MENAWARKAN PUTERINYA UNTUK DINIKAHI PRIA SHALIH
MENAWARKAN PUTERINYA UNTUK DINIKAHI PRIA SHALIH
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman didalam Al Qur'an:
Menawarkan Puterinya Untuk Dinikahi Pria Shalih — 83
"Takala sampai di sumber air negeri Madyan, ia (Musa) menjumpai disana sekumpulan orang yang sedang meminumkan ternaknya. Dan ia menjumpai dibelakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: Apakah maksud kalian (dengan berbuat begitu)? Kedua wanita itu menjawab: Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami) sebelum penggembala-penggem- bala itu memulangkan ternaknya. Sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut usianya. Musa memberi minum ternak itu untuk menolong keduanya. Kemudiaan ia kembali ke tempat teduh lalu berdo'a: Ya Allah, sesungguhnya aku sangat membutuhkan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku. Maka datanglah kepada Musa salah seorang dari dua wanita itu berjalan dan dengan malu- malu ia berkata: Sesungguhnya bapakku memanggilmu untuk mem- beri balasan terhadap kebaikanmu memberi minum (ternak) kami. Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Nabi Syu 'aib) dan men- ceritakan kepadanya cerita mengenai dirinya, Syu'aib berkata: Janganlah kamu takut, karena kamu telah selamat dari orang-orang zhalim itu. Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja pada kita. Karena sesung- guhnya orang terbaik yang kamu ambil sebagai orang yang bekerja pada kita adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. Berkatalah ia (Syu 'aib): Sesungguhnya aku ingin menikahkan kamu dengan salah seorang diantara kedua anakku ini. Atas dasar, jika kamu bekerja denganku selama delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, maka itu adalah kebaikan darimu dan sungguh aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah mendapatiku termasuk orang- orang yang baik. la berkata: Itulah perjanjian antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah ada- lah saksi atas apa yang kita ucapkan. " (Al Qashash 23-28)
Demikianlah penawaran laki-laki mulia ini, yang merupakan sebagian dari pemimpin orang-orang shalih. Ia tidak termasuk orang yang fakir dan tidak pula melampaui batas. Ia menawarkan puterinya kepada Nabi Musa 'Alaihissalam untuk dinikahi. Kemudian ia melaksanakan perkawinan di- tanah (lembah) yang luas, tanpa diikuti dengan tradisi yang berlaku saat itu. Juga tanpa beban yang serba menyulitkan. Semua itu dilakukan oleh Nabi Syu'aib 'Alaihissalam untuk mengisyaratkan kehati-hatiannya dan ber-segera menikahkan Musa dengan puterinya. Setelah menerima amanat, Musa menjauhkan diri dari hal-hal yang menghinakan, dengan segenap keberanian dan kekuatan yang dimilikinya.
84 — Kado Perkawinan
Walaupun fakir secara materi, perkawinan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya berlangsung dengan mudah dan ringan. Akan tetapi, sayangnya kita (umat Islam) saat ini tidak berpegang pada tradisi tersebut, melainkan dengan bangga meniru upacara-upacara yang dicontoh- kan oleh Fir'aun dan para kroninya yang menghancurkan rasa kekeluarga- an, menyulitkan di berlangsungkannya pernikahan para pemuda pemudi hingga memutuskan keturunan. Kapan kita berhenti melakukan tradisi Ja- hiliyah ini. Dalam kaitannya dengan lamaran dari pihak wanita terhadap lelaki, penulis menukilnya dari kitab karangan penulis sendiri yang ber- judul "As Sabili ilaa Usrati Afdhal".
Sesungguhnya penulis berharap, dimana pada suatu hari nanti seorang bapak akan melamarkan pemuda muslim untuk dinikahkan dengan puteri- puterinya. Atau saudara laki-laki terhadap saudar perempuannya, dengan melamarkan seorang laki-laki yang dicintai oleh saudarinya. Sebagaimana perkataannya: "Wahai bapak atau kakak, lamarkanlah untukku seorang pemuda (fulan) yang shalih. Kemudian bapak/saudarariya pergi untuk me- lamar dan menyerahkan kepadanya. Kesemuanya itu diperbolehkan me- nurut ajaran Islam.
