BERCUMBU DISAAT ISTERI SEDANG HAID DAN PADA SAAT MANDI

BERCUMBU DISAAT ISTERI SEDANG HAID DAN PADA SAAT MANDI

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda mengenai seorang suami yang bercumbu dengan isterinya yang sedang haid:

"Berbuatlah segala sesuatu yang engkau kehendaki terhadap isteri- mu, kecuali bersenggama." (HR. Jama'ah, kecuali Imam Bukhari)

Dalam riwayat lain disebutkan: "Diriwayatkan dari isrteri-isteri Nabi SAW bahwa apabila Rasulullah

Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menginginkan sesuatu dari isterinya yang sedang haid, maka beliau meletakkan sesuatu diatas kemaluan isterinya, kemudian melakukan sesuatu yang beliau inginkan (selain pada kemaluannya)." (HR. Abu Dawud)

Kami meriwayatkan hadits secara ringkas dan kami meriwayatkan se- bagian artinya menurut Imam Muslim.

Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, ia berkata:

Bercumbu di Saat Isteri Sedang Haid dan Pada Saat Mandi — 217

"Aku mandi bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam satu wadah dan dia mendahuluiku (mengambil wadah) sampai-sampai aku berkata: Tinggalkan untukku, tinggalkan untukku. Perawi ber- kata, dan keduanya ketika itu sedang junub." (HR. Bukhari, Muslim dan selain keduanya)

Dalam hadits ini kita dapat mengambil dua masalah hukum: Pertama, Bahwa menyentuh isteri tidak membatalkan wudhu', yang di-dasarkan atas hadits Nabi dimana beliau mencium isterinya dan melakukan shalat tanpa melakukan wudhu' kembali. Berapa banyak dari pasangan suami isteri yang tidak mengetahui akan hukum ini sehingga menimbulkan perselisihan antara mereka berdua disebabkan dugaan yang menyatakan bahwa bersentuhan antara laki-laki dan wanita dapat membatalkan wudhu'. Semuanya ini disebabkan oleh tidak adanya bukti yang kuat mengenai masalah ini. Adapun arti dari kata Aulamastumunnisa' berarti bersenggama, sebagai- mana dikatakan oleh Ibnu 'Abbas dan selainnya, diantara Imam yang tiga.

Imam Syafi'i berpendapat —sebagaimana pendapat para Imam yang lain—, bahwa umat Islam telah sepakat mengenai siapa saja yang sudah jelas berpegang pada sunnah Rasul, maka tidak boleh meninggalkan (rneng- ingkari) sunnah tersebut hanya karena mengikuti pendapat seseorang. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat: "Barangsiapa yang me- nolak sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, maka ia berada dijurang kehancuran." Bagaimana pula pendapat para pengikut madzhab yang fanatik pada madzhabnya dengan hadits Rasul yang memberikan batasan dari sesuatu yang dikhawatirkan pada kesia-siaan amal mereka dan berlindung kepada Allah? Seandainya setiap muslim bermufakat atas menghukumi satu hadits sebagaimana diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta kepada para Imam yang adil, niscaya mereka akan menjadi satu madzhab seperti keadaan pada zaman sahabat. Semua itu hendaknya dilakukan dengan cara menggabungkan hadits-hadits yang telah ada setelah menerima pen- dapat dari para Imam. Imam Sya'rani berkata didalam kitab "Al Mizan" tentang bagaimana memberikan makna seandainya Imam Abu Hanifah — dan juga para Imam yang lain— masih ada, niscaya mereka juga akan me- neliti kembali pendapat yang telah mereka keluarkan dengan sebab peng- gabungan hadits-hadits sesudahnya.

Kedua, Imam Hafizh berkata didalam kitab "Al Fath", bahwa Imam Ad Dawadi dengan hadits ini berpendapat: "Seorang suami diperbolehkan

218 — Kado Perkawinan 218 — Kado Perkawinan

Adapun hadits yang artinya "apabila salah seorang diantara kalian meng- gauli isteri atau budak miliknya, agar tidak melihat kemaluannya, sebab hal itu akan mengakibatkan kebutaan pada anak yang akan dilahirkannya" merupakan hadits maudhu'. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hatim Ar Razi, Ibnu Hibban serta Ibnul Jauzy dan selain mereka. Begitu pula dengan hadits yang artinya "apabila kalian menggauli isteri, maka hendaknya ter- tutup dan jangan telanjang seperti unta".

Disamping itu, kita juga dapat mengambil dalil dari firman Allah tentang hikmah telanjang bagi suami isteri ketika menikmati hubungan biologis, yaitu suami menjadi pakaian bagi isteri dan begitu pula sebaliknya setelah keduanya melepaskan baju dan saling berpelukan.

Diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, ia berkata:

"Pernah aku minum menggunakan satu bejana, sedangkan aku pada saat itu dalam keadaan haid. Kemudian aku memberikan minum kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari bejana yang sama, dimana beliau menempelkan bibir persis dibekas aku minum. Pernah pula aku minum susu dalam keadaan haid bersama Nabi, kemudian beliau juga beliau tidak mengatakan sesuatu dan langsung meminumnya pada bekas mulutku." (HR. Muslim)

Dimanakah letak rasa cinta dan senda gurau dari kasus seorang isteri yang disediakan oleh suaminya sebuah apel, sedangkan apel itu telah ia (suami) makan sedikit. Lalu sang isteri mengambil pisau dan suaminya pun

Bercumbu di Saat Isteri Sedang Haid dan Pada Saat Mandi — 219 Bercumbu di Saat Isteri Sedang Haid dan Pada Saat Mandi — 219

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: "Jika salah seorang diantara kalian selesai makan, maka janganlah

mencuci tangan sampai ia menjilati sisa makanan yang masih me- nempel di jarinya atau dijilati oleh isterinya." (HR. Muslim)

Maksud dari hadits diatas adalah, bahwa apabila seorang isteri menjilati bekas makanan yang masih menempel di jari-jemari suaminya atau sebalik- nya merupakan tindak kemesraan yang patut untuk dilestarikan dan tidak di- ragukan lagi hal itu dapat memupuk rasa kasih sayang diantara keduanya. •:•

220 — Kado Perkawinan