4. Cibuluh dapat dicapai dari Kota Bogor melalui Cigudeg dengan jarak sekitar 28 Km 30 menit berkendaraan. Kantor resort terdekat berada di Juga.
5. Citorek dapat dicapai dari Kota Rangkasbitung melalui Bayah dengan jarak sekitar 150 Km dan waktu tempuh selama 3 jam berkendaraan. Kantor resort
terdekat berada di Cicarucub. 6. Cigaru dapat dicapai dari Kota Rangkasbitung melalui Cipanas-Banjarsari
dengan jarak sekitar 48 Km dan waktu tempuh selama 75 menit berkendaraan. Kantor resort terdekat berada di Muhara.
Sedangkan untuk mencapai keempat lokasi studi dapat menggunakan angkutan umum dan kendaraan pribadi. Akses ke lokasi studi dan sarana yang
dapat digunakan disajikan pada Tabel 13.
4.3 Status Lahan, Penggunaan Lahan dan Sistem Tenurial
Dari luas 40.000 Ha, penggunaan lahan kawasan TNGH meliputi perkebunan 971 ha; pertanian dan permukiman 1.029 ha; dan kawasan konservasi
38.000 ha Harada et al. 2001; Widada 2004:47. Kawasan ini juga berbatasan dengan lahan-lahan dengan penggunaan :
kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani 2000b:I-1;
lahan pertanian rakyat yang dikelola oleh penduduk desa 2000b:I-1; perkebunan teh yang dikelola oleh beberapa perusahaan besar Widada 2004:
61; 9 enclave
71
yaitu 3 di bagian Timur, 4 di bagian Utara, dan 2 di bagian Timur Laut 2000b:I-1. Nama, letak, luas dan keterangan lainnya mengenai enclave
ini dirangkum dan disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Rencana Pengelolaan TNGH tahun 2000-2024, kawasan
TNGH akan dikelola dengan sistem zonasi. Sistem ini diperlukan untuk memenuhi fungsi
72
taman nasional. Zonasi ditentukan berdasarkan penilaian aspek BTNGH, 2000a: V5-11: ekologis seperti kekayaan spesies dan
71
Enclave yaitu areal yang berada di dalam kawasan TNGH namun secara hukum tidak termasuk kawasan TNGH BTNGH 2000b:I-1.
72
Fungsi taman nasional mengacu pada UU No. 5 1990 adalah untuk : perlindungan proses ekologis sistem penyangga kehidupan; pengawetan keaneka ragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; pemanfaatan secara lestari SD alam
hayati dan ekosistemnya dalam bentuk penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya dan pariwisata alam.
sensitifitas; peraturan perundangan; dan pemanfaatan seperti kebutuhan masyarakat dan pengembangan pariwisata alam. Sampai dengan Februari 2007,
status zonasi di TNGH belum selesai karena belum adanya penetapan zonasi yang disetujui oleh Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHKA dan
Bupati terkait BTNGHS 2007. Tabel 13 Aksesibilitas untuk mencapai lokasi studi
No Lokasi Studi
Aksesibilitas 1. Desa
Citorek, Kecamatan Cibeber,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten
Dari Bogor : Terminal Bubulak menggunakan angkutan umum jurusan Cipanas sampai Gajruk 2,5 jam dengan biaya Rp
13.000orang. Dari Gajruk sampai dengan Desa Citorek dapat menggunakan kendaraan roda empat jenis elf selama kurang
lebih 1 jam 30 menit dengan biaya Rp. 20.000orang.
2. Desa Sirnarasa,
Kecamatan Kecamatan Cikakak,
Kabupaten Sukabumi, Provinsi
Jawa Barat Dari Pelabuhan Ratu: 1menggunakan kendaraan pribadi menuju
Barat Laut sepanjang 33 km dan waktu tempuh 1 jam; 2 kendaraan umum hanya ada dua jadwal pemberangkatan setiap
harinya dengan biaya Rp. 2000-5000orang. Berangkat dari Desa Sirnarasa menuju Desa Cileungsi pada pukul 07.00 dan 10.00
WIB. Jalur kembali dari Desa Cileungsi-Desa Sirnarasa sampai pukul 10.00 dan 13.00 WIB; atau 3 kendaraan roda dua ojeg,
biaya yang harus dikeluarkan sekitar Rp. 25.000.
