ISTERI-ISTERI PARA PEMIMPIN
ISTERI-ISTERI PARA PEMIMPIN
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman didalam Al Qur'an:
" Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, jika mereka meng- inginkan kehidupan dunia dan segenap perhiasannya, maka marilah agar aku (Nabi) berikan kepada kalian (para isteri) mut'ah (pem- berian) dan aku ceraikan kalian dengan cara yang baik. Apabila kalian lebih menghendaki keridhaan Allah dan Rasul-Nya serta ke- bahagiaan negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa saja yang berbuat baik diantara kalian pahala yang besar. Wahai isteri-isteri Nabi, siapa saja diantara kalian yang mengerja- kan perbuatan keji secara nyata, niscaya akan dilipat gandakan siksaan kepada mereka —dua kali lipat—. Adalah yang demikian itu mudah bagi Allah. Sedangkan bagi siapa diantara kalian (isteri-isteri Nabi) berbuat taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta mengerja-kan amal shalih, niscaya Kami (Allah) akan memberikan kepadanya
324 — Kado Perkawinan
pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rizki yang mulia. (AlAhzab 28-31)
Meskipun ancaman ini ditujukan kepada keluarga Nabi, namun para sufi dan beberapa tokoh ulama lain yang lemah pendapatnya mengatakan: "Bahwa sesungguhnya para pemuka dari keluarga beliau (Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam) terbebas dari semua ancaman tersebut. Ini merupakan pendapat yang keliru. Sedangkan yang benar, sesuai dengan pernyataan ayat tersebut adalah, bahwa mereka (keluarga beliau) akan mendapatkan siksaan yang berlipat ganda atas perbuatan munkar yang mungkin mereka lakukan. Karena, mereka itu menjadi publik figur dan menjadi suri tauladan."
Telah berkata Imam Asy Syaukani Rahimahullah didalam kitab Al Fath yang menolak anggapan mereka yang salah ini.Sedangkan penulis ber- pendapat: "Tidak diragukan lagi, bahwa keluarga Nabi yang suci memiliki berbagai keistimewaan, keutamaan dan kebajikan yang tidak dimiliki oleh orang (keluarga) yang lain. Dimana telah datang ayat-ayat dari Al Qur'an dan hadits-hadits Nabi sendiri yang merupakan saksi atas mereka dengan apa yang Allah khususkan kepada mereka dari kemuliaan dan kehormatan."
Adapun pendapat yang menghilangkan hukuman dari perbuatan mak-siat mereka dan menyatakan bahwa mereka terbebas dari hukuman atas segala apa yang telah mereka lakukan dari perbuatan dosa, maka pendapat semacam itu adalah pendapat yang salah dan tidak mempunyai dasar hukum yang dapat dibenarkan. Begitu juga tidak benar jika dalam masalah ini disandarkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan tidak juga berasal dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Semua yang dilansir oleh ulama yang jelek perbuatannya itu, yang hanya ingin mencari muka terhadap pemimpin-pemimpin dari keluarga Nabi, maka itu semua tidak dapat dibenarkan, sebab hal tersebut dibuat-dibuat atau menyimpang dari dasar hukum yang sebenarnya telah di tentukan. Sekalipun masalah yang diduga itu disandarkan kepada firman Allah Sub-hanahu wa Ta'ala yang artinya: "Dan berilahperingatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. " Karena, ayat ini bukanlah bertujuan untuk itu.
Jika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berpesan kepada Fatimah Az Zahra yang merupakan puteri kandungnya sendiri untuk beramal, karena dirinya tidak dapat menolong Fathimah di hadapan Allah kelak, maka semoga ucapan ini yang ditujukan khusus kepada puteri seorang Nabi yang dikhususkan oleh Allah dengan apa-apa yang tidak dikhususkan ke-pada selainnya, akan mengingatkan para ulama yang buruk persepsinya itu dan sekaligus dapat mengurangi jumlahnya.
