Analisis Kebijakan Analisis Asumsi

masyarakat menganggap posisi BTNGH, sebagai pengelola kawasan yang baru, sama dengan PERHUTANI. Kondisi ini membuat rasa saling percaya sulit dibangun. Matriks hubungan keterkaitan antar stakeholder dalam pengurusan hutan di TNGH disajikan pada Tabel 31.

5.2.2 Analisis Kebijakan Analisis Asumsi

Tujuan dari analisis kebijakan ini adalah untuk 1 mengidentifikasi peran pelaku kebijakan dalam proses penetapan taman nasional dari aspek legal formal; dan 2 mengidentifikasi realisasi atau implementasi peran tersebut di lokasi studi. Dalam studi ini, asumsi peran pelaku diidentifikasi dari 47 empat puluh tujuh peraturan perundangan yang dapat menjadi pedoman pemerintah pusat dan daerah dalam proses penetapan taman nasional Lampiran 3 nomor 1 sampai dengan 47. Sedangkan untuk mengidentifikasi realisasi atau implementasi peran tersebut di lokasi studi data yang digunakan berasal dari hasil content analysis terhadap 24 dokumen kebijakan ditingkat lokal Lampiran 3 nomor 42 sampai dengan 71, serta hasil observasi lapangan dan wawancara. Variabel yang digunakan untuk mengidentikasi peran stakeholder dalam proses penetapan taman nasional diambil dari pengertian dalam UU No. 411999 tentang Kehutanan Bab III Pasal 10. Berdasarkan undang-undang tersebut, kegiatan penetapan atau pengukuhan 137 taman nasional ada lima sub kegiatan yang harus dijalankan secara tahap demi tahap. Kelima sub-kegiatan tersebut ialah kegiatan inventarisasi 138 , penunjukan 139 , penataan Batas 140 , pemetaan 141 , dan penetapan 142 . Berdasarkan kegiatan pengukuhan tersebut, diidentifikasi siapa 137 Pengukuhan kawasan dilakukan untuk memberikan kepastian hukum Pasal 14 ayat 2 UU No. 411999 tentang Kehutanan; Pengukuhan kawasan hutan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan melalui proses penunjukan, penataan batas, pemetaan dan penetapan kawasan hutan Pasal 1 ayat 3 Kepmenhut No. 32Kpts-II2001. 138 Inventarisasi dilakukan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang SDA, potensi kekayaan alam hutan serta lingkungannya secara lengkap mulai tingka nasional, wilayah, DAS sampai unit pengelolaan Pasal 13 ayat 1 dan 3 UU No. 411999 tentang Kehutanan. 139 Penunjukan kawasan hutan adalah penetapan awal suatu wilayah tertentu sebagai kawasan hutan yang dapat berupa penunjukan mencakup wilayah provinsi atau partialkelompok hutan Pasal 1 ayat 4 Kepmenhut No. 32Kpts-II2001. 140 Penataan batas kawasan hutan adalah kegiatan yang meliputi proyeksi batas, inventarisasi hak-hak pihak ketiga, pemancangan tanda batas sementara, pemancangan dan pengukuran tanda batas definitif Pasal 1 ayat 5 Kepmenhut No. 32Kpts-II2001. 141 Pemetaan kawasan hutan adalah kegiatan pemetaan hasil pelaksanaan penataan batas kawasan hutan berupa peta tata batas yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Berita Acara Tata Batas. Pasal 1 ayat 6 Kepmenhut No. 32Kpts-II2001. 