untuk mengidentifikasi apakah konsep ekowisata yang digunakan di lokasi studi sesuai dengan kriteria ideal dalam literatur atau tidak. Kedua, analisis institusi
untuk mengetahui para pihak yang terlibat, kebijakan yang terkait dan langkah yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan kegiatan yang sudah ada.
5.3.1 Kondisi Eksisting Pengembangan Ekowisata A.
Tujuan
Berdasarkan buku Rencana Pengelolaan Taman Nasional tahun 2000- 2024, tujuan dari pengembangan ekowisata diantaranya untuk mengoptimalkan
pemanfaatan SDA bagi kesejahteraan masyarakat. Ekowisata juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap konservasi
TNGH khususnya dan SDA pada umumnya BTNGH 2000a: III-1-2. Sementara, Hartono 1999 dalam artikelnya mengenai proses pengembangan ekowisata
TNGH menyebutkan bahwa pengembangan ekowisata yang diinisiasi oleh sebuah konsorsium dan KSM lokal bertujuan untuk pelestarian dan pemanfaatan
berkelanjutan keanekaragaman hayati, membuka peluang usaha-usaha konservasi yang berbasis masyarakat lokal, peningkatan pendapatan masyarakat, dan
peningkatan kapasitas KSM dan LSM Hartono 1999.
B. Sejarah Pengembangan Ekowisata Di TNGH
Sejarah pengembangan Ekowisata di TNGH berawal ketika beberapa kawasan, yang sekarang menjadi lokasi pengembangan ekowisata, menjadi daerah
ekspedisi dan studi lapangan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi
149
. Atas masukan dari hasil ekspedisi dan studi lapangan inilah BTNGH berencana
mengembangkan kegiatan ekowisata. Beberapa alasan yang melatarbelakangi dikembangkannya ekowisata di TNGH diantaranya Sproule dan Suhandi 1998:
pada tahun 1993 kegiatan wisata menyumbang 6,6 terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia;
golongan ekonomi menengah merupakan penduduk terbanyak di Indonesia yang membutuhkan kegiatan wisata terutama wisata alam;
149
Pada tahun 1994 kawasan Cikaniki, di Kampung Citalahab Central menjadi daerah ekspedisi dan lokasi kegiatan lapangan UNAS, UI, IPB, dan Pencinta Alam. Sementara Kampung Ciptarasa dan Ciusul-Citorek menjadi daerah tujuan
studi mahasiswa antropologi dan INRIK, UNPAD, Bandung, dan BScC dari UNAS, Jakarta Hartono 2005; Hartono 1999.
adanya 2 hari libur diakhir pekan sejak bulan April 1995 memberikan kesempatan pada golongan ekonomi menengah untuk lebih lama berlibur;
dapat diakses dari Jakarta hanya dengan waktu tiga jam; dan tidak adanya kompetisi untuk mendatangi TNGH bagi orang Jakarta,
mengingat TN Gunung Gede Pangrango akan dipadati oleh sekitar 10.000 pengunjung pada waktu yang sama.
Untuk tujuan tersebut, pada tahun 1995, dibentuklah sebuah Konsorsium Program Pengembangan Ekowisata TNGH KPPETNGH. Konsorsium ini
beranggotakan institusi pemerintah C.q. BTNGHPHKA; LSM nasional BScC; LSM Internasional Wildlife Protection Trust International-WPTI; Pusat
Konservasi Biologi–UI; dan Swasta, McDonald Sproule dan Suhandi 1998; Hartono 1999; Hartono 2005; Widada 2004. Bekerjasama dengan Kelompok
Swadaya Masyarakat KSM lokal, konsorsium ini memperoleh dana dari Biodiversity Support Program BSP melalui USAID selama empat tahun.
Dibawah pengelolaan konsorsium, dana berasal dari USAID yang digunakan diantaranya untuk Widada 2004:52-54:
pengembangan obyek ekowisata di tiga lokasi Kampung Leuwijamang, Kampung Citalahab, dan Kampung Pangguyangan;
pembangunan fasilitas, sarana dan prasarana ekowisata penguatan kelembagaan di tiga lokasi yang difasilitasi BScC
pelatihan tentang ekowisata bagi masyarakat lokal promosi dan publikasi ekowisata
Namun aktivitas konsorsium ini berhenti sejalan dengan selesai pendanaan proyek yang disponsori oleh USAID.
