SISTEM ANTENA RADAR VHF LAPAN
Peberlin Sitompul
1
, Aries Kurniawan
1
, M. Sjarifudin
1
, Mario Batubara
1
, Harry Bangkit
1
, Timbul Manik
1
, J.R Roettger
2
1Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa – LAPAN Jln Dr. Djunjunan No 133 Pasteur Bandung
Email : peberlinbdg.lapan.go.id
2DLR Deutsche Zentrum für Luft und Raumfahrt Jerman Email : Roettger.JRT-Online.de
ABSTRAK
Radar VHF LAPAN merupakan jenis Radar MST Mesosfer Stratosfer Troposfer yang dibangun didaerah Pamengpeuk, Garut, Jawa Barat dan letaknya di tepi pantai Lautan Hindia untuk meningkatkan pemahaman
tentang cuaca dan iklim dikawasan selatan Indonesia serta mendukung informasi beberapa fenomena lainya seperti ENSO dan QBO. Beroperasi pada frekuensi 150 MHz dengan daya puncak 1 KW masih dalam
pengembangan. Radar ini merupakan versi mini dari Radar TRAINERS dalam rangka kerjasama proyek multi- nasional TRAINERS. Pendukung utama proyek ini adalah LAPAN, DLR Jerman dan ISRO India. Dengan
pengaturan arah pancar sinyal yang ditransmisikan, radar VHF LAPAN juga dapat dipakai untuk penelitian irregularitas ionosfer pada lapisan E dan F seperti fenomena ES dan ESF, serta penelitian VHF-TEP di daerah
Equator. Dalam makalah ini dibahas sistem antenna radar VHF LAPAN meliputi Jenis Antena, Power Divider Combine , Koneksi, Analisa Pengaturan Beam dan Phase Shifter.
Kata Kunci
: Antena, Power Divider, Power Combiner, Pengaturan Beam , Phase Shifter.
1. LATAR BELAKANG
Proyek kerjasama
multi-nasional TRAINERS
Tropical Atmosphere and Ionosphere New Equatorial Radar System yang dimulai pada tahun
2003 didukung oleh LAPAN Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Indonesia, DLR Deutsche
Zentrum fur Luft und raumfahrt Jerman dan ISRO Indian Space Research Organisation India. Pada
proyek TRAINERS akan dibangun radar TRAINERS yang merupakan sebuah radar atmosphere dengan
frekuensi 150 MHz dan daya pancar puncak 10 kW di Pamenungpeuk, Garut, Jawa Barat. Pada awalnya
radar TRAINERS ditargetkan selesai tahun 2008. Radar ini akan digunakan untuk memantau perilaku
atmosphere dan ionosfer dikawasan barat Indonesia. Kegiatan dalam proyek ini cukup menantang karna
adanya kegiatan mengkonstruksi system radar VHF dari awal, dan menciptakan komunitas pengguna
ilmiah yang kompeten dari semua pendukung proyek. Juga terdapat missi pendidikan teknologi, rekayasa,
riste ilmiah dan penangan logistic yang berguna bagi LAPAN Roetger, 1989 .
2. RADAR VHF LAPAN
Radar VHF Lapan terdiri dari Pemancar 150 MHz, 1 kW yang dibeli dari Vikas Communication Pvt. Ltd.
Penerima 3-kanal frekuensi 150 MHz, LO frekuensi 120 MHz, IF frekuensi 30 MHz, Bandwidth 3.4 MHz,
yang dibeli dari United system Engineering Ltd. India USE . Pengontrol Radar menggunakan signal 150
MHz yang diambil dari penerima radar, dan signal pulsa dari mikrokontroller dan dicampur dengan
frequency mixer ADEX-10L. Pengaturan lebar dan
perioda signal yang dibangkitkan pada PC menggunakan perangkat lunak LabView Profesional
versi 8.