142 Penetapan kawasan hutan adalah suatu penegasan tentang kepastian hukum mengenai status, letak, batas dan luas suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap dengan Keputusan Menteri Pasal 1 ayat 7 Kepmenhut No. 32Kpts-II2001. Tabel 31 Hubungan antar stakeholder dalam penetapan TNGH STAKEHOLDER 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 STAKEHOLDERS UTAMA 1. Masyarakat Desa Citorek 1,6 1,6 1,6 1,5 3,5 2,5 3,5 3,5 2,5 2,5 1,6 1 3 3 1 2. Masyarakat Desa Sirnarasa 1,6 1,6 1,5 1,5 1,5 1,5 2,5 1,2,5 2,5 1,6 1 3 1 1 3. Masyarakat Desa Malasari 1,6 1,5 1,5 2,5 3,5 2,5 1,4,5 2,5 1,6 1 4 2 1 4. Masyarakat Desa Cisarua 2,5 3,5 3,5 3,5 3,5 1,4,5 3,5 1,6 2,5 3 2 2 STAKEHOLDERS KUNCI 5. Pemerintah Desa 2,1 2,1 2,1 3,5 2,4 5 1 2 2,1 3 1 6. Kecamatan 1 1 3,5 2 5 1 5 2,1 3 2,5 7. Pemerintah Kabupaten 1 5 2 1 2,1 5 5 2,5 2,5 8. Pemerintah Provinsi 1 2,5 5 2,5 2,1 5 2,5 2,5 9. Pemerintah Pusat 1 5 2,4 2 1 1 2,4 10. BTNGH 2 2,1,4 1 1 1 2,4 11. DPRD 1 3 5 5 2,1 STAKEHOLDERS PENDUKUNG 12. LSM 1 2 1,2 1 13. Institusi PendidikanPenelitianindividu 5 1 3 14. Swasta 3 3 15. Lembaga Donor 3 16. Forum Komunikasi Sumber: hasil penelusuran dokumen, observasi lapangan, dan kuesioner Keterangan: 1 Bekerja sama = jika stakeholder melakukan kegiatan atau usaha secara bersama untuk mencapai tujuan yang sama Depdiknas 2005:554. 2 Berkoordinasi = jika stakeholder melakukan upaya dengan stakeholder lainnya agar kebijakan dan tindakan yang dilakukan tidak saling bertentangan Depdiknas 2005:593. 3 Koordinasi tidak optimal 4 Konflik = gejala yang terlihat di permukaan dari suatu hubungan antara dua atau lebih stakeholders yang memiliki, atau merasa memiliki, sasaran- sasaran yang tidak sejalan Kartodiharjo Jhamtani 2006; Fisher et al. 2001:4 5 Komunikasi tidak optimal 6 Aliansi = ikatan antara dua kelompok atau lebih dengan tujuan pencapaian tujuan politik Depdiknas 205:29. 141 sajakah stakeholders terkait dan apa perannya. Ada empat kata kunci yang membantu proses identifikasi ini, yaitu taman nasional, kawasan pelestarian alam, kawasan konservasi, dan kawasan lindung. Kata kunci ini dipilih berdasarkan definisi dan kategori kawasan dimana taman nasional didalamnya. Alasan lain, karena umumnya peraturan perundangan yang terkait dengan kehutanan disusun tidak hanya untuk kepentingan kawasan taman nasional saja.

A. Peran Stakeholders dalam Proses Penetapan Taman Nasional Normatif

Berdasarkan identifikasi variabel pengurusan hutan terhadap 47 dokumen kebijakan, diperoleh distribusi dokumen yang membahas masing-masing variabel tersebut yang disajikan pada Tabel 32. Dari tabel tersebut terlihat bahwa total peran dalam proses penetapan taman nasional ada sekitar 130. Stakeholder yang paling banyak mendapatkan peran ialah pemerintah pusat sebanyak 42,3 atau 55 peran. Sedangkan stakeholder yang paling sedikit mendapat peran ialah pemerintah desa yaitu sebanyak 3,8 atau 5 peran. Persentase jumlah peran ini mencerminkan besarnya kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing stakeholders. Tabel 32 Distribusi peran stakeholders dalam penetapan taman nasional PERAN STAKEHOLDER Inventarisasi Penunjukan Penataan Batas Pemetaan Penetapan JML Masyarakat 6 2 7 1 4 20 15,4 Pemerintah Desa - - 4 - 1 5 3,8 Pemerintah Kabupaten 1 - 9 - 5 15 11,5 Pemerintah Provinsi 4 6 5 2 8 25 19,2 Pemerintah Pusat 9 8 14 3 21 55 42,3 Lain-lain 6 - 4 - - 10 7,7 TOTAL 26 16 43 6 39 130 100 Sumber : Hasil analisis dari 47 dokumen peraturan perundangan Lampiran 3 no 1 sd 47. Berikut ini uraian peran stakeholder secara normatif dalam setiap tahapan penetapan taman nasional: 1 Inventarisasi Pada tahap inventarisasi semua stakeholders kecuali Pemerintah Desa mempunyai peran. Masyarakat berperan dalam