TANGGUNG JAWAB SEORANG LAKI-LAKI

TANGGUNG JAWAB SEORANG LAKI-LAKI

Pada pembahasan kali ini akan dibicarakan tentang tanggung jawab ke- pemimpinan laki-laki (suami) atas diri wanita (isterinya) terhadap sesuatu dari keutamaan yang ada pada diri keduanya. Sesungguhnya menjalankan tanggung jawab dengan baik itu akan dapat menyelesaikan banyak masalah yang terjadi antara suami dan isteri. Adapun sebagian dari para suami meng- artikan kepemimpinan ini dengan menguasai, bertindak sewenang-wenang, memperbudak isterinya dan juga bersikap sombong. Karenanya mereka (para suami)memperlakukan isteri-isterinya mengikuti pemahaman yang salah ini dengan perlakuan yang amat buruk.

Walaupun hal ini terjadi pada sebagian dari suami-suami kita, seperti mengabaikan tanggung jawab, maka janganlah sampai para isteri bertindak sesuatu yang menyebabkan terjadinya kedurhakaan. Seandainya setiap suami isteri mengetahui batas-batas antara hak dan kewajibannya, niscaya mereka berdua akan hidup dengan bahagia dan sejahtera.

Salah seorang ahli sosiologi menulis: "Bahwa dalam masalah ini, tidak mungkin untuk kita sebut sebagai suatu 'persahabatan', dimana dalam sebuah perkawinan atau dalam kehidupan berumah tangga itu menyerupai sebuah mobil yang di dalamnya duduk dua orang dengan maksud dan tujuan yang sama. Maka salah satu dari mereka berdua harus duduk untuk mengendali- kan kemudi. Karena, tidaklah mungkin kedua orang tersebut memegang kemudi secara bersamaan. Oleh karena itu, laki-lakilah yang memikul tanggung jawab yang penting ini dan merupakan Sunnatullah, bahwa se- orang isteri ditugaskan untuk berperan sebagai penumbuh rasa percaya diri dan meringankan beban pekerjaan yang tengah di pikul oleh suaminya.

334 — Kado Perkawinan

Apabila seorang isteri memikul tanggung jawab yang seharusnya men- jadi tanggung jawab suami, seperti menggantikan posisi sebagai kepala rumah tangga, maka dengan demikian ia akan berada diambang kehancuran, karena harus berhadapan dengan beratnya beban yang ia emban sendiri, tanpa di- dukung oleh sugesti dan partisipasi dari pemegang kewajiban yang sebenarnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman didalam Al Qur'an:

"Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (An Nisa' 34)

Ayat ini menunjukkan kepada satu peraturan dari berbagai peraturan yang telah di tetapkan, yaitu kepemimpinan laki-laki (suami) terhadap wanita (isterinya). Allah menempatkan hikmah-Nya dalam hal ini, agar menjadi jelas dua kenyataan, bahwa fitrah suami (laki-laki) berbeda dengan fitrah isteri (wanita). Seorang isteri memiliki kelebihan di dalam megatur masalah rumah tangga, pendidikan anak serta tanggung jawab yang tercipta dari kasih sayang dan kelemah-lembutan melalui susunan anggota tubuh yang membantunya didaiam melaksanakan berbagai tugas yang menjadi kewajibannya.

Seperti lemahnya urat syaraf yang mengurangi rasa, karena penderitaan di saat hamil dan melahirkan. Sekalipun pada saat itu menjadikannya lebih banyak untuk tujuan penyembuhan berbagai penyakit dan lebih cepat ber- gairah kembali. Emosi menjadi lebih kuat dari sesuatu yang mempenga- ruhinya dalam hal perkiraan dan pemahaman serta menjadikan kemampu- annya sedikit lebih dari kaum laki-laki ketika menghadapi segala bentuk krisis dan kekerasan.

Adapun laki-laki melebihi wanita dalam segi kekuatan fisik, kekuatan berpikir, keberanian didalam mempersiapkan perjuangan keluar dari ber- bagai kesulitan, mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan zhahir bagi kehidupan keluarga, mempertahankan harga diri dan menolak segala bentuk ancaman serta marabahaya. Sebab lain yang mendasari laki-laki atas kepemimpinannya adalah, bahwa laki-laki bertanggung jawab dalam urusan mencari nafkah. Karena, dirinyalah yang lebih berkewajiban untuk berusaha, sesuai dengan potensi dasar yang diberikan kepadanya.

Tanggung Jawab Seorang Laki-laki — 335

Memang, rasa-rasanya tidaklah adil membebankan satu orang dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup satu keluarga atau satu lembaga. Karenanya, janganlah sampai seorang suami berkeinginan (ber- pikiran) untuk membelanjakan hasil yag telah ia peroleh bagi keperluan dirinya sendiri. Parlemen modern di suatu negara berjalan atas tradisi ini dan menganggapnya sebagai satu pondasi undang-undangnya.