Gambar 1: Diagram Radar VHF LAPAN
2.1 Antena
Ada 4 fungsi dasar antena : a. Memusatkan output transmitter menjadi
beam yang sempit, oleh karena itu menaikkan kerapatan daya dalam beam
b. Menyesuaikan impedansi saluran transmisi radar dengan media perambatan.
c. Menangkap energi echo dari target. Penangkapan echo ini akan efektif dari arah
sumbu antenna d. Mengatur arah pancaran transmisi beam
dan penerimaan sinyal yang dapat diatur kearah yang diinginkan.
75
Antena yang dipasang adalah timbal balik, karakter dan parameter sama untuk transmisi dan
penerimaan sinyal.
2.2 Specifikasi Antena Radar VHF LAPAN
Antena YAGI, 4 element, elemen terbuat dari aluminium bulat dengan d = 10 mm, f = 150 MHz.
L = 150 cm.
L
l= 1
cm l
l=8 6
cm l=80
cm l=8
cm
86 cm 22
c m
54 c m
R efle
k tor
D ri
v en
El e
m e
n t
Dir e
ct o
r D
irector 5 cm
Gambar 2: Antena Radar VHF LAPAN
Gambar 3 :Gambar Array Antena Radar VHF LAPAN
2.3 Kajian Pengaturan Beam Antena Array
Jika satu group antena diberikan sinyal dengan phasa yang sama, maka arah beam akan terpusat
di tengah. Pada gambar 4 terlihat ada lima antena, dimana pada setiap arah itu merupakan
penjumlahan dari kelima signal tersebut dengan arah yang berbeda beda. Pada gambar paling atas
arah panah dimana ada beam side beam yang mana besar beam didominasi oleh antena 1.
Dibawahnya terlihat besar beam sama dengan nol, itu dikarenakan semua signal mempunyai arah
yang berbeda-beda dengan perbedaan sudut 360 5 = 72 derajat, dan pada derajat ini lah disebut nul
beam pada derajat tersebut besar signal akan sama dengan nol. Yang paling diharapkan seperti
gambar paling tengah dimana besar signal pada beam tersebut merupakan penjumlahan signal dari
antena 1+2+3+4+5, dan pada arah ini disebut sebagai main beam beam utama .
Gambar 4: Arah Beam
Gambar 5: Pola Beam dengan phasa yang sama
Untuk pengukuran arah dan kecepatan angin vertikal, zonal dan meridional diperlukan pancaran arah sinyal
radar beam kearah tertentu seperti gambar 4. Hal ini bisa dilakukan dengan cara manual dan secara
elektronik. Dimana dengan cara manual, arah antena diubah-ubah secara fisik, bisa dengan menggunakan
rotator. Sedangkan secara elektronik ini dilakukan dengan cara mengubah besar sudut phasa sinyal pada
tiap-tiap antena. Ini seperti dilakukan di EAR Equatorial Radar Atmosphere Kototabang. Pada
gambar 6 diatas terlihat main beam berubah sebesar sudut
θ dari sudut zenitnya. Bila jarak antara antenna S antenna 3 dan 4, maka perbedaan jarak yang
ditempuh signal antenna 3 dan 4 akan berbeda sebesar ∆r.