hal memberikan saran, identifikasi masalah, dan melaporkan keberadaan komunitas adat terpencil. Pemerintah Kabupaten berperan dalam hal menyelenggarakan kegiatan inventarisasi. Pemerintah Provinsi berperan menyusun pedoman, menetapkan kriteria dan standar, dan menyelenggarakan inventarisasi kawasan. Pemerintah Pusat berperan dalam membuat kebijakan, menetapkan kriteria dan standar, menyelenggarakan kegiatan inventarisasi, dan mengatur sistem informasi. Sedangkan stakeholder pendukung berperan dalam menyelenggarakan dan melaksanakan kegiatan. 2 Penunjukan Pada tahap penunjukkan hanya masyarakat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat yang mempunyai peran. Masyarakat berperan dalam mengusulkan lokasi kawasan. Jika mengalami kerugian, pada tahap ini, masyarakat berhak memperoleh ganti rugi. Pemerintah Provinsi memberikan pertimbangan, mengusulkan, memutuskan dan menetapkan penunjukan kawasan. Dalam menjalankan perannya, Pemerintah Provinsi berkewajiban berkoordinasi dengan Tim Tata Ruang Nasional. Pemerintah Pusat berperan dalam menetapkan kriteria dan standar, menyusun perencanaan, melakukan penunjukan kawasan, memutuskan penunjukan kawasan dan menetapkan peta penunjukan. 3 Penataan Batas Pada tahap penataan batas semua stakeholders mempunyai peran. Masyarakat berperan dalam hal memberikan masukan, pengakuan bebas hak pihak ketiga, dan menjadi anggota panitia tata batas. Masyarakat juga berhak mendapat informasi pelaksanaan tata batas. Pemerintah Desa berperan sebagai anggota panitia penataan batas dan menandatangani berita acara tata batas BATB. Pemerintah Kabupaten berperan dalam membentuk dan menetapkan tim panitia tata batas, menyusun dan menetapkan pelaksanaan teknis, dan menyetujui BATB. Pemerintah Provinsi berperan dalam menetapkan tim penataan batas, berkoordinasi, menyusun pedoman penyelenggaraan, dan menjadi fasilitator. Pemerintah Pusat berperan dalam membuat kebijakan; menyusun pedoman; menetapkan kriteria dan standar; membentuk dan menetapkan timpanitia tata batas; membiayai dan menyelenggarakan kegiatan; serta menandatangani, menyetujui dan mensahkan BATB. Stakeholders pendukung dapat berperan sebagai pelaksana penataan batas. 4 Pemetaan Pada tahap pemetaan hanya masyarakat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat yang mempunyai peran. Masyarakat berperan dalam hal memberikan informasi. Pemerintah Provinsi berperan dalam membuat pedoman pemetaan. Sementara, Pemerintah Pusat berperan dalam membuat peta kawasan. 5 Penetapan Pada tahap penetapan semua stakeholders kecuali stakeholders pendukung lain-lain yang mempunyai peran. Masyarakat berhak memberikan pandangan, memperoleh informasi dan mendapat kompensasi. Pemerintah Desa berperan dalam mengusulkan peserta kegiatan penetapan. Pemerintah Kabupaten berhak dalam memperoleh informasi serta berperan dalam hal memberikan rekomendasi, menjabarkan penetapan kawasan, dan memberikan informasi kepada masyarakat. Pemerintah Provinsi berperan mendapatkan informasi, memberikan rekomendasi, membuat peraturan daerah, dan meneruskan informasi kepada masyarakat. Pemerintah Pusat berperan dalam menetapkan kriteria, standar dan status kawasan serta membantu penyelesaian konflik. Hasil identifikasi peran stakeholder dalam peraturan perundangan ini dirangkum dan disajikan pada Tabel 33.