Jika kita menganut pendapat yang menganggap bahwa pekerjaan wanita (isteri) di luar rumah dan perjuangannya dalam mencari harta di samping suami sebagai pondasi dari hukum sosial kita, maka sungguh kita telah mengeluarkannya dari tugas-tugas yang sulit dan sungguh kita telah me- ninggalkan ketetapan yang telah digariskan oleh Al Qur'an tentang kepe- mimpinan laki-laki atas wanita dalam kecocokan pekerjaan diluar rumah. Sebab sesungguhnya laki-laki dibebankan atas kewajiban dalam mencari nafkah bagi keluarga yang berada di bawah tanggung jawabnya.

Bersamaan dengan hal itu, maka kepemimpinan laki-laki atas wanita tidak menuntut kelebihannya atas wanita tersebut dalam persoalan agama maupun keduniaan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Maka Rabb mereka memperkenankan apa yang menjadi permohonan mereka dengan berkata: Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang- orang yang beramal diantara kalian, baik laki-laki maupun wanita. Karena, sebagian dari kalian adalah turunan dari sebagian yang lain. "

Akan tetapi, semua itu merupakan peraturan perundangan yang diperlu- kan untuk membangun sebuah masyarakat dalam ketetapan undang-undang kehidupan dunia yang berlaku. Untuk itu, tidak akan selamat kehidupan alam beserta bunga rampainya kecuali dalam keadaan yang memang di kondisikan dan ini menyerupai kepemimpinan sebuah pemerintahan yang tidak menghendaki para pemimpinnya lebih baik dari semua yang di-pimpin. Sementara mereka lupa, bahwa itu merupakan kebutuhan yang sangat diperlukan oleh masyarakat manusia. Seorang muslim akan merasa sangat berdosa karena telah keluar (menyimpang) dari kepemimpinannya, sekalipun hal itu merupakan keutamaannya atas sebuah kepemimpinan di dunia ataupun dalam urusan agama (dipetik dari kitab Hushununa Muhad- dadatun min Daahiliha, karangan DR. Muhammad Husain, hal. 139-142).

Sebuah kepemimpinan membutuhkan tuntutan persamaan —secara ter- minologi— yang utama. Jika demikian halnya, lalu mengapa Islam mene- tapkan seorang pemimpin didalam keluarga, yaitu ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: "Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah me- najkahkan sebagian dari harta mereka." Jawabannya adalah: "Sesungguh-

336 — Kado Perkawinan 336 — Kado Perkawinan

Fitrah seorang wanita sejak awal adalah tidak merasa aman, kecuali di sampingnya ada seorang laki-laki (suami) yang menjaga dirinya dan se- kahgus menjaga anak-anaknya. Semua urusan ini selalu diserahkan kepada laki-laki dan ia (kaum wanita) cenderung untuk menyerahkan tanggung jawab kepada laki-laki (suami) dalam hal mencari nafkah, berusaha, ber- juang dan menanggung biaya kehidupan rumah tangga. Sampai saat se- karang pun wanita masih menginginkan hal itu dari sisi laki-laki (suami- nya), karena hal ini merupakan pembawaan dari wanita.

Laki-laki benar-benar diciptakan dengan postur fisik yang lebih kuat, juga mempunyai otot yang kekar, berdaya tahan Iebih terhadap segala apa yang tidak menyenangkan dan harus menanggung berbagai kesulitan. Se- dangkan wanita diciptakan dengan badan yang lemah, perasaan yang halus, sedikit tanggungan dan juga sedikit kerja keras. Jika demikian, kesalahan apa yang telah dilakukan oleh syari'at Islam ketika menetapkan atas gam- baran yang hakiki ini, yang menyatakan sebuah hukum bahwasannya laki- laki itu adalah pemimpin bagi wanita? Atau apakah di zaman modern se- perti sekarang ini wanita ingin menjadi pemimpin?

Sesungguhnya kepemimpinan dimaksud merupakan sebuah tanggung jawab. Artinya, kemampuan atas mengendalikan segala apa yang di pim- pinnya dan mampu menanggung beban yang terberat sekalipun. Untuk itu, tanggung jawab disini merupakan pembebanan dan bukan sebagai suatu kehormatan. Yaitu, beban yang harus ditanggung oleh pihak yang mampu untuk tidak berbuat sewenang-wenang.

