MENGANGKAT HARKAT WANITA

MENGANGKAT HARKAT WANITA

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman didalam Al Qur'an: "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajib-

annya menurut cara yang ma'ruf. Sementara suami mempunyai satu tingkatan yang lebih daripada isterinya."

Islam telah menyerukan kepada pemeluknya agar senantiasa menjaga kemuliaan wanita. Karena ia merupakan isteri, calon ibu, teman hidup dan belahan hati pria. Oleh sebab itu, janganlah ia (wanita) memberikan ke- sempatan kepada pria yang hanya ingin bersenang-senang pada sebagian waktunya dan kemudian membuangnya. Juga janganlah menikah kecuali dengan laki-laki yang mencintai dan dicintainya serta bisa dijadikan se-bagai patner yang memiliki jiwa mulia serta membantu dalam segala hal, bukan hanya untuk bersenang-senang saja. Berbagai penghinaan yang ter-jadi pada kaum wanita —terutama dijazirah Arab pada saat itu— sebelum Islam datang telah dilenyapkan dengan kedatangannya.

Al Ustadz Muhammad Al Ghazali berkata didalam kitabnya yang ber-judul Rakaiz Al Iman Bayna Al 'Aqlu wa Al Qalbu: "Bahwa Islam adalah agama yang agung, rahmatnya telah menyentuh wanita dan melindunginya dari kelaliman (kekejaman) para pria. Membebaskan nilai-nilai kemanusia-annya, baik jiwa maupun raga, yaitu pada saat disediakan untuknya bekal ilmu pengetahuan. Menjaga hak-hak materinya yang tidak bisa dihilangkan oleh monopoli keluarga atau orang-orang yang dianggap asing. Mengikat-

Mengangkat Harkat Wanita — 269

nya dengan misi umat dan dakwah secara global, baik itu dalam keadaan damai ataupun dalam keadaan perang. Hal tersebut merupakan unsur yang sangat efektif dan sebagai byukti dari kesucian yang mengakar."

Dalam zona pendidikan Islam, tidak sedikit perhatian wanita —jika dibandingkan dengan laki-laki— tentang problematika yang muncul ber- kenaan dengan perihal agama dan keduniaan. Kaum wanita dari golongan sahabat maupun tabi'in tidaklah bodoh (mereka mengetahui) tentang per- juangan Islam dimedan peperangan melawan kaum berhala atau tentang perjuangan melawan bangsa Persia dan bangsa Romawi. Bahkan beban yang diberikan kepada keduanya —pria dan wanita— adalah sesuai atau menurut kemampuan mereka, tanpa ada unsur kelaliman didalamnya.

Islam memberitahukan kepada pemeluknya mengenai posisi wanita sebelum tugas dan fungsi keberadaannya diberikan. Yaitu, mereka bertugas sebagai ibu rumah tangga, isteri seorang pahlawan dan ibu dari seorang syahid. Islam menolak pengerahan tentara wanita sebagai pengintai seperti yang dilakukan oleh bangsa Eropa dalam peperangan terakhirnya. Demi- kianlah perlakuan Islam yang sungguh sangat mengagumkan daripada peri- laku kehidupan bangsa Eropa yang mengalirkan darah mereka (kaum wanita).

Al Ustadz Muhammad Al Ghazali berkata lagi: "Kita harus menunjuk- kan kepada kaum wanita tentang suatu peradaban yang baru (belum pernah mereka ketahui), sekalipun pada saat yang sama mereka mampu untuk mengetahui akan hal itu, hingga menguatkan sisi kelemahan yang ada pada diri mereka dan sekaligus mampu untuk menjaga hak-hak mereka yang patut dipertahankan serta menolak kelaliman orang yang berlindung dibalik ilmu maupun harta dan memberinya bagian yang jelas dalam menjaga mas- lahat, yang khusus dan yang umum. Akan tetapi, peradaban baru dimaksud akan memasukkan kaum wanita kedalam kelompok masyarakat dengan cara yang cukup berbahaya.

Oleh karena itu, sebaiknya mereka menjaga nilai-nilai kewanitaan yang ada pada diri mereka untuk melawan perbuatan sia-sia yang dapat mem- buat mereka melepaskan eksistensi biologisnya pada lawan jenisnya atau menjadikan kewanitaannya sebagai daya tarik untuk berbuat dosa disetiap tempat. Maka dari itu, baju-baju ketat dan pendek yang memamerkan anggota tubuh diatas lutut dan menampakkan dada serta bagian lainnya dapat mem- bawa laki-laki untuk selalu melihat dan berpikir tentang hal-hal yang di- haramkan.

Berbagai tradisi yang ditetapkan oleh peradaban ini adalah, bahwa wanita tampak seakan-akan mereka telanjang dan dianjurkan untuk membiarkan bebas bersama laki-laki yang bukan suaminya. Di negara-negara seperti

270 — Kado Perkawinan

Eropa dan Amerika melihat, bahwa kesenangan badaniah dalam segala bentuknya merupakan hak bagi pemuda pemudi. Menari, berdansa sambil berpelukan demi memuaskan keinginan nafsu seksnya, apakah itu dengan cara berzina atau cara lain yang memang tersedia bagi yang berminat.

