CINTA ITU SULIT

CINTA ITU SULIT

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman di dalam Al Qur'an:

"'Dan janganlah pikulkan kepada kami apa-apa yang tidak sanggup

kami memikulnya. " (Al Baqarah 286) Allah juga berfirman:

"Dan manusia itu dijadikan (diciptakan) bersifat lemah." (An Nisa' 28)

Dan firman-Nya:

"Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya. (Tanpa disadari) mereka memotong (jari) tangan mereka sendiri sambil berkata; Maha Sempurna Allah! Ini bukanlah manusia biasa. Sesungguhnya ini tidak lain adalah malaikat yang mulia." (Yusuf 31)

Cinta itu Sulit — 65

Dari 'Amr bin 'Ash, ia berkata: "Bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah mengutusku untuk bergabung kedalam satu pasukan. Diantara mereka terdapat Abubakar dan Umar. Ketika kembali aku ber- tanya: Wahai Rasulullah, siapakah orang yang sangat engkau cintai? Beliau balik bertanya: Apa yang engkau inginkan? Aku menjawab: Aku hanya ingin tahu. Lalu beliau menjawab: 'Aisyah! Aku berkata: Yang aku mak- sudkan adalah laki-laki. Beliau menjawab: "Bapaknya, Abubakar!" (HR. Bukhari, Muslim)

"Bahwa para isteri Nabi mengutus Fathimah, (salah seorang dari) puteri beliau, untuk menghadap Nabi. Maka ia pun minta izin kepada beliau. Sedang Nabi pada saat itu tengah berbaring diatas pakaianku ('Aisyah) yang tidak berjahit. Beliau mengizinkannya (untuk masuk). Ia (Fathimah) berkata: Wahai Rasul Allah, sesungguhnya isteri-isterimu mengutusku untuk meminta keadilan kepadamu dalam perkara puteri Abi Qahafah. Dan aku ('Aisyah) pun terdiam. Lalu beliau berkata: Wahai putraku, tidakkah engkau mencintai apa yang aku cintai? Ia menjawab: Tentu. Maka beliau pun berkata: Cintailah ini (yang dimaksud adalah 'Aisyah)!" (HR. Nasa'i dan Muslim)

Cinta itu bersumber dari pandangan yang terus-menerus dan bersatu (berkumpul). Maka hendaknya seorang mukmin menghindari akan hal itu, agar selamat dari marabahayanya. Jika tidak, maka ia hanya akan menyiksa (menganiaya) diri sendiri. Sungguh Islam telah mengharamkan hal tersebut.

Mughits berjalan dibelakang isterinya, Barirah, setelah perceraian dengan- nya. Sungguh ia (Barirah) telah menjadi orang asing baginya dan air mata- nya senantiasa mengalir dipipi. Maka Nabi berkata kepada Ibnu 'Abbas: "Wahai Ibnu 'Abbas, tidakkah engkau kagum akan cinta Mughits kepada Barirah dan bencinya Barirah terhadap Mughits? Kemudian beliau berkata kepada Barirah: Alangkah baiknya seandainya engkau rujuk kepada Mughits! Maka ia (Barirah) bertanya: Apakah engkau memerintahkan aku? Beliau menjawab: Aku hanya berusaha menolong dengan menghubungkannya

66 — Kado Perkawinan 66 — Kado Perkawinan

Nafi' berkata, bahwa ia pernah meriwayatkan hadits tersebut dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhu dalam sebuah riwayat yang cukup panjang, di- mana termaktub didalamnya: "Bahwa beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memerintahkan kepada seorang laki-laki dan wanita untuk pergi ke suatu iempat. Di tengah-tengah perjalanan, mereka berdua dilempari batu oleh orang yang tidak dikenal. Berkata Ibnu Umar: Aku melihat lelaki itu mem- bungkukkan badannya kepada si wanita untuk melindunginya dari lem-I paran batu tersebut" (HR. Abu Dawud dengan sanad hasan).