B. Realitas Peran Stakeholders dalam Pengurusan Hutan di TNGH

Berdasarkan identifikasi peran masing-masing stakeholder dalam dokumen peraturan perundangan, langkah analisis kebijakan selanjutnya ialah melakukan identifikasi implementasi pelaksanaan peran tersebut di lokasi studi. Dengan menggunakan metode analisis asumsi, realisasi peran stakeholder dalam pengukuhan hutan di TNGH diidentifikasi dari hasil observasi lapangan, wawancara dan analisis 24 dokumen kebijakan yang berlaku di tingkat lokal dan TNGH Lampiran 3 no 48 -71. Berikut uraian hasil analisis tersebut : 1 Inventarisasi 145 Tabel 33 Analisis peran stakeholders dalam proses penetapan taman nasional Normatif PERAN STAKEHOLDERS 2 PROSES PENETAPAN 1 PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH PROVINSI PEMERINTAH KABUPATEN PEMERINTAH DESA MASYARAKAT PENDUKUNG LAIN-LAIN 1. Inventarisasi hutan Pelaksana, Pembuat Kebijakan, Pengambil Keputusan Pelaksana, Pembuat kebijakanpedoman teknis Pelaksana Rekomendasi Pelaksana 2. Pengukuhan kawasan hutan a. Penunjukan Pelaksana, Pembuat Kebijakan, Pengambil Keputusan Rekomendasi, Koordinator, Pengambil Keputusan Rekomendasi Penerima Kompensasi b. Penataan batas Pelaksana, Pembuat KebijakanPedoman Teknis, Pengambil Keputusan, Koordinator Pembuat pedoman teknis, Pengambil Keputusan, Koordinator, fasilitator Pelaksana, Pembuat Pedoman Teknis, Persetujuan, Pengambil Keputusan Pelaksana, Persetujuan Pelaksana, Persetujuan Pelaksana, Persetujuan, c. Pemetaan Pelaksana Pelaksana, Pembuat Pedoman Teknis Rekomendasi d. Penetapan Pelaksana, Pembuat Kebijakan, Pengambil Keputusan, Mediator Konflik Rekomendasi, Koordinator, Pengambil Keputusan Rekomendasi, Pelaksana Rekomendasi Rekomendasi, Penerima Kompensasi Informasi Keterangan: 1 Disusun berdasarkan pengertian kegiatan pengurusan hutan dalam UU No. 411999 tentang Kehutanan Bab III Pasal 10. 2 Diidentifikasi dari 47 peraturan perundangan terkait Lampiran 3 nomor 1 sd 47. Pada kegiatan invetarisasi, BTNGH belum melakukan inventarisasi kawasan secara lengkap. Inventarisasi baru sebatas keanekaragaman hayati di dalam kawasan BTNGH 2000a; 2000b; BTNGHS 2007. Dokumentasi penelitian mengenai masyarakat disekitar kawasan TNGH yang dilakukan JICA baru mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi dan budaya pada beberapa desa sample saja Harada et al. 2001. Masyarakat dibeberapa lokasi sudah berperan dalam hal memberikan saran, identifikasi masalah, dan melaporkan keberadaan komunitas adat terpencil. Sementara peran serta Pemerintah Kabupaten dan Provinsi dalam penyelenggaraan kegiatan inventarisasi hanya dapat diidentifikasi melalui dokumen-dokumen administrasi kemasyarakatan yang tidak secara langsung diperuntukan untuk kepentingan penetapan TNGH. Sedangkan stakeholder pendukung seperti LSM dan Lembaga penelitian LIPI sudah berpartisipasi dalam penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan inventarisasi. 2 Penunjukan Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pada tahap penunjukkan, masyarakat tidak berperan dalam mengusulkan lokasi kawasan. Berdasarkan analisis pada teks kedua Keputusan Menteri Kehutanan mengenai TNGH dan TNGHS, pada bagian paragraf menimbang, dapat disimpulkan bahwa penunjukan kawasan tersebut murni berdasarkan pertimbangan perlindungan KH dan ekosistemnya 143 . Tidak ada informasi yang mengindikasikan peran Pemerintah Provinsi dalam mengusulkan, memutuskan dan menetapkan penunjukan kawasan. Menurut peraturan perundangan penunjukan kawasan sebagai KSA atau KPA harus berdasarkan pertimbangan dan usulan Gubernur yang didukung oleh DPRD 144 . Kondisi ini menimbulkan rendahnya dukungan PEMDA terhadap keberadaan TNGH. Padahal hampir semua Kabupaten dan Provinsi di lokasi studi sudah menetapkan persentase kawasan lindung berikut menyebutkan TNGH 143 Teks paragraf menimbang dalam Kepmenhut Nomor :282Kpts-II92 Tentang Perubahan Fungsi Dan Penunjukan Cagar Alam Gunung Halimun Yang Terletak Di Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor Dan Kabupaten Derah Tingkat II Lebak Provinsi Tingkat I Jawa Barat Seluas ± 40.000 Empat Puluh Ribu Hektar Menjadi Taman. Nasional Dengan Nama Taman Nasional Gunung Halimun dan Kepmenhut No. 1752003 tentang Penunjukan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ± 113.357 Hektar Di Provinsi Jawa Barat Dan Provinsi Banten Menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak; Masukan dari Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi Jawa Barat dalam Konsultasi publik RPTNGHS di Bogor 21 Februari 2007 dan pembahasan di Bab IV mengenai sejarah kawasan TNGH dalam disertasi ini yang juga disajikan pada Lampiran 7. 