Jika lingkungan wanita mukminat yang kondusif untuk menolak ter- hadap ukuran-ukuran busana yang senonoh dan juga laki-laki serta wanita- nya saling menjaga jarak, sehingga keduanya bertemu dalam ikatan rumah tangga yang sah, maka dengan sendirinya akan menggeser peradaban asing yang memiliki tradisi cenderung untuk menghambur-hamburkan keinginan seksual. Hal itu juga akan dapat membangkitkan insting seks yang tenang serta mendorong keduanya untuk berbuat sesuatu yang mendatangkan ke- senangan seks yang mudah, baik itu oleh pihak suami maupun isteri.

Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh orang-orang Eropa dan Ame- rika itu merupakan hasil dari peradaban yang hanya mencari kenikmatan semata dan berusaha untuk mendapatkannya dengan cara-cara yang sama sekali jauh dari kesempurnaan. Mereka tertipu dan terpedaya oleh per- adaban mereka sendiri, sebagaimana dinyatakan oleh Allah didalam firman- Nya (yang artinya): "Sesungguhnya mereka (orang-orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka pada hari yang be.rat nanti (hari akhirat)." (Ad Dahr 27 dan Al Insan 27)

Ketika lingkungan dimana manusia hidup dan tinggal sudah tenang serta pada saat mereka telah mendapatkan apa yang mereka inginkan, maka sesungguhnya dorongan semangat biologis untuk menciptakan penyim- pangan akan menyusahkan tabiat mereka, hingga ada usaha yang sungguh- sungguh untuk mengobarkan kembali semangat yang menyimpang dengan cara merusak moral para wanitanya. Karena itu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berpesan melalui sabda beliau yang artinya: "Sesung- guhnya kaum wanita itu adalah saudara dari kalian, kaum pria (oleh itu, sayangilah mereka sebagaimana kalian menyayangi diri kalian sendiri, Ed.)." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad sahih)

Umar bin Khaththab pernah berkata: "Demi Allah, jika kalian hidup pada zaman jahiliyah, maka kalian tidak akan memperhatikan berbagai persoalan wanita sedikit pun. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta'ala me-nurunkan kepada mereka apa (harkat dan derajat) yang juga diturunkan bagi kaum pria. Seperti ketika aku berada dalam suatu perkara, maka tiba-tiba datanglah seorang wanita seraya bertanya: Seandainya engkau me-lakukan ini dan itu? Umar pun menjawab dengan balik bertanya: Apa yang engkau miliki untuk membantu memecahkan masalahku dan kenapa engkau berada disini? Maka ia pun berkata kepadaku: Aneh engkau ini wahai putera

Mengangkat Harkat Wanita — 271

Khaththab, apa sebenarnya yang ingin engkau ketahui. Sungguh puterimu juga melakukan hal yang sama denganmu terhadap diri Rasulullah, sehingga beliau menjadi marah ketika mengetahuinya. Mendengar hal itu, Umar segera mengambil kain panjang kemudian pergi menemui Hafsah (puteri- nya yang dinikahi oleh Rasulullah). Lalu berkata kepadanya: Wahai anak- ku, apakah benar engkau telah melakukan hal ini terhadap Rasulullah, se- hingga ketika beliau mengetahuinya menjadi marah? Ia pun berkata: Demi Allah, sungguh aku hanya berniat untuk meneliti akan hadits (perkataan) beliau."

Pada saat Islam telah mengangkat harkat dan derajat kaum wanita serta menjadikan mereka sebagai saudara bagi kaum pria, maka bersamaan dengan itu dilaksanakanlah munas (musyawarah nasional) di Perancis, tepatnya pada tahun 581 M. —bertepatan dengan hijrahnya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dari Makkah ke Madinah—, dimana para anggota munas ter- sebut berselisih paham tentang sosok wanita, apakah mereka juga dicipta- kan sebagai manusia (seperti laki-laki) atau tidak? Akhirnya diputuskan, bahwa wanita itu juga manusia, akan tetapi mereka diciptakan hanya untuk mengabdi kepada kaum pria. Ketika itu, syari'at Islam menjadikan wanita sebagai patner suami dan sekaligus sebagai ibu rumah tangga yang me- laksanakan kepentingan pendidikan moral yang penting dan suci bagi anak- anak mereka.

Kaum pria dinegara-negara tersebut, seperti Perancis, memaksa kaum wanita untuk ikut berjuang di medan kehidupan ini. Bola-bola mata yang tidak tenang menuntut mereka untuk keluar rumah dengan maksud me- menuhi hak-hak mereka sendiri. Disamping itu juga untuk memenuhi ke- inginan para pria. Para wanita tersebut pergi pada pagi hari dan bekerja sebagai pengangkat barang, pembersih toilet dan pekerjaan-pekerjaan kasar lainnya, sebagaimana yang dialami oleh para wanita di negara-negara Barat.

Mereka lupa, bahv/a sesungguhnya mengeluarkan wanita dari rumah merupakan tindakan yang justru akan mencelakakan diri dan posisi mereka (kaum lelaki) sendiri. Karena, hal itu akan dapat mempersempit ruang gerak kaum pria didalam mencari pekerjaan. Disamping itu, mereka juga me- lupakan bahwa seorang wanitalah yang melahirkan para pria dan yang men- didik mereka, yang sampai saat ini menjadi pahlawan di medan laga ke- hidupan. •:•

272 — Kado Perkawinan