BAHAYA MENYERAHKAN PENDIDIKAN ANAK PADA PIHAK YANG TIDAK BAIK

BAHAYA MENYERAHKAN PENDIDIKAN ANAK PADA PIHAK YANG TIDAK BAIK

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

"Setiap bayi terlahir dalam keadaan fitrah (Islam) dan kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Majusi, Yahudi atau Nashrani." (HR. Bukhari dengan sanad sahih)

Dalam kesempatan ini, penulis menukil keterangan DR. Abdul Halna Mahmud, seorang guru besar pada Universitas Al Azhar Kairo, Mesir, me- lalui penelitiannya tentang kongres yang di adakan oleh para dosen ber- kebangsaan Yahudi (Israel) pada Universitas Paris dan lainnya. Yaitu, bahwa mereka ingin menghancurkan keimanan para mahasiswa yang tengah belajar di Universitas-Universitas dimaksud. Semua itu mereka lakukan dengan cara mendirikan sebuah fakultas filsafat, menulis kitab-kitab filsafat dan menguji serta membandingkan apa yang dinamakan dengan filsafat Islam versi mereka. Walau sebenarnya mereka telah tahu, bahwa ajaran Is-lam — dalam bidang filafat— terbebas dari kesesatan, kekufuran dan ke- munafikan, sebagaimana juga diterangkan oleh Al Ghazali di dalam risalahnya yang berjudul Al Falsafah wa Al Haqiqah.

Pada saat awal penulis kuliah di Universitas Paris, Prancis, penulis mempelajari ilmu sosial, psikologi, etika dan sejarah agama. Bidang kajian tersebut diajarkan oleh para dosen (bertitel Profesor) yang beragama Yahudi

408 — Kado Perkawinan 408 — Kado Perkawinan

Kajian dimulai dengan mendengarkan perbedaan pendapat dalam per- kembangan agama-agama, perbedaan pendapat dalam penafsiran tentang ke- Nabian dan di akhiri dengan kesimpulan dasar tentang topik bahasan. Dalam berbagai pendapat yang berbeda-beda ini tidak terdapat pembicara-an yang mengarah pada pernyataan, bahwa suatu agama itu pada awalnya berasal dari 'langit' dan para Nabi adalah sebagai perantaranya. Tidak pula mengkritik tentang wahyu dan bukti-bukti ke-Nabian serta menolak pen- dapat-pendapat yang menyatakan tentang kesesatan suatu agama.

Jika terus kita simak keterangan yang diberikan oleh para dosen di sana, maka kita pasti akan menjadi bimbang. Ini hanyalah pernyataan seorang saja dari berpuluh-puluh tenaga pengajar pada berbagai bidang kajian lain disana, yang cenderung untuk larut dalam arus materialisme. Beberapa Universitas —yang mempunyai tujuan sama— di Eropa hanya membatasi ilmu-ilmu tersebut sebatas difmisi semata, sebagai kaidah yang berdasarkan pada hipotesa dan analisa. Pembatasan ini juga terjadi pada bidang psi-kologi dan sosiologi serta segala realitas yang tampak dijagad raya ini. Juga pada diri seseorang. Begitu pula dengan sejarah agama-agama. Esensi dari berbagai disiplin ilmu tersebut, berikut cabang-cabangnya merupakan se-buah jembatan bagi sampainya para pelajar di sana kepada kekufuran.

Agama mempunyai perkembangan kemanusiaan secara sosiologis. Begitu juga dengan apa yang disebut sebagai kebenaran dan manusia ter- kondisikan pada dua jalan kehidupan, yaitu yang mereka namakan kemu- liaan serta jalan kehidupan lain yang meraka sebut sebagai kehinaan.

Dengan demikian, pelajaran agama dan etika hanya terfokus pada per- tumbuhan dan realitas, sementara faktor perkembangan agama hanyalah berperan menjelaskan hal yang tampak (muncul) pada suatu masyarakat. Realitas yang dimaksud pada kajian ini hanyalah ungkapan yang bersifat relatif, berubah dan tidak konsisten pada satu keadaan, seperti kenyataan yang ada dilapangan. Berbagai pemikiran seperti ini terjadi pada setiap cabang ilmu. Dapat ditemui pada sosiologi, psikologi, etika, sejarah agama serta cabang-cabangnya .