144 PP No. 681998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Pasal 101; Kepmenhut No. 322001 tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan Hutan Pasal 11 ayat 1. sebagai salah satu taman nasional yang berada di wilayah mereka 145 . Pemerintah Pusat berperan dalam menetapkan kriteria dan standar, menyusun perencanaan, melakukan penunjukan kawasan, memutuskan penunjukan kawasan dan menetapkan peta penunjukan. Semua peran tersebut sudah dilakukan Pemerintah Pusat. 3 Penataan Batas Seperti diakui BTNGH dalam beberapa dokumen laporannya, penataan batas TNGH sampai saat ini belum selesai dilakukan BTNGH 2000a; BTNGHS 2007. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber, diakui bahwa hampir semua stakeholders dilibatkan dalam pelaksanaan penataan batas. Namun, demikian ada indikasi bahwa proses persetujuan bebas pihak ketiga dari masyarakat dan persetujuan BATB tidak melalui proses partisipasi masyarakat yang benar. Kondisi ini menimbulkan konflik ketidaksepakatan atas tata batas. Dalam merespon persoalan ini, Pemerintah Provinsi dan Pusat tidak berperan sebagai fasilitator dan mediator. Pera ini diamanatkan dalam peraturan perundangan. 4 Pemetaan Berdasarkan penelusuran literatur dan observasi lapangan, pada tahap pemetaan, hanya pemerintah pusat dan stakeholders pendukung JICA yang berperan. Pada proses ini, sebagai stakeholder pendukung JICA sudah berperan melebihi mandatnya. Sebagai contoh keluarnya peta kawasan TNGHS pada tahun 2005 yang dibuat oleh Departemen Kehutanan dan JICA. Pemetaan ini dilakukan belum mempertimbangkan informasi dari hasil inventarisasi yang menyeluruh, penataan ruang wilayah 3 kabupaten dan 2 provinsi dan verifikasi lapangan dari masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada sumber peta ini yang dicantumkan pada kolom legenda. Disana disebutkan bahwa sumber peta berasal dari: 1 Peta Rupabumi skala 1:25.000 tahun 1999, BAKOSURTANAL; 2 Batas TN berdasarkan SK Menhut No. 175Kpts-II2003; 3 Mesh map skala 1:50.000 tahun 1999 Biodiversity Conservation Project. 145 Pasal 37 Perda No.2.2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Provinsi JABAR 2010 dan RPJM 2007-2012 status taman nasional yang diacu masih TNGH bukan TNGHS; Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor melalui Perda No. 172000; Perda No. 131996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak; Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukabumi 2006-2010 Draft Laporan Akhir. 5 Penetapan Belum ada penetapan penuh terhadap status TNGH. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, salah satu persoalan belum adanya penetapan status ini karena belum tuntasnya tahap inventarisasi, penataan batas dan pemetaan. Namun demikian, pada tahun 2003 keluar Kepmenhut No. 1752003 tentang Penunjukan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ± 113.357 Hektar di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak TNGHS. Dapat diperkirakan bahwa persoalan dalam proses penetapan akan semakin meluas. Hasil identifikasi realisasi peran stakeholders dalam penetapan TNGH ini dirangkum dan disajikan pada Tabel 34. Berdasarkan hasil identifikasi pada Tabel 33 dan 34, dapat disimpulkan bahwa hampir semua stakeholders belum menjalankan perannya secara optimal. Sebagai contoh: a. Pemerintah Pusat meskipun berperan sebagai pembuat kebijakan. Namun dalam pelaksanaannya. Pemerintah Pusat melakukan penyimpangan atas kebijakan yang dibuatnya sendiri. Contohnya dalam proses