Isteri-isteri Para Pemimpin — 325
Belum cukup dengan menyebarluaskan kebohongan semacam itu, mereka juga menghasut orang-orang Islam untuk percaya terhadap apa yang mereka katakan: "Bahwa sesungguhnya kecintaan kita terhadap ke- luarga Nabi itu dapat menghapuskan dosa dari perbuatan maksiat yang telah kita lakukan." Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, dimana mereka tidak mengatakan sesuatu kecuali dusta dan tidak tertutup dalam kemungkinan yang salah ini suatu keberanian untuk me- lakukan perbuatan maksiat kepada Allah.
Apabila khalifah Umar bin Khaththab melarang seseorang dari berbuat suatu tindak kemaksiatan terhadap Allah, maka beliau mengumpulkan orang tersebut beserta keluarganya seraya berkata: "Sesungguhnya Allah telah melarang manusia dari perbuatan ini dan itu. Untuk itu, jika mereka (orang lain) melihat kalian berbuat demikian, maka layaknya seperti burung me- lihat daging. Artinya, jika kalian melakukan hal itu, maka mereka pun akan berbuat hal yang sama dengan apa yang telah kalian lakukan. Begitu pula jika kalian merasa takut untuk melakukannya, maka Insya Allah mereka pun akan merasa takut untuk melakukannya. Demi Allah, sungguh aku tidak akan mendatangi salah seorang diantara kalian yang masih melaku- kan apa yang telah dilarang oleh Allah, kecuali aku lipat gandakan baginya hukuman. Maka barangsiapa yang ingin mencoba, silahkan maju atau mundur (Ibnul Jauzy, hal. 206 dan Ibnu Sa'd, hal. 1/207).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman didalam Al Qur'an: "Wahai isteri-isteri Nabi, kalian tidaklah seperti wanita-wanita lain,
jika kalian bertaqwa. Untuk itu, janganlah kalian tunduk (melembut- kan) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit didalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik. Juga hendaknya kalian tetap berada didalam rumah dan janganlah kalian
326 — Kado Perkawinan 326 — Kado Perkawinan
Ibnu Katsir berkata: "Arti dari kata tunduk pada ayat ini adalah, hendak- nya apabila seorang wanita berbicara kepada laki-laki yang bukan muhrim- nya tidak menggunakan kalimat yang dapat menimbulkan keberanian lawan bicaranya itu untuk berbuat sesuatu yang tidak baik terhadapnya. Atau janganlah seorang wanita itu berbicara kepada orang lain yang bukan muhrimnya sebagaimana ia berbicara kepada suaminya sendiri."
Adapun mengenai firman Allah yang artinya dan hendaklah kalian tetap berada didalam rumah, Ibnu Katsir berkata: "Pada waktu berada didalam rumah, janganlah kalian (isteri-isteri Nabi) keluar rumah tanpa adanya kebutuhan yang sangat mendesak, yang tidak dapat di wakilkan." Ibnu Katsir berkata lagi: "Sedangkan kebutuhan yang diperbolehkan adalah seperti keluar dari rumah untuk melaksanakan shalat ke masjid, akan tetapi tetap dengan memberlakukan beberapa syarat yang harus dipenuhi." Se- bagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang artinya: "'Janganlah kalian melarang budak-budak Allah untuk pergi ke masjid dan hendaknya mereka keluar (dari dalam rumah)."
Adapun syarat dimaksud adalah meninggalkan untuk memakai we- wangian dan perhiasan lainnya secara berlebihan. Dalam suatu riwayat dikatakan: "Dan rumah-rumah mereka (para isteri) adalah tempat yang lebih baik bagi mereka."
Di dalam rumah, hendaknya seorang wanita (isteri) membiasakan diri untuk menuntut ilmu yang bermanfaat. Seperti mengkaji apa yang ter- kandung didalam Al Qur'an, hadits dan juga dasar-dasar pendidikan Islam lainnya. Kesemuanya itu akan sangat bermanfaat, utamanya sebagai bekal untuk menghadapi lahirnya generasi yang akan datang.