Sebagai bentuk komitmen terhadap anggota KSM di tiga lokasi pengembangan, pada tahun 1999, beberapa anggota konsorsium membentuk
Yayasan Ekowisata Halimun YEH. Pada tahun yang sama yayasan ini bekerjasama dengan BTNGH, Kantor Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
dan Yayasan Kehati untuk melakukan pendampingan masyarakat dalam pelaksanaan pengembangan ekowisata di tiga lokasi Hartono 2005. Pada saat
itu, Yayasan Kehati hanya memberikan dana operasional selama 1 tahun. Sejak tahun 2000- sekarang, YEH dan KSM berswadaya untuk menjalankan kegiatan
ekowisata Hartono 2005. Padahal pada tahun 2000, kegiatan ekowisata di TNGH sudah masuk kedalam link Community Based Ecotourism CBE -
Sustainable Tourism dari organisasi World Tourism Organization WTO. Disisi lain, BTNGH mendapat dana dari proyek Biodiversity Conservation
Project Phase II -JICA untuk kurun waktu tahun 1998-2003. Dana yang dikelola oleh JICA ini digunakan antara lain untuk penguatan sumberdaya manusia TNGH,
pembangunan sarana dan prasarana ekowisata, dan penyusunan materi informasi ekowisata seperti leaflet, guide book, CD, dan peta ekowisata Widada 2004: 53.
Pada tahun 1999, BTNGH bekerjasama dengan JICA mengadakan Lokakarya Pengembangan Ekowisata di TNGH. Kegiatan ini dilanjutkan pada
2001 dengan menyusun dan menerbitkan dokumen Ecotourism Action Plan Rencana Aksi Ekowisata di TNGH dalam versi Bahasa Inggris Widada
2004:146. Penerbitan rencana aksi ini diikuti dengan kegiatan survei dan identifikasi potensi ekowisata di tiga lokasi pengembangan yaitu Citalahab,
Leuwijamang, dan Pangguyangan Widada 2004:146. Pada tahun 2002 beberapa kegiatan yang didanai JICA diantaranya Widada 2004:146: pembuatan peta trail
ekowisata di masing-masing wilayah; peningkatan sarana dan prasarana ekowisata dan media informasi; pelatihan 12 orang counterpart National Park Management
di Jepang; pelatihan interpretasi bagi petugas dan pemandu lokal; dan pelatihan staf yang akan melatih pemandu lokal.
Persoalannya, meskipun kegiatan yang didanai JICA ini seperti meneruskan kegiatan pengembangan ekowisata sebelumnya yang dirintis
KPPETNGH namun berdasarkan hasil observasi dan wawancara menunjukan bahwa masyarakat pelaku ekowisata di lapangan hanya dilibatkan secara pasif.
Mereka terlibat jika konsultan proyek JICA membutuhkan informasi saja. Beberapa narasumber bahkan tidak memahami dan mengetahui keberadaan
Ecotourism Action Plan yang diterbitkan oleh JICA. Demikian juga dengan buku- buku petunjuk yang seluruhnya dibuat dalam bahasa Inggris.
Persoalan lainnya ialah obyek eks wisata yang selama ini diklaim menjadi obyek dan daya tarik TNGH yang beberapa diantaranya berada di wilayah
administrasi desa atau wilayah adat penduduk sekitar TNGH. Situs Cibedug,
misalnya, diklaim BTNGH sebagai obyek dan daya tarik ekowisata TNGH
150
. Padahal situs ini dipelihara secara swadaya dan diakui oleh masyarakat kasepuhan
Cibedug sebagai peninggalan leluhur mereka. Kunjungan wisatawan ke Kampung Cibedug juga sudah berjalan jauh sebelum proyek pengembangan ekowisata
dimulai di TNGH. Bahkan sampai sekarang, meskipun masyarakat kasepuhan ini tidak dilibatkan dalam pengembangan ekowisata di TNGH, kampung ini masih
terus menerima kunjungan wisatawan dan berkembang tanpa ada intervensi luar dan pengaruh krisis moneter. Sejarah pengembangan ekowisata di TNGH secara
lebih rinci disajikan pada Lampiran 8.