Berkaitan dengan ditawarkannya seorang anak perempuan oleh bapak- nya kepada seorang Iaki-laki yang shalih (untuk dinikahinya), penulis ke- mukakan berikut ini suatu kisah yang terkenal didalam kitab-kitab tarikh (sejarah): "Dari Abdullah bin Abi Wada'ah, ia berkata: Aku bersahabat dengan Sa'id bin Musayyab sudah sejak lama. Pernah ia tidak mendapatiku selama berhari-hari. Ketika aku mendatanginya, maka ia berkata: Di mana saja kamu selama ini? Aku menjawab: Isteriku meninggal dunia. Ia ber- kata: Mengapa tidak engkau kabarkan kepada kami sehingga kami dapat membantu. Abdullah berkata: Pada saat itu aku hanya ingin sendiri. Kemu- dian ia (Sa'id) berkata: Apakah engkau menghendaki isteri baru? Aku men- jawab: Semoga Allah memberikan rahmat-Nya padamu. Siapa yang hendak menikahkan aku, sedangkan aku hanya memiliki dua atau tiga dirham. Ia berkata: Aku. Aku berkata: Engkau melakukannya? Ia menjawab: Ya. Ke- mudian ia memuji Allah dan bershalawat pada Nabi serta menikahkan aku dengan mahar dua atau tiga dirham. Kemudian aku berdiri tanpa tahu apa yang akan aku perbuat, karena bahagia. Tak lama kemudian aku pulang kerumah dan berpikir siapa yang akan aku mintai untuk memberiku hutang. Lalu aku melaksanakan shalat Maghrib dan pulang kerumah. Segera aku menyalakan lampu dan menghidangkan makanan untuk berbuka puasa. Tiba-tiba pintu rumahku diketuk. Aku bertanya: Siapa itu? Terdengar jawab- an: Aku, Sa'id. Kemudian aku berpikir tentang setiap orang yang bernama Sa'id, kecuali Sa'id bin Al Musayyab. Karena, ia selama 40 tahun tidak
Menawarkan Puterinya Untuk Dinikahi Pria Shalih — 85 Menawarkan Puterinya Untuk Dinikahi Pria Shalih — 85
Puteri Sa'id bin Al Musayyab ini sebenamya telah dilamar oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk dinikahkan dengan anaknya, Al Walid, pada saat ia berkuasa. Namun, Sa'id enggan menikahkan puterinya dengannya.
Maksud dari perkataan diatas, bukanlah Sa'id bin Musayyab membatasi hidupnya hanya pada shalat di masjid saja. Juga bukan perilaku seseorang yang beramal shalih atas dasar perasaan riya' semata, melainkan ia me- lakukannya —di masjid— untuk mengajarkan kepada kaum muslimin se- cara luas. Disamping itu, adat (kebiasaan) menawarkan puteri pada orang yang shalih untuk dinikahi tidak terbatas pada ulama salaf yang shalih saja, melainkan ada pada setiap zaman.
Penulis diberitahu oleh seorang teman, bahwa ada seorang Imam masjid di Hay Al Maidan —Damsyiq— berkhutbah diantara kaum muslimin seraya menganjurkan kepada para pemuda untuk segera menikah dan menganjur- kan para wali untuk mempermudah mengenai persoalan mahar. Sebagian ucapannya adalah sebagai berikut: "Aku mempunyai beberapa anak pe- rempuan. Barangsiapa ingin menikahi salah satunya, maka aku telah siap memberikan restu kepadanya. Aku tidak menetapkan syarat yang lain, ke- cuali agama dan akhlaq." Tidak sampai satu bulan, semua anaknya telah dinikahkan.
Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu, dimana ia berkata:
86 — Kado Perkawinan
"Pada saat suami puterinya (Hafshah) telah meninggal dunia, aku (Umar) menemui 'Utsman bin 'Affan dan aku tawarkan Hafshah kepadanya. Aku bertanya: Jika engkau mau, maka akan aku nikahkan engkau dengan Hafshah binti Umar? 'Utsman menjawab: Akan aku pikirkan terlebih dahulu. Maka aku tinggal ia untuk beberapa malam. Kemudian aku temui 'Utsman kem- bali, seraya menawarkan kepadanya dan ia pun menjawab: Aku tidak akan menikahinya. Maka aku pun menemui Abubakar seraya bertanya kepada- nya: Jika engkau bersedia, maka akan aku nikahkan engkau dengan Hafshah binti Umar. Kemudian aku diam beberapa saat dan ia belum juga men-jawab. Maka aku tahu, bahwa ia akan menjawab sama seperti 'Utsman. Lalu aku berdiam diri untuk beberapa malam, sampai Rasulullah datang melamar. Kemudian aku nikahkan puteriku dengan Rasulullah. Lalu Abu-Bakar menemuiku seraya berkata: Mungkin engkau marah kepadaku disaat engkau menawarkan Hafshah dan aku tidak memberikan jawaban kepada-mu. Maka aku (Umar) berkata: Ya. Abu Bakar selanjutnya berkata: Sesung-guhnya hal itu tidak mencegahku untuk memberikan jawaban kepadamu, tentang sesuatu yang engkau tawarkan kepadaku, kecuali karena aku telah mendengar bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah menye-butkan namanya (Hafshah). Maka aku tidak mungkin membuka rahasia beliau. Seandainya beliau tidak menginginkannya (meninggalkannya), niscaya aku akan menerimanya." (HR. Bukhari dan Nasa'i)
Betapa mulia dan penuh pengertiannya perbuatan Umar terhadap puteri- nya dan inilah pendapat Alegori bangsa Arab tentang suatu perbuatan yang
Menawarkan Puterinya Untuk Dinikahi Pria Shalih — 87
dilakukan oleh sahabat Umar atau hadits diatas yang artinya: "Pilihkanlah olehmu calon suami bagi puterimu dan lamarkanlah ia untuknya dan jangan- lah kamu memilihkan calon isteri bagi puteramu atau melamarkan untuk- nya." Adapun pada pendapat dari bagian kedua Alegori bangsa Arab ini tidaklah benar adanya menurut pandangan Islam (tidak sahih). ‡
88 — Kado Perkawinan