3. Desa Malasari,
Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor. Dari Bogor : 1 menuju pusat Desa Malasari berjarak
± 65 km dari arah barat daya Cibinong ibukota Kabupaten Bogor dan
± 15 km dari pusat Kecamatan Nanggung dengan menggunakan
kendaraan umum dapat ditempuh + sekitar 3 jam; atau 2 menuju NirmalaTalahab melalui Parung Kuda dengan kendaraan pribadi
dari kota Bogor dapat ditempuh + 4 jam.
4. Desa Cisarua,
Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor
Dari Bogor melalui Terminal Bubulak menggunakan angkutan umum Bogor-Leuwiliang-Cigudeg atau dengan kendaraan
pribadi selama 0,5-1 jam dengan kondisi jalan cukup bagus. Dari Cigudeg menuju Kampung Leuwijamang ada dua alternatif rute.
Pertama rute Cigudeg - Cipatat - Cisarua harus ditempuh dengan kendaraan lapangan jeep, truk, sepeda motor selama 2 jam
kondisi jalan berbatu dan berlumpur. Cisarua ke Leuwijamang hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki sejarak 5 km dengan
waktu tempuh kurang lebih 1 –2 jam. Rute Cigudeg – Cipatat dapat juga ditempuh dengan mobil pribadi atau umum Rp.
5000orang untuk 1 -1,5 jam perjalanan. Dari Cipatat – Cisarua diteruskan dengan ojeg Rp. 20.000ojeg selama 1 -1,5 jam
perjalanan. Cisarua –Leuwijamang ditempuh dengan berjalan kaki. Alternatif kedua yaitu melalui Cigudeg – Cibarani dengan
mobil pribadi atau ojeg. Biaya yang dikeluarkan jika menggunakan ojeg sebesar Rp. 25.000orang dengan waktu
tempuh selama 1 -1,5 jam perjalanan. Kondisi jalan berbatu. Dari Cibarani menuju Kampung Leuwijamang ditempuh dengan
berjalan kaki selama kurang lebih 3-4 jam. Kondisi jalan tanah dan berlumpur jika hujan
Sumber : Hasil observasi lapangan tahun 2006 dan 2007.
Tabel 14 Enclave yang berada di TNGH
No Nama Posisi
Luas Ha
Populasi Keterangan 1. Nirmala
Timur 971
570 Kywn PT. Nirmala Agung 2. Sarongge
Utara 50
55 kk Pertanian 3. Leuwijamang
Utara 100
120 Kk Pertanian
4. Ciparengpeng Utara
100 Pertanian
5. Ciear Utara
200 Pertanian
6. CilanggarGarung Timur
200 Pertanian
7. Ciwalen Timur
25 1 kk Belum dipetakan
8. Cibatu Timur Laut
125 1 kk Pertanian
9. CiguhaGn Perang Timur Laut
150 Pertanian
J u m l a h 2000
Sumber : BTNGH, 2000b: I-2
Berdasarkan batas administrasi TNGH, keempat lokasi studi memiliki status lahan yang berbeda. Misalnya, lokasi Kampung Cibedug berstatus
encroachment
73
karena pemukiman penduduk dianggap secara ilegal berdiri di dalam kawasan TNGH, sedangkan dua kampung lainnya yaitu Kampung
Citalahab Central dan Kampung Leuwijamang berstatus enclave. Status satu kampung lainnya yaitu Kampung Pangguyangan berada di luar kawasan TNGH.
Selengkapnya status dan penggunaan lahan di lokasi studi disajikan pada Tabel 15 berikut ini.
