CEMBURU YANG BAIK DAN YANG TERCELA

CEMBURU YANG BAIK DAN YANG TERCELA

Alangkah sengsara dan menderitanya kehidupan wanita yang pencemburu. Seorang wanita bijak berkata: "Aku pernah mendapati seorang teman yang banyak mengeluh, pencemburu, karena suaminya sering bepergian. Ia juga merasa cemburu ketika suaminya membuat janji dengan rekan kerja atau sedang menelpon atau sedang menulis surat atau sedang termangu dan tersenyum malu. Ia merasa yakin, bahwa dalam pikiran suaminya pada saat itu terdapat seorang wanita."

Isteri seperti ini tidak mampu mengendalikan nafsu dengan bijaksana dan menghilangkan kepercayaan dengan merugikan dirinya sendiri dari suami yang belum jelas kesalahannya. Rasa cemburu terkadang juga me- nimpa wanita maupun laki-laki yang seharusnya ditepis dengan cara men- cegah hal itu sebelum terjadi. Jika tidak, maka keadaan akan menjadi se- makin genting dan susah untuk dapat mengobatinya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman di dalam Al Qur'an:

"Dan untuk mereka di dalamnya terdapat isteri-isteri yang suci. " (Al Baqarah 25)

Imam Ibnul Qayyim berkata: "Maksud dari isteri-isteri yang suci ada- lah wanita-wanita yang suci dari haid, buang air kecil maupun besar serta berbagai jenis kotoran yang terdapat pada wanita-wanita di dunia. Sedang- kan jiwa (hati) mereka dibersihkan dari perasaan cemburu serta dari tindak- an yang menyakiti terhadap suami-suami mereka, berbuat jahat kepada

Cemburu yang Baik dan yang Tercela — 511 Cemburu yang Baik dan yang Tercela — 511

Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah itu memiliki sifat cemburu dan orang-orang mukmin juga memilikinya. Adapun rasa cemburu Allah ialah ketika melihat (mendapati) seorang hamba yang mengaku dirinya beriman melakukan sesuatu yang diharamkan oleh-Nya." (HR. Bukhari dan Nasa'i)

AI Manawi berkata di dalam kitab Al Faidh: "Wanita yang paling mulia dan yang paling luhur cita-citanya adalah mereka yang paling pencemburu. Maka orang mukmin yang cemburu pada tempatnya, sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh Rabbnya. Barangsiapa mempunyai sifat menyerupai dengan sifat-sifat Allah, maka sifat tersebut berada dalam genggaman tangan-Nya dan mendekatkan diri hamba kepada rahmat-Nya.

Kebanyakan dari kaum laki-laki (suami) mengharamkan rasa cemburu terhadap isteri dan keluarganya. Maka kita lihat mereka membiarkan isteri- isteri dan anak-anak serta saudara mereka berkeliaran dijalan-jalan, me- mamerkan perhiasan mereka, sehingga memberikan peluang bagi orang yang hendak menodai kehormatan dan berbuat kerusakan pada diri mereka.

Beliau Shallallahu 'Alaihi wa sallam bersabda: "Orang-orang mukmin itu pencemburu dan Allah lebih pencemburu."

(HR. Muslim) Dari Sa'ad bin 'Ubadah, ia berkata:

Dengan cinta itu pula sebuah kebahagiaan hidup seseorang akan terasa semakin sempurna (abadi).

Salah seorang penya'ir berkata: "Pandangan cinta meluruhkan segala kekurangan

Sebagaimana pandangan penuh kebencian akan melahirkan aib."

512 — Kado Perkawinan

"Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama isteriku, niscaya aku pukul ia dengan pedang pada bagian yang tidak tumpul (untuk membunuhnya). Maka Rasulullah berkata: Apakah kalian takjub akan kecemburuan Sa'ad, sungguh aku lebih cemburu daripada ia dan Allah lebih cemburu daripada aku." (HR. Bukhari, Muslim)

Abul Faraj menjelaskan di dalam kitabnya yang berjudul An Nira, bahwa Mu'awiyah berkata: "Ada tiga macam kemuliaan. Yaitu, sifat pemaaf, mampu menahan lapar dan tidak berlebihan di dalam memiliki rasa cemburu."

Lebih lanjut Abul Faraj berkata: "Kemudian orang-orang Arab men- cemoohkan perkataan Mu'awiyah dengan perkataan mereka 'tidak ber- lebihan dalam cemburu merupakan sebagian dari kemuliaan' dan aku (Abul Faraj) tidak melihat pada pendapat mereka itu satu cela. Karena, berlebih- lebihan itu merupakan hal melampaui batas dan merupakan suatu ke- zhaliman terhadap pasangannya."

Qais bin Zuhair tinggal bersama sebagian dari orang-orang Arab. Ia berkata kepada mereka: "Aku ini adalah tipe orang yang memiliki sifat pencemburu, orang yang cepat merasa bangga dan memiliki perangai yang kasar. Akan tetapi, aku tidak akan merasa cemburu, sampai aku melihat sendiri dengan mata kepalaku. Aku juga tidak merasa bangga, sampai aku berbuat sesuatu yang patut untuk dibanggakan. Serta aku tidak akan ber- laku bengis, sampai diriku dizhalimi (dianiaya)."

Bangsa Arab juga mencela pendapat yang dikemukakan oleh Qais bin Zuhair yang manyatakan: "Aku tidak merasa cemburu sebelum aku me- lihat." Aku (Abul Faraj) menyangka, bahwa pendapatnya itu adalah me- lihat kenyataan sebab, bukan kejadian.