Dalam sebuah sya'ir dikatakan: "Barangsiapa yang datang bagiku
Dengan mendidik isterinya Maka sungguh ia merupakan kegagahan bagi negeri Timur."
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman didalam Al Qur'an:
Isteri-isteri Para Pemimpin — 327
"Allah membuat isteri Nabi Nuh dan isteri Nabi Luth sebagai per- umpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih diantara hamba-hamba Kami (Allah). Lalu kedua isteri tersebut berhianat kepada kedua suaminya. Maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari siksa Allah dan dikatakan kepada keduanya: Masuk- lah ke neraka bersama orang-orang yang masuk neraka. Allahjuga membuat isteri Fir'aun sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: Ya Rabb, bangunlah untukku se-buah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun serta perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim." (At Tahrim 10-11)
Dalam tafsir Ibnul Jauzy dijelaskan, bahwa kata perbuatannya mem- punyai dua makna (pendapat), diantaranya: "Bahwa kata tersebut merupa- kan kumpulan atau gabungan dari perbuatan dimaksud. Sedang makna menurut pendapat yang kedua adalah: Agama atau kesyirikan yang di- lakukan oleh suami dan para pengikutnya."
Ketika pertama kali wahyu Allah diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam di gua Hira', beliau kembali ke rumah dengan tubuh gemetar, sehingga beliau mendatangi Khadijah binti Khuailid seraya berkata kepadanya: "Selimutilah aku, selimuti aku." Kemudian Khadijah menyelimutinya sehingga hilang rasa takut pada diri beliau. Setelah itu, Rasulullah memberitahukan kepada Khadijah suatu kabar yang membuat beliau merasa takut pada diri sendiri. Khadijah pun berkata (untuk mem- berikan dukungan moril guna menenangkan hati suaminya): "Jangan, sekali- kali janganlah engkau merasa seperti itu. Demi Allah, Dia (Allah) tidak akan membuat engkau hina! Sesungguhnya engkau benar-benar telah memenuhi perintah-Nya dan membenarkan apa yang telah diturunkan oleh-Nya. Oleh itu, laksanakanlah semua apa yang telah engkau peroleh, se-
328 — Kado Perkawinan 328 — Kado Perkawinan
Betapa mulianya hati Khadijah Radhiyallahu 'Anha dan betapa besar- nya peranan seorang isteri dalam masalah ini. Bahkan seluruh potensi yang ada pada dirinya diserahkan kepada suami tercinta, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, sejak dari kesabaran, kedermawanan, pengorbanan dan keberaniannya yang menjadikan kesuksesan serta kebanggaan menjadi nyata bagi sang suami.
Dalam hubungannya dengan pembahasan mengenai masalah ini, sungguh sangat disayangkan bahwa tidak banyak menyentuh hati dari kebanyakan para isteri, kecuali mereka hanya membayangkan harta yang melimpah, popularitas yang meluas, kebahagiaan hidup diatas penderitaan banyak orang, banyaknya pelayan, rumah-rumah yang mentereng dan mahal serta pakaian-pakaian yang mewah.
Apalah artinya kebanggaan semacam itu. Sesungguhnya terlalu berlebih- lebihan dalam urusan duniawi hanyalah akan menjadikan seseorang ter- belenggu didalam fantasinya. Sedangkan kebanggaan yang hakiki adalah berjuang di jalan Allah, berpartisipasi dalam perbaikan, pembaruan, dengan segenap keberanian dan pengorbanan, memecahkan kesulitan, menanggung penderitaan yang kadang terjadi akibat buruknya reputasi serta menjauhkan diri dari orang-orang bodoh dan dari mereka yang sudah kacau pikirannya, juga dari penyiksaan orang-orang yang zhalim dan para diktator.