Seorang pemuda yang baru pindah dari jenjang pendidikan menengah ke jenjang pendidikan tinggi akan sangat terpengaruh oleh pemikiran para dosen seperti mereka. Para tenaga pengajar di sana berusaha untuk me-

Bahaya Menyerahkan Pendidikan Anak Pada Pihak yang Tidak Baik — 409 Bahaya Menyerahkan Pendidikan Anak Pada Pihak yang Tidak Baik — 409

Oleh sebab itu, banyak kita jumpai mahasiswa alumni Eropa meman- dang sepele terhadap akidah serta nilai-nilai keagamaan lainnya. Pada ting- katan selanjutnya mereka akan mengingkari existensi agama. Atau setidak- tidaknya menganggap iman yang sempurna merupakan hal yang tidak banyak manfaatnya serta tidak mempengaruhi proses perjalanan hidup manusia di bumi ini.

Penulis berusaha untuk bersikap membatasi segala sesuatu yang ber- kaitan dengan materi-materi tersebut diatas. Akan tetapi, Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan petunjuknya kepada diri penulis guna men-tabayyuni tentang nilai-nilai pemikiran para dosen dalam memberikan materi tersebut.

Penulis memulai membedakan dua sisi mengenai ilmu. Pertama, sisi materialis (eksakta) seperti kedokteran, ilmu alam dan kimia. Ilmu-ilmu semacam ini didasarkan pada eksperimen dan tidak bertentangan. Kedua, sisi pengetahuan agama, etika dan sosiologi. Penulis mengkaji sejarah agama, dimana pada saat-saat pertama telah penulis jumpai berbagai macam per- bedaan. Setiap pakar yang ada mengkritik para pakar sebelumnya dan begitu seterusnya.

Tidak diragukan lagi, bahwa setiap dosen yang mengajar di sana saling mengkritik satu sama lain didalam mempertahankan pendapat mereka. Salah seorang mahasiswa Yahudi terkemuka yang bernama Levi Browl mengambil metode itu dengan menerapkan ilmu sosial dan etika tersebut kedalam kitab karangannya yang berjudul Al Akhlaq wa Ilmul 'Aadat. Karya Levi Browl ini merupakan contoh bagi sosok yang sombong akan usahanya didalam menghancurkan nilai-nilai dan setiap tuntutan.

Ketika penulis berpikir tentang pertentangan pendapat atau sikap saling menghancurkan yang tengah terjadi, maka dalam hati penulis berkata — aku tujukan kepada para dosen—, bahwa mereka akan dihancurkan oleh para pakar se zaman dan oleh para pakar pada generasi berikutnya.

Akan tetapi, dalam mensikapi pendapat mereka yang menyesatkan pe- nulis berpegang pada keyakinan yang sudah mantap. Penulis berkata ke- pada diri sendiri: "Kalaulah akhlak itu bersifat nisbi, apakah akan datang suatu masa dimana kita berkeyakinan bahwa kejujuran adalah hina, ke- beranian adalah hal buruk dan menjauhkan diri dari dosa adalah kejahat- an?" Hati nurani penulis tidak bisa membenarkan akan hal tersebut.

410 — Kado Perkawinan

Dalam bidang aqidah penulis juga bertanya-tanya kepada diri sendiri: "Apakah akan datang suatu masa dimana kita sudah tidak lagi percaya akan ke-Esaan Allah, juga tidak pada kehendak dan kebesaran ilmu-Nya. Sungguh nurani penulis tidak bisa menerima hal itu."

Penulis —pada saat itu— selalu berusaha untuk mengkritik diri sendiri dengan mengemukakan, bahwa mereka adalah golongan yang berjalan di- atas suatu jalur yang tiada berakhir pada satu tujuan. Lalu penulis bertanya- tanya: Apa sebenarnya yang menjadi tujuan hidup mereka? Namun, penulis tidak mendapatkan jawabannya. Akan tetapi, penulis sadar, bahwa hal ter- sebut adalah cara-cara orang Yahudi yang mereka gambarkan setelah me- lakukan kegiatan intelektual yang panjang. Lalu berusaha untuk menerap- kannya dengan berbagai sarana dan metode, yakni dengan cara menyusup- kan keragu-raguan dalam nilai-nilai tuntunan aqidah dan etika.