penetapan di TNGH, proses yang seharusnya dilakukan secara bertahap 146 pada kenyataannya dilakukan secara hampir bersamaan paralel dimana tahapan berikutnya dilakukan meskipun tahapan sebelumnya belum selesai atau tuntas diselesaikan. Padahal ada beberapa tugas mendasar seperti inventarisasi dan tata batas belum dilaksanakan sampai tuntas. Proses ini menimbulkan konflik dimana pemerintah secara normatif juga seharusnya berperan sebagai mediator dan fasilitator. Namun pada kenyataannya peran ini juga tidak dapat dilakukan. b. Pemerintah Provinsi secara normatif berperan sebagai fasilitator pelaksanaan penetapan dan inventarisasi kawasan. Di lokasi studi kedua peran ini tidak dijalankan oleh Pemerintah Provinsi. PEMDA hanya berperan sebagai pelaksanakoordinator pada beberapa kegiatan penataan batas walaupun sampai studi ini dilakukan, proses ini belum selesai. 146 Mengacu pada PP No. 442004 tentang Perencanaan Kehutanan dan hasil wawancara dengan staf BTNGH 2182007. 149 Tabel 34 Analisis peran stakeholders penetapan Taman Nasional Gunung Halimun Implementasi PERAN STAKEHOLDERS 2 PROSES PENETAPAN 1 PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH PROVINSI PEMERINTAH KABUPATEN PEMERINTAH DESA MASYARAKAT PENDUKUNG LAIN-LAIN 1. Inventarisasi hutan Pelaksana belum selesai dan baru data KH - - Pemberian informasi Pemberian informasi Dilaksanakan oleh konsultan JICA bekerjasama dengan PIKA dan LIPI 2. Pengukuhan kawasan hutan a. Penunjukan Pelaksana, Pembuat Kebijakan, Pengambil Keputusan Rekomendasi TNGH - b. Penataan batas Pelaksana belum selesai, Koordinator Koordinator Pelaksana belum selesai untuk TNGH; belum ada pengakuan untuk TNGHS Koordinator Pelaksana belum selesai untuk TNGH; belum ada pengakuan untuk TNGHS Membantu pelaksanaan untuk TNGH; tidak mengakui untuk TNGHS Sebagian membantu pelaksanaan untuk TNGH; tidak mengakui untuk TNGHS Pelaksana, Persetujuan c. Pemetaan Pelaksana - - Pelaksana, Pembuat Kebijakan JICA 3 d. Penetapan Belum ada penetapan - - - - - Keterangan: 1 Disusun berdasarkan pengertian kegiatan pengurusan hutan dalam UU No. 411999 tentang Kehutanan Bab III Pasal 10. 2 Diidentifikasi dari 24 kebijakan terkait di tingkat lokal Lampiran 3 no 48 sd 71; penelusuran literatur, wawancara dan observasi lapangan. 3 Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal PHKA memproduksi Peta Kawasan TNGHS pada tahun 2005 c. Pemerintah Kabupaten belum berperan sebagai pelaksana inventarisasi dan pengambil keputusan dalam pelaksanaan penetapan TNGH. d. Pemerintah Desa meskipun diberikan peran yang relatif kecil dalam penetapan kawasan, namun hampir semua peran sudah dijalankannya. Peran sebagai pemberi persetujuan dalam penataan batas baru dilaksanakan sebagian kecil perangkat desa. e. Masyarakat meskipun mendapat porsi peran lebih besar dalam proses penetapan taman nasional dibandingkan pemerintah desa. Namun kebanyakan perannya bersifat pasif penerima. Peran ini tidak dapat dilakukan dengan optimal jika tidak ada media atau mekanisme untuk melakukannya. Berdasarkan observasi, masyarakat biasanya tidak diundang dalam proses pengambilan keputusan. Mereka hanya dilibatkan dalam proses konsultasi dan pengumpulan informasi. Perannya dianggap cukup diwakili oleh LSM. Selain itu, sampai saat ini belum ada mekanisme kompensasi atau ganti rugi bagi masyarakat yang terkena dampak atas penunjukan kawasan TNGH. f. Di TNGH, stakeholder pendukung yang cukup menonjol perannya ialah JICA sebagai Donor, konsultan JICA, dan LSM. Berdasarkan hasil observasi dan penelusuran literatur, stakeholder ini sudah berperan melebihi kapasitas kewenangannya yaitu terlibat dalam pembuatan kebijakan dan proses pengambilan keputusan. Mereka merumuskan kebijakan dengan terlibat dalam penyusunan rencana pengelolaan. Dalam kondisi ini LSM dianggap merepresentasikan masyarakat. Sementara, JICA menulis dan menerbitkan beberapa dokumen kebijakan seperti Ecotourism Action Plan dan peta kawasan TNGHS. Hasil analisis asumsi kebijakan ini dirangkum dan disajikan pada Tabel 35.

5.2.3 Hasil Analisis Kebutuhan