Sementara orang-orang yang berkelakar menyangkal dengan menyata- kan; bahwasanya tanggung jawab laki-laki kepada wanita (isterinya) hanya berlaku ketika ia (laki-laki tersebut) harus bertindak sendiri dalam me- menuhi kebutuhan hidup rumah tangganya, tanpa adanya bantuan dari pihak isteri dalam hal mencari nafkah. Adapun pada saat sekarang ini, wanita telah berusaha dan bekerja seperti halnya laki-laki. Yang karenanya, keberadaan suami tidak lagi dianggap sebagai peran sentral di hadapan isteri dalam urusan memenuhi kebutuhan hidup (yang berhubungan dengan materi). Akan tetapi, negara-negara Barat menyangkal asumsi seperti ini. Disana, wanita bebas berkarir dan bersamaan dengan itu wanita mencoba menguasai laki-laki dalam hal tanggung jawabnya. Dengan kata lain, wanita di sana bekerja untuk memposisikan dirinya di bawah tanggung jawab diri- nya sendiri dan tidak lagi merasa tenang serta aman kecuali berada di bawah

Tanggung Jawab Seorang Laki-laki — 337 Tanggung Jawab Seorang Laki-laki — 337

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman didalam Al Qur'an:

"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajib- annya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi, para suami mempu- nyai satu tingkat kelebihan daripada isterinya. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al Baqarah 228)

Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'Anhu berkata, bahwa sesungguhnya ting- katan yang disebutkan oleh Allah pada ayat tersebut adalah pemberian maaf dari suami untuk isterinya dari sebagian kewajiban atas isterinya tersebut. Begitu pula dengan kelalaian yang telah dilakukannya. Adapun suami wajib melaksanakan kewajiban terhadap isteri. Oleh sebab itu, Allah menetapkan didalam firman-Nya: "Dan para suami mempunyai satu ting- katan yang lebih."

Kemudian juga di anjurkan kepada para suami untuk mengambil tin- dakan kepada para isterinya, jika sang isteri meninggalkan kewajiban mereka terhadap suami. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya: "Para suami mempunyai satu tingkat kelebihan daripada isteri-isterinya. " Yaitu, dengan kelebihan yang dimiliki daripada isterinya dan keringanan bagi mereka dari sebagian kewajiban suami atas isterinya.

Inilah yang dimaksudkan oleh Ibnu 'Abbas dengan perkataannya: "Aku tidak memberikan seluruh hakku kepada isteriku, karena Allah telah ber- firman yang artinya: "Dan para suami mempunyai satu tingkatan kelebih- an daripada isteri-isterinya." Adapun arti kata 'darajat' pada ayat ini yang dimaksudkan adalah 'kedudukan'.

Sekalipun firman Allah ini berbentuk khabar, akan tetapi artinya adalah anjuran bagi para suami untuk mengambil tindakan kepada isteri-isterinya, dengan kelebihan yang ada pada sisinya, agar kelebihan tingkatan itu benar- benar diberlakukan oleh para suami terhadap isteri (Tafsir Ath Thabari, Juz.

II, hal. 275). Bagaimana pendapat para isteri dengan adanya tafsiran seperti ini?

Sekalipun tanggung jawab yang dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta 'ala hanya di miliki oleh kaum lelaki, sesungguhnya wanita yang berpikiran jernih —yaitu wanita yang fitrahnya sempurna— pasti akan menyukai

338 — Kado Perkawinan 338 — Kado Perkawinan

Jika demikian, bagaimana dengan pernyataan salah seorang psikolog yang menyelidiki fitrah wanita (isteri) dalam menerima tanggung jawab suaminya, dimana ia berkata: "Bahwa laki-laki, —seperti yang tampak dari susunan jasmaninya— diciptakan untuk bekerja dan mengembangkan pengaruh. Sedangkan fisik (tubuh) wanita tersusun sebagai penerima hasil kerja dan pengaruh serta mempersembahkan diri untuk suaminya."

Dari keterangan yang telah lalu, maka menjadi jelaslah bahwa keadilan dan tanggung jawab laki-laki terhadap wanita merupakan persoalan Sunna- tullah. Sebagaimana hal ini juga telah diterapkan sampai ke berbagai negara, seperti Prancis yang sangat terkenal dengan kebebasan wanitanya yang melebihi batas. Seperti terdapat dalam undang-undang negara tersebut, tepatnya pada pasal 238, yang menyatakan bahwa laki-laki adalah pemim- pin bagi keluarganya.

Yang sangat mengagumkan untuk di simak adalah, bahwa negara ini melihat bahaya yang bakal di timbulkan apabila para wanita keluar rumah untuk bekerja. Karena itu, negara menganjurkan kepada para wanita untuk kembali ke rumah, agar secara seksama mendidik anak-anak mereka dengan jaminan akan diberi upah. ‡

Tanggung Jawab Seorang Laki-laki — 339