Didalam kitab "Hujjatullah Al Balighah " Juz. 2, hal. 714 terdapat kisah Barirah, bahwasanya ia mendatangi Nabi untuk memutuskan suatu pilihan dan ternyata beliau menyuruhku untuk memilih dan menentukan sendiri. Aku berpendapat, bahwa keadaan seorang wanita merdeka yang menjadi isteri bagi budak laki-laki merupakan suatu aib bagi wanita tersebut. Se-hingga ia harus menyingkirkan aib darinya, kecuali jika ia rela atasnya. Adapun jika melakukan tugas yang harus dipenuhi oleh seorang hamba wanita, yang berada dibawah kekuasaan tuannya, maka kerelaan —didalam pernikahan— bukanlah yang sejati. Sedangkan menikah seharusnya di-iringi dengan sikap saling rela. Ketika ia merdeka, kewenangan atas dirinya berada ditangannya sendiri dan wajib memperhatikan kerelaannya.

Imam Ibnul Qayyim berpendapat dengan cara menta'liq hadits tersebut diatas. Hal itu merupakan pertolongan dari seorang pemimpin yang diberi- kan kepada lelaki yang masih mencintai bekas isterinya untuk rujuk kepada wanita yang dicintai dan sangat besar pahalanya disisi Allah. Sesungguh-nya pertolongan tersebut menjamin kerukunan diantara orang yang saling mencintai. Ini berdasarkan apa yang dicintai Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, hal yang sangat dicintai iblis adalah memisahkan keduanya.

Ada sebuah riwayat yang mengatakan:

"Seorang lelaki datang mengadukan persoalannya kepada Nabi. Ia berkata, isteriku tidak menyingkirkan (menepis) setiap tangan laki-laki yang menjamahnya. Maka beliau berkata: Ceraikanlah ia! Akan tetapi, ia menjawab: Sungguh aku takut diriku merasa kehilangan

Cinta itu Sulit — 67 Cinta itu Sulit — 67

Para ulama berpendapat, bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menolak salah satu dari dua kerusakan dengan memilih yang lebih ringan resikonya. Ketika lelaki itu mengadu kepada beliau bahwa ia tidak sabar akan keadaan atau tingkah laku isterinya, akan tetapi merasa takut akan kehilangan cintanya, maka beliau memerintahkan kepadanya untuk men- jaganya. Yaitu, sebagai upaya untuk menjaga hatinya dan kerusakan yang ia takutkan. Sebab, terdapat kemungkinan (jika ia diceraikan) akan terjadi kerusakan seperti apa yang ia adukan.

Ulama hadits menafsirkannya dengan gambaran yang berbeda-beda. Yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat Ibnul Qayyim didalam kitabnya yang berjudul "Raudhatul Muhibbin ", dimana pada kitab tersebut dijelaskan: "Sesungguhnya lelaki tersebut tidak mengadukan kepada Nabi bahwa isterinya berzina dengan siapapun yang menginginkannya. Seandai- nya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ditanyai tentang masalah tersebut, maka sudah tentu beliau tidak menetapkan perintah padanya untuk be-rumah tangga dengan pelacur, dimana suami seorang pelacur pastilah se-orang mucikari.

Lelaki tersebut mengadu kepada Nabi hanya karena isterinya tidak menarik diri dari orang yang hendak mempermainkannya. Yaitu, dengan menaruh tangan pada badannya (isteri) atau menarik pakaian (isteri) dan semacamnya. Sesungguhnya diantara kaum wanita, terdapat orang-orang yang lembut ketika berbicara dan bercengkerama. Namun, ia adalah orang yang menjaga kehormatan dan menjauhkan diri dari hal-hal yang hina. Beginilah adat kebanyakan wanita Arab dan mereka tidak menganggapnya sebagai aib (hal 130).

Dalam kaitannya dengan pembahasan tentang cinta, banyak cinta yang berubah menjadi tak terkendali —kami memohon perlindungan kepada Allah atas hal itu— sehingga menyengsarakan orang yang mengalaminya serta menjerumuskannya kepada berbagai kehancuran dan penyakit. Oleh itu, hendaknya orang yang berakal menjauhinya. Sungguh Islam telah me- larang semua itu dan berikut ini adalah penjelasannya:

a. Membiasakan melihat. b. Berbaur dan berkumpul.

Ibnul Jauzy berpendapat didalam kitabnya "Daf'ul Hawa": "Bahwa ketertambatan hati menjadi kuat akibat membiasakan diri untuk me- lihat, banyak bertemu dan lama berbicara. Jika seseorang menggabung- kan semua itu dengan cara berangkulan atau berciuman, maka semakin sempurna kokohnya cinta."

68 — Kado Perkawinan 68 — Kado Perkawinan

Cinta itu Sulit — 69