Wahai isteri-isteri para pembesar, bersekutulah dengan mereka yang memperjuangkan kedermawanan, kesabaran dan pengorbanan, agar kalian dapat ikut merasakan penderitaan mereka yang berada dalam kemiskinan dan kesusahan hidup.
Ada sebuah ilustrasi yang mengatakan, bahwa dibalik seorang laki-laki yang besar (sukses) itu terdapat saeorang wanita yang besar pula (yang ber- fungsi sebagai pendukung). Ilustrasi seperti ini benar adanya. Karena, sang wanita akan memberikan dorongan moril dan memperingan penderitaan yang di alami oleh laki-laki, juga membuka jalan untuk maju. Begitu pula dalam segi ketentraman hati di rumah, pendidikan anak-anak maupun dari segi kepemilikan harta dan kemuliaannya.
Sebaliknya, dapat pula disimpulkan bahwa dibalik setiap laki-laki yang tidak sukses terdapat wanita yang tidak berpendidikan. Sesungguhnya malapetaka yang pernah terjadi pada masa lalu timbul dari kebodohan wanita, sedangkan pada masa sekarang malapetaka itu justru timbul dari wanita yang berpendidikan tinggi, akan tetapi menyimpang. Menurut ke- biasaan, pendidikan semacam inilah yang banyak ada pada —pendidikan wanita— masa kini. Semua ini sangat disayangkan.
Isteri-isteri Para Pemimpin — 329
Jika masih ada wanita muslimah pada masa kini yang senang membuat tahayul dan mencemaskan sesuatu tanpa mau terlebih dahulu menggunakan akalnya, maka sungguh telah menimpa pada dirinya kebohongan yang sangat dan pada otaknya jelas-jelas telah di penuhi dengan kegelisahan dan kebencian terhadap segala sesuatu yang bersumberkan pada ajaran yang di tuntunkan oleh Islam. Seolah-olah, ia merupakan sebuah lempengan barang tambang yang mengupayakan kemandegan tradisi Islam.
Ada seorang penya'ir Arab yang benar-benar telah melihat pada zaman dahulu, bahwa jika bencana yang terbesar adalah penyamaran seseorang pada rasa dan akalnya, maka ia akan cenderung untuk melihat baik ter- hadap segala sesuatu yang tidak baik. Karena sesungguhnya bencana yang terbesar itu juga terdapat pada seorang wanita muda yang berpendidikan ketika melihat sesuatu yang jelek berubah menjadi baik.
Oleh karena itu, akhlak Islamnya menjadi buruk dan tradisi orang- orang Jahiliyah berpengaruh melalui pendidikannya yang menyimpang, yang digambarkan baginya sebagai orang-orang yang membawa kabar gembira, sedangkan yang sesungguhnya mereka itu adalah para orientalis yang hendak menghancurkan Islam. Sungguh ke-Islamannya akan me- luncur mundur dan mengalami keterpurukan. Yang menjadi korbannya adalah anak-anaknya dan orang-orang (para pengikutnya) yang berada di belakangnya. Bagi orang-orang Barat dan falsafah yang terdapat pada sisi mereka, keruntuhan pemikiran umat Islam seperti itu sesuai dengan apa yang direncanakan oleh para pemikir dan pembesar mereka.
Orang yang senantiasa berburuk sangka kepada ajaran Islam tidak akan menyadari, bahwa sesungguhnya pendidikan yang sangat mendasar bagi wanita menurut apa yang telah diajarkan oleh Islam merupakan seruan untuk memeluk Islam secara utuh. Walau demikian, Islam tetap melarang pemeluknya untuk mengenyam pendidikan yang menyimpang. Disamping itu, Islam juga menjelaskan bahwa kebodohan juga merupakan bahaya yang sangat mendasar.