Gambarr 6: Pola beam dengan phasa signal berbeda
Ant 3
Ant 4 s
s θ
∆r
76
Untuk mendapatkan pergeseran beam sebesar θ
derajat, maka perbedaan phasa antara antena 3 dan 4 adalah :
∆r = S. Sin θ Maka perbedaan phasa antara antena 3 dan 4
adalah :
C1 C2
C3 C4
C5 C6
C7 C8
B1 B3
B2 B4
D1 D2
B8 B5
C9 C15
D3 D4
B6 B9
B7 B10
B14 B11
C22 C28
B12 B15
B13 B16
B20 B17
C34 C40
D7 D8
B18 B21
B19 B22
B26 B23
C46 C52
D9 D10
B24 B27
B25 B28
C57 C58
C59 C60
C61 C62
C63 C64
B29 B31
B30 B32
D11 D12
C11 C10
C16 C17
C12 C18
C13 C19
C14 C20
C21 C27
C23 C29
C24 C30
D5 D6
C25 C31
C26 C27
C39 C33
C45 C51
C47 C53
C48 C54
C49 C55
C50 C56
C35 C41
C36 C42
C37 C43
C38 C44
E1
E2
E3 F1
ANT1 ANT2
ANT3 ANT4
ANT5 ANT5
ANT9 ANT10
ANT11 ANT12
ANT13 ANT14
ANT15 ANT16
ANT6 ANT8
ANT17 ANT18
ANT19 ANT20
ANT21 ANT22
ANT23 ANT24
ANT25 ANT26
ANT27 ANT28
ANT29 ANT30
ANT31 ANT32
ANT33 ANT34
ANT35 ANT36
ANT37 ANT38
ANT39 ANT40
ANT41 ANT42
ANT43 ANT44
ANT45 ANT46
ANT47 ANT48
ANT49 ANT50
ANT51 ANT52
ANT64 ANT63
ANT62 ANT61
ANT60 ANT59
ANT58 ANT57
ANT56 ANT55
ANT54 ANT53
ANT65 ANT66
ANT67 ANT68
ANT69 ANT70
ANT71 ANT72
ANT73 ANT74
ANT75 ANT76
ANT77 ANT78
ANT79 ANT80
ANT81 ANT82
ANT83 ANT84
ANT85 ANT86
ANT87 ANT88
ANT89 ANT90
ANT91 ANT92
ANT93 ANT94
ANT95 ANT96
ANT97 ANT98
ANT99 ANT100
ANT101 ANT102
ANT103 ANT104
ANT105 ANT106
ANT107 ANT108
ANT109 ANT110
ANT111 ANT112
ANT113 ANT114
ANT115 ANT116
ANT117 ANT118
ANT119 ANT120
ANT121 ANT122
ANT123 ANT124
ANT125 ANT126
ANT127 ANT128
1.4 mtr
∆ø = S. Sin θλ x 360 derajat Untuk radar VHF LAPAN, s = 2.4 meter, 2 antena,
sejajar, jika mau membuat arah beam sebesar 10 derajat terhadap sudut zenith, maka
∆r =
S. Sin θ
= 2.4 x Sin 10
= 0.4167 meter
∆ø =
2.4 x Sin 10 2 x 360
= 75
derajat
2.3.1 Metode Pengaturan Phasa Antena Array
⎭ ⎬
⎫ ⎩
⎨ ⎧
+ +
− =
Φ
mn mn
mn mn
Sin Sin
Y Cos
Sin X
α φ
θ φ
θ λ
π φ
θ
2 ,
, φ
θ
mn
Φ
rad = phase setting value of the phase shifter in mnth TRx MDL
m = m
th point in the Y direction n =
n th point in the X direction
θ,
φ
rad = beam scan angle
λ mm = wavelength = 299792.458 f mm f MHz
= frequency Xmn
mm= X coordinate of mnth point of
element antenna Ymnmm
= Y coordinate of mnth point of element antenna
c 1 A n t 1 -4
A n t 5 -8 c 2
c 3 A n t 9 - 1 2
A n t 1 3 - 1 6 A n t 1 7 - 1 8
A n t 1 9 - 2 2 A n t 2 3 - 2 6
A n t 2 7 -2 8 A n t 2 9 - 3 0
A n t 3 1 - 3 4 A n t 3 5 -3 8
A n t 3 9 - 4 0 A n t 4 1 -4 2
A n t 4 3 - 4 6 A n t 4 7 - 5 0
A n t 5 1 - 5 2 A n t 5 3 - 5 4
A n t 5 5 - 5 8 A n t 5 9 -6 2
A n t 6 3 - 6 4 A n t 6 5 -6 6
A n t 6 7 - 7 0 A n t 7 1 -7 4