Tabel 15 Status dan penggunaan lahan di lokasi studi
No. Lokasi Studi
Status Jenis Pengunaan Lahan
1. Kampung Cibedug
encroachment pemukiman, lahan pertanian reuma,
sawah, kebun sayuran, dll, sarana dan prasarana
2. Kampung Pangguyangan
di luar sawah, pemukiman, perkebunan,
fasilitas umum dan hutan lindung
3. Kampung Leuwijamang
enclave pertanian, kebun dan pemukiman
4. Kampung Citalahab Central enclave
pemukiman, lahan pertanian, perkebunan, hutan lindung dan hutan
konservasi Sumber : Harada et al. 2004; BPMD Kabupaten Sukabumi, 2006; Martono dan Suwartapradja,
2006; Rencana Pengelolaan TNGH tahun 2000-2024, Potensi Desa Cisarua 2002 dalam Widada 2004
73
Status dimana masyarakat menempati suatu lokasi, namun tidak diakui keberadaannya Saputro 2006:27
Di kawasan TNGH dikenal beberapa sistem tenurial sistem kepemilikan lahan yang digunakan oleh masyarakat. Dalam penelitiannya Harada, et al.
2001 mendokumentasi sembilan sistem tenurial yang berlaku pada masyarakat di sekitar kawasan TNGH. Adapun kesembilan sistem tenurial tersebut adalah:
1. Warisan inheritance ialah tanah yang dikelola secara turun temurun. Hak pengelolaan dialihkan kepada ahli waris anak dengan membagi sama luas
lahan baik untuk anak laki-laki maupun perempuan; 2. Mulung Reclamation atau memungut ialah menggunakan lahan yang
sebelumnya pernah digarap orang lain tapi kemudian ditinggalkan. Tidak diperlukan ijin dari pengelola sebelumnya;
3. Ngaluaran tanaga sale based on labor ialah membeli hak atas tanah dengan membayar buruh untuk menggarap lahan atau menukarnya dengan ternak,
tidak dengan uang; 4. Pamasihananpamere alienation atau pemberian ialah hak atas lahan
berdasarkan hadiah dari pengelola sebelumnya; 5. Jual beli sale ialah sistem untuk mendapatkan hak atas tanah berdasarkan
jual beli yang bersifat permanen atau semi permanen. Jual beli ini biasanya dilakukan harus dengan ijin dari pemilik awal;
6. Gade security atau gadai ialah memberikan hak atas lahan yang dimiliki untuk mendapatkan pinjaman. Hak harus dikembalikan jika pinjaman sudah
dibayar. Lahan tidak boleh dipindah tangankan kepada orang lain. Jangka waktu pengembalian pinjaman biasanya tidak diberlakukan namun peminjam
dapat mengelola lahan sesuai dengan keinginannya dan jangka waktu sampai hutang terbayar;
7. Maparo maro marteln nengah rent with compasation atau menyewa dengan kompensasi ialah sistem pengelolaan atas lahan dengan cara bagi hasil
antara pemilik lahan dengan penggarap. Jumlah atau besaran bagi hasil ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak;
8. Nginjeum numpang garap rent without compensation atau meminjam lahan garapan ialah sistem memberikan hak pengelolaan atas lahan untuk jangka
waktu tertentu kepada orang lain tanpa kompensasi. Pengguna tidak boleh menanam atau menebang pohon; dan
9. Sewa contract atau kontrak ialah sistem memberikan hak pengelolaan atas lahan untuk jangka waktu tertentu kepada orang lain dengan kompensasi.
Pembayaran dapat dalam bentuk bagi hasil panen atau uang Mengacu pada ke 9 jenis sistem tenurial ini dan berdasarkan hasil observasi
lapangan, sistem tenurial yang dapat diidentifikasi di lokasi studi selengkapnya disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Sistem tenurial di lokasi studi
No Lokasi Studi
Sistem Tenurial 1. Kampung
Cibedug Warisan inheritance, meminjam, dan mulung
reclamation 2. Kampung
Pangguyangan Warisan,mulung, ngaluaran tanaga, pamasihananpamere, jual beli, gade, maparo,
nginjeum numpang garap, dan sewa 3. Kampung
Leuwijamang Warisan, mulung, ngaluaran tanaga,
pamasihananpamere, maro, jual beli, sewa 4. Kampung
Citalahab Warisan, jual beli, gade, maro, sewa
Sumber: Harada et al., 2001; hasil observasi lapangan
4.4 Kondisi Sosial