Cara-cara semacam ini di tempatkan didalam berbagai bidang untuk menghancurkan masyarakat yang tidak sepaham dengan mereka dari segi akhlak dan agama. Mereka membangun sistem perekonomian kapitalis dan menanamkan konflik diantara berbagai bangsa. Hasil yang ingin dicapai adalah seperti apa yang tengah kita saksikan pada saat ini, yaitu bahwa masyarakat dunia telah merasa penuh dengan kecurigaan —antar sesama— dan fitnah (kerusakan) yang terjadi di mana-mana. Hal tersebut merupakan cara mereka untuk dapat menguasai dunia.

Bangsa Yahudi (Israel) mempunyai target menguasai dunia. Mereka menghancurkan nila-nilai luhur yang ada pada setiap bangsa hingga ma- syarakat pada bangsa-bangsa tersebut tidak lagi memiliki kekuatan aqidah maupun akhlak. Untuk tujuan tersebut, mereka merekayasa segala sesuatu- nya —khususnya dalam dunia pendidikan tinggi—, agar mereka menjadi terkemuka pada setiap Universitas yang ada di dunia ini dalam bidang sosiologi, psikologi, etika, sejarah agama dan filsafat. Tidaklah mudah bagiku ditengah-tengah kajian tersebut untuk berpegang teguh pada norma- norma agama yang mana saya tumbuh dengannya. Kalaulah bukan karena pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka pastilah penulis saat ini telah menjadi salah seorang dari mereka yang belajar diperguruan tinggi Eropa, lalu keluar dari sana dalam keadaan hancur norma-norma agama yang mulia pada diri penulis.

Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu menjelaskan secara ringkas mengenai konsep hidup ini, dimana seolah beliau hanya mengatakan satu kata, yaitu I'jaz (ikutilah). Ia (Ibnu Mas'ud) berkata: "Ikutilah, janganlah membuat hal-hal yang baru. Sungguh sudah cukup yang ada itu bagimu."

Ucapan tersebut adalah suatu ungkapan kebenaran yang sangat sarat makna. Akhir ucapan itu menjadi bukti bagi awal ucapan dan larangan

Bahaya Menyerahkan Pendidikan Anak Pada Pihak yang Tidak Baik — 411 Bahaya Menyerahkan Pendidikan Anak Pada Pihak yang Tidak Baik — 411

Untuk itu, janganlah kalian berbuat bid'ah, karena sungguh telah cukup bagi kalian perangkat hidup yang telah disediakan oleh pencipta manusia (yaitu Allah). Sesungguhnya orang-orang yang senang membuat hal-hal baru —dalam urusan agama— itu adalah mereka yang merasa kurang me- miliki bimbingan dalam hidup. Akan tetapi, perasaan mereka itu tidak lagi beralasan setelah Allah menyempurnakan agama dan nikmat pemberian- Nya. Karenanya, tidak diperbolehkan lagi adanya hal-hal baru (bid'ah) dalam urusan agama.

Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah memberikan kecukupan ke- pada kita mengenai segala perangkat untuk dapat memahami dan melak- sanakan perintah serta menjauhi larangan agama. Jadi, sudah cukup rasanya apabila kita hanya mengikuti saja. Tiada jalan lain bagi kita kecuali meng- ikuti —I'Jaz—•

Sangat di sayangkan, bahwa setelah Doktor tersebut menetapkan ke- wajiban mengikuti, ia sendiri menyimpang dalam risalahnya dan memilih metode pendekatan diri kepada Allah degan cara yang bathil. Hal tersebut merupakan bid'ah yang sangat berbahaya, yang dimasukkan ke dalam ajar- an Islam dan dapat membingungkan pikiran kaum muslimin. •:•

412 — Kado Perkawinan