A n t 7 5 - 7 6 A n t 7 7 - 7 8
A n t 7 9 - 8 2 A n t 8 3 -8 6
A n t 8 7 - 8 8 A n t 8 9 -9 0
A n t 9 1 - 9 4 A n t 9 9 - 1 0 0
A n t 1 0 1 - 1 0 2 c 4
c 5 c 6
c 7 c 8
c 9 c 1 0
c 1 1 c 1 2
c 1 3 c 1 4
c 1 5 c 1 6
c 1 7 c 1 8
c 1 9 c 2 0
c 2 1 c 2 2
c 2 3 c 2 4
c 2 5 c 2 6
c 2 7 c 2 8
c 2 9 c 3 0
c 3 1 C 3 3
D 1 D 2
D 3 D 4
D 5 D 6
D 7 D 8
D 9 D 1 0
D 1 1 D 1 2
E 1
F 1 T o T R x
A n t 1 0 3 - 1 0 6 A n t 1 0 7 - 1 1 0
A n t 1 1 1 - 1 1 2 A n t 1 1 3 - 1 1 6
A n t 1 1 7 - 1 2 0 A n t 1 2 1 -1 2 4
A n t 1 2 5 -1 2 8 C 4 0
C 3 9 C 3 8
C 3 7 C 3 6
C 3 5 C 3 4
A n t 9 5 - 9 8 c 3 2
E 2
E 3
E 4
Xmn = 25.5 – n. dx
mm Ymn
= 14.5 – m. dy mm
dx = 2250.0 mm, dy = 3897.1 mm
αmn rad = phase correcting value of mnth transmission line
2.4 Power Divider Combiner PDC
Power Divider berfungsi sebagai pembagi sinyal ke masing-masing antena, sedangkan combiner berfungsi
untuk menggabungkan sinyal yang diterima. Specifikasi PDC dengan frekuenci 140-150 MHz, 50
ohm dengan tipe AT-2 dan AT-4, panjang 50 cm, berat 0.25 kg.
Gambar 7: Power Divider Combiner
2.5 Pengkabelan Antena
Untuk membentuk array antena yang diinginkan, maka koneksi antenna dibuat dengan menggabungkan
antena dengan combiner divider dengan pola tertentu.
Gambar 8: Koneksi Array Antena
Antena untuk 1 penerima terdiri dari 128 buah antena seperti gambar 8. Antena yang sejajar ANT 1-4, 5-8
digabung dengan PDC 4:1 dengan menggunakan Belden RG-8 type 9914, dengan panjang 4 meter.
kemudian group antena 1-4 dan 5-8 digabung dengan PDC 2:1. Antena yang lain disambung dengan metode
yang sama, sehingga ada sebuah kabel yang terhubung dari group antena dengan TransmitterReceiver
dengan panjang 50 meter. Diagram satu garis koneksi antena seperti terlihat di gambar 9.
Gambar 9: Diagram garis koneksi Antena
77
2.6 Prinsip Phase Shifter
Phase shifter adalah penggeseran phasa signal transmisi, dengan penggeseran phasa ini sehingga
diperoleh perbedaan phasa signal tiap antenna.
Gambar 10: Metoda Penggeseran phasa secara digital
3. PENGUJIAN PHERIPERAL
a. Hasil Pengukuran SWR Antena
SWR R X
Ant
3 mtr
2.4 mtr 3 2.4 3 2.4
1 1.3
1.1 43
48 10
7 2
1.1 1.1
44 40
6 3
1 1.1
47 52
2 5
4 1
1 50
49 4
2 5
1.2 1.1
44 42
9 6
1.4 1.2
36 45
9 11
7 1.1
1.1 49
50 6
6 8
1.1 1.1
50 49
8 8
9 1.1 1.2
45 58 0 8 10
1.4 1
49 50
16 1
11 1.1
1.1 50
52 8
6 12
1.2 1
59 50
10 1
13 1.3
1.1 38
48 9
7 14
1.3 1.1
55 50
50 13
15 1.6
1 50
49 25
2 16
1.3 1
50 51
15 2
17 1.1
1 41
48 4
11 18
1.2 1
37 49
2 2
19 1
1.2 50
51 7
11 20
1.3 1
48 53
13 1
3.2. Pengukuran Sinyal dengan Directional
Coupler.