C. Potensi dan Fasilitas Wisata
Menurut buku Rencana Pengelolaan TNGH 2000-2024, “program ekoturisme” merupakan program yang akan dikembangkan baik di dalam maupun
di sekitar kawasan TNGH dan direncanakan secara insidental di zona rimba dan zona pemanfaatan intensif BTNGH 2000a: V-57; BTNGH 2000b: I-36. TNGH
sangat kaya dengan keanekaragaman sumberdaya hayatinya. Di kawasan ini terdapat sekitar 53 jenis mamalia, 147 jenis burung, dan 1000 jenis tumbuhan
BTNGH 2000b:I-13sd14. Sampai dengan tahun 2003 telah ditemukan 275 jenis anggrek dan 13 jenis rotan Widada 2004:48. Keanekaragaman sumberdaya
hayati ini menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke kawasan ini.
Selain sumberdaya hayati, TNGH juga memiliki beberapa gejala alam yang potensial sebagai obyek wisata alam. Sebagai contoh, TNGH memiliki 11
air terjun, 4 puncak gunung, 2 danau, 2 lembah, dan 2 situscandi. Obyek wisata yang potensial untuk dikembangkan di sekitar TNGH adalah 8 buah sumber air
panas di Kampung Cipanas, 1 situs di Kampung Ciarsa, olahraga arus deras rafting di Cikidang, perkebunan teh serta lokasi bekas tambang emas di Cikotok.
Beberapa gejala alam yang potensial untuk dikembangkan menjadi obyek wisata diantaranya Ambinari 2003 :
a Air terjun: Terdapat 11 air terjun yang beberapa diantaranya sudah dikembangkan seperti Cikudapaeh, Walet, Piit, Cimacan, Ciarnisah dan
150
Wijaya 2007; Keiji et al. 2001.
Cipamulaan. b Danau: Terdapat 2 danau, yaitu Danau Ciarnisah dan Danau Pasir Cubluk.
c Puncak gunung: enam puncak gunung, yaitu Gn. Halimun Utara 1929 m dpl, Gn. Halimun Selatan 1744 m dpl, Gn. Sanggabuana 1919 m dpl, Gn.
Andam 1463 m dpl, Gn. Botol 1720 m dpl dan Gn. Kendeng 1400 m dpl. d Lembah: terdapat dua lembah, yaitu lembah Cikaniki dan Citalahab.
Saat ini, hutan Cikaniki dan Citalahab sudah dikembangkan cukup intensif dimana di dalamnya sudah tersedia trail dan shelter yang akan mendukung
aktivitas pengunjung seperti trekking, foto hunting, birdwatching, penelitian ataupun sekedar menikmati suasana hutan. Disini juga terdapat canopy trail yang
berupa jembatan gantung sepanjang 100 m yang dipasang setingi 25-30 m di atas tanah diantara tajuk-tajuk pohon besar. Fungsi canopy trail ini terutama sebagai
fasilitas penelitian yang dapat digunakan juga sebagai sarana wisata Ambinari 2003.
Untuk mendukung kegiatan ekowisata di dalam kawasan TNGH, saat ini dibangun berbagai jenis fasilitas ekowisata seperti wisma tamu, stasiun penelitian,
jalur tracking, dan area perkemahan. Mengenai lokasi dan aksesibilitas untuk mencapai fasilitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 37. Berdasarkan hasil survei
lapangan yang dilakukan penulis pada bulan Desember 2006-Februari 2007. Fasilitas wisma tamu di Leuwijamang sudah tidak ada karena sejak awal tahun
2000 tidak terpakai sehingga mengalami kerusakan. Sementara, kondisi wisma tamu lainnya seperti di Kampung Pangguyangan dan Citalahab perlu mendapat
perhatian untuk perbaikan dan renovasi. Berdasarkan potensi obyek wisata yang dimiliki, produk wisata
151
yang ditawarkan TNGH antara lain Hartono 1999 : 1 atraksi wisata alam
pengamatan flora dan fauna, wisata budaya mengunjung kampung-kampung adat dan mempelajari budaya, sistem nilai serta gaya hidup, dan wisata
pendidikan mengunjungi pabrik teh, penelitian, pelatihan outbond; 2 fasilitas wisata seperti pondok wisata, tenda, alat-alat lapangan; dan 3 wisata kuliner:
makanan tradisional; dan 4 jasa : transportasi, pemandu, porter, pijat, dan lain- lain.