Faktor inilah yang mengeluarkan wanita-wanita Barat dari rumah-rumah mereka dengan tidak memperdulikan pendidikan anak-anak dan mening- galkan mereka (anak-anak) di jalan-jalan untuk menjadi penyemir sepatu, kuli angkut, penyapu jalanan serta membersihkan toilet-toilet umum dan menjadi pelacur-pelacur kecil, yang makan hanya sekali dalam sehari. Apa- kah kita mau menjadikan keluarga semacam itu sebagai contoh (panutan) bagi keluarga kita? Sedang mereka sendiri tengah menangis dan meratapi kemalangan yang telah menimpa keluarga mereka.
Asma' binti Abu bakar adalah termasuk wanita pertama yang ditugas- kan oleh bapaknya untuk menangani beberapa perkara penting menjelang
330 — Kado Perkawinan 330 — Kado Perkawinan
Sejarah Islam juga telah mencatat kedudukan sulit yang tidak ada tan- dingannya dalam kehidupan Asma', yang terjadi pada saat didatangi oleh anaknya, yaitu Abdullah bin Zubair di sela-sela pemberontakannya me- lawan Bani Umayyah di Hijaz, dimana mereka mengirimkan kepadanya Hajjaj dengan bala tentara yang besar untuk membunuhnya. Lalu Abdullah mendatangi ibunya (Asma'), dimana pada saat itu ia telah ditinggalkan oleh para pendukungnya. Tepatnya setelah melewati masa peperangan yang pahit dan panjang. Maka ia meminta persetujuan kepada ibunya dengan bertanya: "Wahai ibu, orang-orang telah menghinaku sampai kepada anak dan keluargaku serta tidak tersisa bersamaku kecuali sedikit dari orang yang tidak mempunyai perlawanan melebibi dari kesabaran yang sebentar. Sementara Bani Umayyah menawarkan kepadaku apa yang aku inginkan dari kenikmatan dunia ini, maka bagaimana pendapatmu?"
Ibunya (Asma') menjawab: "Wahai anakku, engkau telah memasuki Islam dan berhijrah dengan sukarela (tanpa adanya intimidasi, paksaan). Sungguh engkau adalah anak yang berasal dari satu bapak, sebagaimana engkau juga merupakan anak dari satu ibu, maka aku tidak pernah meng- hianati bapakmu dan tidak juga membuat cacat harga diri dan keturunan- mu. Wahai anakku, demi Allah, engkau lebih mengetahui tentang dirimu sendiri. Kalau engkau yakin dalam kebenaran dan engkau menyeru kepada- nya (kebenaran), maka lakukan apa yang menurutmu itu benar. Sungguh saudara-saudaramu telah terbunuh karena berusaha untuk mempertahankan kebenaran itu. Jika tujuanmu adalah dunia, maka engkaulah sejelek-jelek- nya hamba. Karena engkau telah mencelakakan dirimu sendiri dan orang- orang yang terbunuh (syahid) bersamamu. Kalau engkau berkata, bahwa engkau berada diatas kebenaran dan ketika saudara-saudaramu lemah, lalu engkau pun ikut lemah, maka ini bukanlah pekerjaan orang-orang merdeka dan ahli agama. Berapa lama engkau akan hidup di atas dunia ini? Maka
hteri-isteri Para Pemimpin — 331 hteri-isteri Para Pemimpin — 331
Abdullah bin Zubair berkata: "Sungguh aku takut jika nanti aku ter- bunuh, maka mereka akan menyamar sebagai diriku." Ibunya berkata: "Wahai anakku, sesungguhnya seekor kambing tidak akan berubah kulitnya setelah mati. Sang ibu berkata kepadanya: Besok pagi, kalau engkau masih diberi umur panjang dengan izin Allah, maka berangkatlah memerangi musuh dengan penuh waspada dan jika engkau melihat peperangan telah menyingsing, maka hadapilah kesukaranmu. Karena engkau akan ber- untung dengan kekekalan dan kehormatan."