Cemburu merupakan dasar perjuangan amar ma'ruf nahi munkar. Untuk itu, apabila tidak terdapat kecemburuan dalam hati seorang mukmin, maka sudah dapat dipastikan tidak ada dorongan untuk berjuang dan melakukan amar ma'ruf nahi munkar padanya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan sebagian dari tanda kecintaan-Nya untuk berjuang, sebagaimana firman-Nya:

Cemburu yang Baik dan yang Tercela — 513

"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya. Yang ber- sikap lembut terhadap orang-orang mukmin dan bersikap tegas ter- hadap orang-orang kafir, ytang berjihad dijalan Allah dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Dia kendaki dan Allah Maha Luas pemberian-Nya, lagi Maha Mengetahui." (Al Maa'idah 54)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

"Sesungguhnya kecemburuan itu ada yang disukai oleh Allah dan ada yang dibenci oleh-Nya. Adapun kecemburuan yang disukai ada- lah kecemburuan pada hal-hal yang pasti, sedangkan yang dibenci oleh-Nya adalah kecemburuan pada hal-hal yang tidak pasti." (HR. Ahmad dalam musnadnya, An Nasa'i dan Ibnu Hibban dengan status hasan)

Betapa agungnya pengarahan yang diberikan oleh hadits ini. Betapa banyak kecemburuan yang bodoh menurut ibarat diatas atau kecemburuan yang tidak jelas —sebagaimana yang didefmisikan oleh Rasulullah— men- jadi penyebab kesengsaraan sebuah keluarga.

Pernah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam terjaga pada suatu malam dan keluar menuju sebuah pemakaman yang terletak di dekat tempat tinggal beliau —Madinah— untuk memberikan salam kepada ahlil kubur yang tengah berbaring disana. Ketika pagi tiba, beliau menemui isterinya —'Aisyah— yang pada saat itu tengah mengeluh karena menderita sakit pada kepalanya. Lalu beliau menggoda 'Aisyah dengan mengajukan se- buah pertanyaan: Wahai isteriku, apabila engkau meninggal dunia lebih dahulu daripada aku, maka aku —suamimu— akan mengurus jenazahmu dengan memakaikan kain kafan, menshalati dan menguburkan jenazahmu. Dengan nada sedikit melengking 'Aisyah menjawab: Agar selain diriku — yakni isteri-isteri beliau yang lain— dapat merasakan kebahagiaan, se- mentara Allah mencambuk aku karena mempunyai perasaan seperti itu.

514 — Kado Perkawinan

Jika engkau mengatakan hal itu lagi, maka aku akan pulang ke rumah orang tuaku, agar engkau bisa leluasa menjalin kasih sayang dengan isteri- isterimu yang lain. Mendengar jawaban dari isterinya itu, beliau tersenyum dan terpancarlah kasih sayang yang lembut diwajah beliau (HR. Al Hakim).

Pernah juga Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya kepada 'Aisyah: "Apakah engkau pernah merasa cemburu? 'Aisyah menjawab: Bagaimana mungkin orang seperti diriku ini tidak merasa cemburu jika memiliki seorang suami seperti dirimu" (HR. Ahmad di dalam musnadnya dan Imam Muslim).

Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sampai di Madinah bersama Shafiyah —yang beliau nikahi di dalam perjalanan menuju Madinah, 'Aisyah berkata: Aku menyamar dan keluar untuk melihatnya. Akan tetapi, Rasulullah mengetahui apa yang sedang aku lakukan dan beliau berjalan kearahku. Maka aku pun bergegas meninggalkan beliau. Namun, beliau mempercepat langkahnya hingga menyusul aku. Kemudian beliau bertanya: Bagaimana pendapatmu tentang dirinya? 'Aisyah menjawab dengan nada sinis: Ia adalah wanita Yahudi, puteri seorang Yahudi (HR. Ibnu Majah dan Al Hafizh Ad Damsyiqi di dalam A/Murafa'at, sebagaimana diriwyatkan pula oleh Ath Thabrani di dalam Manaqib Ummahaat Al Mukminin).

Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, ia berkata: "Pernah suatu malam Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ada bersamaku dan beliau pada saat itu mengira aku telah tertidur. Maka beliau keluar dan aku pun mengikuti jejak langkah beliau. Sungguh aku ('Aisyah) mengira, bahwa beliau pergi untuk menemui isterinya yang lain, hingga beliau sampai pada suatu tempat pe- makaman. Lalu beliau pun berbelok dan aku pun mengikutinya. Beliau mempercepat langkahnya dan aku pun mempercepat langkahku. Kemudian beliau bergegas kembali menuju rumah dan aku pun berlari agar dapat mendahuluinya menuju rumah. Setelah beliau memasuki rumah, maka beliau pun bertanya mengapa nafasku terengah-engah seperti seorang yang menderita penyakit asma sedang mendaki suatu bukit? Aku pun mencerita- kan kejadian yang sesungguhnya kepada beliau, bahwa tadi aku mengikuti ke mana belaiu pergi. Beliau pun bertanya: Apakah engkau mengira bahwa Allah dan Rasul-Nya akan menganiaya engkau? (Hadits ini di tulis secara ringkas, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim). ‡

Cemburu yang Baik dan yang Tercela — 515

Bab 16

sebelum terjadi

malam pertama

Ebook creator : Yoga Permana , 12/8/2007