Kelembagaan BTNGH dan Lokal Kelembagaan BTNGH

Adimihardja 1992; Rosdiana 1994; Harada et al. 2001; Nugraheni 2002; Kurniawan 2002; Saputro 2006. Pembagian jenis hutan ini turut menentukan jenis pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Kehidupan masyarakat kasepuhan pada beberapa kampung membaur dengan masyarakat non-kasepuhan. Mereka tidak menutup diri dalam pergaulan dengan masyarakat desa umumnya. Sikap keterbukaan ini membedakan mereka dengan masyarakat Baduy yang tinggal tidak jauh dari kawasan Gunung Halimun. Warga non-kasepuhan diperkirakan mulai bermukim di kawasan TNGH pada abad ke-17 ketika kawasan ini dibuka untuk perkebunan-perkebunan oleh pemerintahan penjajah Belanda Lampiran 7. Lokasi pemukiman mereka umumnya dekat jalan akses menuju pusat pelayanan atau pemerintahan. Karena interaksi yang cukup baik dengan masyarakat di luar desa dan masuknya media telekomunikasi seperti TV, dan radio, selain menggunakan bahasa Sunda sebagai pengantar mereka juga fasih berbahasa Indonesia. Seperti warga Kasepuhan, umumnya masyarakat non-kasepuhan juga memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bertani. Banyaknya lahan tidur yang ditelantarkan oleh perkebunan-perkebunan besar dan lahan bekas garapan PERHUTANI, membuat masyarakat mengambil alih pengelolaan lahan tersebut mulung. Dengan biaya yang relatif murah mereka dapat mendapatkan sertifikat hak guna usaha yang diurus oleh kantor desa 82 . Karakteristik budaya masyarakat di Lokasi studi disajikan dalam Tabel 20.

4.6 Kelembagaan BTNGH dan Lokal

a. Kelembagaan BTNGH

Balai TNGH adalah aparat pemerintah pusat yang wilayah kerjanya berada di daerah. Aparat ini tergabung dalam sebuah Unit Pelaksana Teknis UPT kelerengan yang curam. Kawasan hutan ini tidak boleh diganggu tetapi sumber airnya dapat dimanfaatkan oleh warga untuk kepentingannya sehari-hari. 80 Leuweung Titipan : berupa hutan yang melindungi mata air atau kawasan hutan yang memiliki nilai sejarah yang dikeramatkan seperti hutan di sekitar Situs Cibedug. Kawasan ini biasanya mengelilingi leuweung kolot. Dapat dimanfaatkan hanya dengan ijin sesepuh. 81 Kawasan leuweng cadangan atau sampalan : terletak di sekitar atau di dalam leuweng titipan, dan berfungsi sebagai lahan cadangan untuk dimanfaatkan dimasa yang akan datang. Dengan kesepakatan adat, lahan ini kelak dapat dimanfaatkan untuk huma, sawah, kebun, talun, menggembala ternak, dan mengambil kayu bakar. 82 Interview dengan salah satu mantan lurah Desa Cisarua 31 Januari 2007 dan nara sumber di Desa Sirnarasa 18 Februari 2007. Taman Nasional Gunung Halimun. UPT ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan SK Menteri Kehutanan No. 185Kpts-II1997 dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan BTNGH 2000a. Tabel 20 Karakteristik budaya masyarakat di lokasi studi No Lokasi Keterangan 1. Desa Citorek Masyarakat Kasepuhan Citorek dan Kasepuhan Cibedug dan Non-Kasepuhan 2. Desa Sirnarasa Masyarakat Kasepuhan Ciptarasa dan Non- Kasepuhan 3. Desa Malasari Non-Kasepuhan 4. Desa Cisarua Non-Kasepuhan Sumber: hasil observasi lapangan Struktur organisasi BTNGH berdasarkan SK menteri tersebut terdiri atas: 1 orang Kepala Balai, 1 orang Sub-Bagian Tata Usaha dan 1 orang Seksi Konservasi yang membawahi 3 Sub Seksi Wilayah Konservasi Wilayah Konservasi I Bayah di Kabupaten Lebak, Wilayah Konservasi II Cigudeg di Kabupaten Bogor, dan Wilayah Konservasi III Cikidang di Kabupaten Sukabumi. Masing-masing Sub-seksi dibantu oleh Jagawana dan Teknisi Kehutanan Bidang Kawasan Hutan, Konservasi Jenis Sumberdaya Alam, dan Bidang Bina Wisata Alam. Status jagawana dan teknisi hutan ini ialah pegawai fungsional.

b. Kelembagaan Lokal