Tatkala fajar mulai menyingsing dan menunjukkan cahayanya. Maka Abdullah keluar menuju markas dengan segera dan melanjutkan berperang hingga diantara kaum muslimin banyak yang terbunuh. Ketika berita me- ngenai para pejuang yang syahid itu sampai ke telinga sang ibu (Asma'), maka ia pun berdo'a: "Segala puji hanya bagi Allah yang telah memuliakan aku dengan terbunuhnya mereka. Aku berharap, bahwa nantinya aku akan dikumpulkan oleh Allah bersama mereka dalam lindungan rahmat-Nya. Beberapa hari setelah peristiwa itu ibunya pun meninggal dunia. Beginilah hendaknya para ibu berperilaku. Penulis disini hanya mengingatkan akan ayat-ayat Allah yang berisikan janji pahala yang besar bagi orang-orang yang sabar.
Jika kita ingin memastikan cepatnya pengaruh pendidikan Islam kepada anak-anak kita, maka hendaknya kita merenungkan dalam kisah ini dan juga kisah isteri para sahabat pada zaman Jahiliyah —-sebelum masuk Islam—. Seperti cerita tentang Jaz'ah yang meratapi dan menangisi ke- matian anaknya secara terus-menerus, sehingga matanya menjadi buta karena membengkak. Lalu di manakah letak ketabahannya jika dibanding- kan dengan keberanian yang dimiliki oleh anaknya atas perjuangan dan kecintaannya pada mati syahid. Kemudian ia berusaha untuk bersabar se- telah meninggalnya sang anak, bahkan ia memuji nama Allah atas kemulia- an yang telah diberikan oleh-Nya kepada sang anak dengan mati syahid.
Dengan tauladan yang diberikan oleh ibu seperti ini, maka telah ter- capai kemenangan yang nyata bagi generasi muslim. Untuk itu, hendaknya para ibu masa kini juga mengambil pelajaran dan pendidikan yang agung dari para syahid serta ketabahan yang dimiliki oleh para isteri sahabat yang di tinggal mati oleh suami mereka.
Penulis mengatakan akan hal ini, bersamaan dengan pengetahuan yang ada pada sisi penulis, bahwa Abdullah bin Zubair berijtihad pada waktu
332 -— Kado Perkawinan 332 -— Kado Perkawinan
Berbicara mengenai isteri-isteri pemimpin, penulis ingin memberikan dua buah ilustrasi penting yang disebutkan oleh Allah didalam dua ayat berikut ini:
Pertama, isteri dua orang dari para utusan Allah, yaitu Nabi Nuh dan Nabi Luth 'Alaihimassalam dan peranan mereka berdua terhadap da'wah Islamyang mereka sampaikan. Yaitu, suatu keadaanyang sebagaimana di- ketahui datang dari diri sang isteri ketika menentang suami didalam meng- upayakan usaha ishlah.
Kedua, isteri seorang diktator besar bernama Fir'aun, yaitu 'Asiah, pada saat ia menyaksikan perbuatan suaminya yang sudah jauh menyim- pang dan mengingkari adanya Allah serta mendustakan ke-Nabian Musa 'Alaihissalam. Sementara ia ('Asiah) sendiri mengimani dengan segenap keyakinannya atas apa yang dibawa oleh Nabi Musa sebagai da'wah yang benar dan membangun. Hanya saja, ia mendapatkan tekanan dan intimidasi dari suaminya, Fir'aun.
Fir'aun memasung kedua tangan dan kaki isterinya dengan empat buah pasungan. Ketika semua orang meninggalkan 'Asiah, malaikat melindungi- nya. Dalam keadaan terjepit ia berdo'a: "Ya Allah, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga serta selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya. Juga selamatkan aku dari orang-orang yang berbuat zhalim." Maka Allah pun dengan segera menunjukkan kepadanya sebuah rumah di surga (ia dipanggil menghadap kepada-Nya, meninggal dunia).