingan terkait. Tahap utama tersebut yaitu: 1 mempersiapkan kemitraan, 2 mengembangkan kesepakatan, dan 3 melaksanakan sekaligus selalu meninjau ulang kesepakatan yang telah dibangun Borrini-Fayerabend 1996. Adapun prinsip utama pengelolaan kolaboratif seperti yang diungkapkan Marshall dalam Gurnitowati dan Maliki 2001 yaitu: 1 menghormati orang lain, 2 penghargaan dan integritas, 3 rasa memiliki dan bersekutu, 4 konsensus, 5 penuh rasa tanggungjawab dan tanggunggugat, 6 hubungan saling mempercayai, dan 7 pengakuan dan pertumbuhan. Prinsip-prinsip pengelolaan kolaborasi menurut Borrini-Feyerabend et al. 2000 adalah: 1 Mengakui perbedaan nilai, kepentingan dan kepedulian para pihak yang terlibat dalam mengelola wilayah atau kesatuan sumber daya alam, baik di luar maupun di dalam komunitas lokal; 2 Terbuka bagi berbagai model hak pengelolaan sumber daya alam selain pengelolaan yang secara legal telah ada dimiliki oleh pemerintah atau pihak yang berkepentingan; 3 Mengusahakan terciptanya transparansi dan kesetaraan dalam pengelolaan sumber daya alam; 4 Memperkenankan masyarakat sipil untuk mendapatkan peranan dan tanggungjawab yang lebih nyata; 5 Mendayagunakan dengan saling memperkuat kapasitas dan keunggulan komparatif dari berbagai aktor yang terlibat; 6 Lebih menghargai dan mementingkan proses ketimbang hasil produk fisik jangka pendek; dan 7 Memetik pelajaran melalui kaji ulang secara terus menerus dan memperbaiki pengelolaan sumber daya alam. Lima ciri penting yang menentukan proses kolaborasi Gray 1989 dalam Suporahardjo 2005 meliputi: 1. Membutuhkan keterbukaan karena dalam kolaborasi antara pemangku kepentingan harus saling member dan menerima untuk menghasilkan solusi bersama. 2. Menghormati perbedaan dan menjadikan sumber potensi kreatif untuk membangun kesepakatan. 3. Peserta dalam kolaborasi secara langsung bertanggung jawab untuk pencapaian kesepakatan tentang jalan keluar. 4. Membutuhkan satu jalan keluar yang disepakati untuk arahan interaksi diantara pemangku kepentingan dimasa depan. 5. Membutuhkan kesadaran bahwa kolaborasi adalah suatu proses daripada sebagai resep. Ada beberapa indikator untuk melihat jalannya proses pengelolaan kolaborasi yang dijelaskan oleh Munggoro 1999 yaitu: 1. Kesadaran pemangku kepentingan terhadap isu-isu pengelolaan kolaboratif, peristiwa, jadwal, hak, tanggungjawab dan sebagainya. 2. Adanya mekanisme untuk pertukaran informasi dan forum untuk berkomunikasi dan menegosiasikan kesepakatan. 3. Adanya fasilitator untuk membantu dalam pertemuan, mediasi konflik, berhubungan dengan bermacam-macam aktor di berbagai tingkat dalam masyarakat. 4. Keterlibatan aktif para pemangku kepentingan dalam mengembangkan kesepakatan pengelolaan partisipasi dalam rapat, penyampaian dan pembelaaan posisi dan sebagainya.