Untuk membandingkan pola sinyal pada sinyal generator dengan sinyal di masing-masing antena
maka dilakukan pengukuran dengan alat Directional Coupler yang diamati dengan asiloskop, untuk
memastikan kesamaan pola sinyalnya.
Gambar 11: Directional Coupler.
3.3 Pengukuran besar power.
Untuk mengetahui besar power di transmitter maka dilakukan pengukuran dengan Pulse Watt meter Bird
4314 B, dan juga pengukuran di group antena untuk mengetahui besar power pada di tiap-tiap grup antenna.
Gambar 12: Watt meter
4. KESIMPULAN
1. Radar sangat diperlukan sebagai alat untuk mengamati berbagai macam objek, secara
khusus dalam hal ini untuk pengamatan phenomena yang terjadi di atmosfir dan
antariksa.
2. Pemahaman tentang prinsip-prinsip setiap komponen radar khususnya sistem array antena
sangat diperlukan untuk mendapatkan radar dengan kemampuan pengaturan arah pancar
sinyal untuk pengukuran arah dan kecepatan angin.
DAFTAR REFERENSI
1 M.Sjarifudin, Aries Kurniawan, Adi Purwono, Peberlin Sitompul, “Sistem Instrumentasi dan
Konfigurasi Perangkat Keras Radar VHF Lapan”, Seminar Nasional Sains Antariksa III, LAPAN,
Bandung, 2006.
2 Mitsubishi Electronic Corporation, “ Equatorial Atmosphere Radar Technical Manual”, 2001
3 NCU, “International School of Atmospheric Radar” ISAR-NCU, 2006
78
Pembuatan Modul Receiver untuk Sistem Perangkat Pemancar Jamming
Elan Djaelani
1
1
Pusat Penelitian Informatika-LIPI Jl.Cisitu No.21154D.Kompleks LIPI Bandung.40135
Telp.022-2504711,Fax.022-2504712 Email:elaninformatika.lipi.go.id
ABSTRAK
Penelitian mengenai pembuatan Receiver untuk keperluan sistem perangkat pemancar jamming telah dilakukan. Jamming ialah memancarkan gelombang elektro magnetic GEM daya yang besar ke sasaran posisi musuh
dengan besaran frekuensinya sama atau sesuai dengan frekuensi yang sudah teridentifikasi sehingga dengan daya yang lebih besar diharapkan sistim komunikasi musuh menjadi lumpuh. Untuk mengetahui alokasi frekuensi dan
sistim modulasi didalam suatu peperangan elektronik EW diperlukan suatu alat pemantau monitor yaitu Radio Directional Finder RDF. RDF adalah untuk mengamati, menganalisa dan fungsi utamanya yaitu menentukan arah
posisi musuh, bila posisi musuh sudah teridentifikasi maka tugas selanjutnya mengacaukan atau memacetkan sistim komunikasi musuh dengan cara melakukan pemacetan Jamming. RDF terdiri dari bagian bagian:Antena dan
sistem rotator,Kompas, Buffer, Attenuator, Receiver, S-Meter, Analog to Digital Coverter, Mikrokontroler dan Komputer Yang akan dibahas pada makalah ini bagian Receiver,karena bagian ini merupakan awal proses
penerimaan sinyal sehingga perlu sensitivitas,selektivitas dan penerimaan sinyal harus baik. Bagian ini terdiri dari RF Stage, Oscillator, Mixer, Filter dan 10,7-MHz IF stage, dan IF system.
Kata kunci
: RF Stage, Oscillator, Mixer, Filter dan 10,7-MHz IF stage, dan IF system.
1. PENDAHULUAN