151
Produk wisata ialah segala aspek wisata yang dialami oleh wisatawan selama mengadakan suatu perjalanan wisata, meliputi atraksi wisata, fasilitas wisata, dan kemudahan-kemudahan yang didapatkannya Ngafenan 1991:222-223
Tabel 37 Fasilitas ekowisata di Taman Nasional Gunung Halimun
No. Nama Lokasi
Aksesibilitas Keterangan
1 Kampung Leuwimajang
Mobil Cigudeg- Cisarua. Jalan kaki
sampai lokasi Akomodasi
untuk 10 orang Kampung
Citalahab Sentral
Mobil dari Kabandungan
Akomodasi untuk 10 orang
Guesthouse
Kampung Paguyangan
Mobil, Pelabuhan Ratu- Ciptarasa
Akomodasi untuk 10 orang
2 Bumi Perkemahan
Citalahab Kampung Citalahab
Sentral Mobil dari
Kabandungan Luas 1 Ha
3 Loop trail
Cikaniki-Nirmala Mobil sampai
Kabandungan Merupakan jalur
interpretasi Kampung
Cisarua- Leuwijamang dan air
terjun Ciberang Mobil Cigudeg-
Cisarua. Jalan kaki sampai lokasi
4 Canopy Trail
Cikaniki Mobil dari
Kabandungan – Cikaniki
Tinggi 20-30 m Panjang 100 m.
Dana dari JICA
5 Papan Informasi
Di dalam dan batas taman nasional
Cikaniki Bahasa
Indonesia dan Inggris;
6 Jalan antara
Kabandungan- Nirmala
Mobil, Kabandungan -
Nirmala Jalan masuk
utama dari timur. Pintu gerbang
Jalan masuk Cigudeg-
Leuwijamang Mobil Cigudeg-
Cisarua. Jalan kaki sampai lokasi
Jalam masuk utama dari Utara.
7 Stasiun Penelitian
Cikaniki Cikaniki Mobil,
Kabandungan - Cikaniki
Akomodasi untuk 10 orang.
Dana dari JICA 8 Kantor
TNGH Kabandungan
Sumber : Horiuchi 1998, BTNGH 2000b:I-16 sd17, hasil observasi lapangan
D. Karakteristik Wisatawan
152
Persentase jumlah pengunjung TNGH 90,9 adalah wisatawan lokal dan 9,1 wisatawan mancanegara Tabel 38. Daerah asal wisatawan nusantara
diantaranya berasal dari Jakarta 45, Bogor 30, Sukabumi, Bekasi, Tangerang, Bandung dan Cianjur Widada 2004:74-79. Sedangkan, Wisatawan
Mancanegara Wisman umumnya berasal dari Belanda 44,65, Jepang 12,92, dan selebihnya berasal dari Perancis, Inggris, Jerman dan Australia
152
Profil atau karakteristik wisatawan adalah ciri-ciri wisatawan yang perlu dikenal untuk memudahkan memberikan pelayanan yang memuaskan Ngafenan 1991:223
Widada 2004:75, 77. Besarnya kunjungan turis Belanda dan Jepang ke TNGH diduga karena adanya ikatan sejarah dan kerjasama bilateral yang terjalin selama 8
tahun terakhir Widada 2004:75. Usia wisatawan yang datang berkunjung ke TNGH berkisar 11 sampai 51
tahun. Berikut ini persentase usia wisatawan berdasarkan hasil penelitian Widada 2004:76: 11-20thn 19, 21-30 thn 33, 31-40 thn 23, 41-50 thn 23,
51 thn 2. Tujuan wisatawan terbesar ke TNGH yaitu untuk berekreasi. Tujuan lainnya ialah untuk pendidikan, penelitian dan pendakian Tabel 39.
Lebih dari 90 pengunjungwisatawan TNGH berada di Cikaniki-Citalahab Widada 2004:147.
Berdasarkan penelusuran literatur dan observasi lapangan, karakteristik wisatawan yang mengunjungi lokasi studi hampir sama dengan karakteristik
wisatawan TNGH pada umumnya. Namun demikian jumlah dan tujuan wisatawan ke masing-masing lokasi studi cukup bervariasi. Berdasarkan rata-rata kunjungan
pertahun, lokasi ekowisata di Citalahab Central dan Kampung Cibedug merupakan lokasi yang terbanyak dikunjungi wisatawan Tabel 40.
Tabel 38 Jumlah dan kategori pengunjung tahun 1998-2002
No TA April-Maret
Wisman Wisnu
Jumlah 1. 1998
146 986
1132 2. 1999
115 1506
1621 3. 2000
209 1297
1506 4. 2001
249 2033
2282 5. 2002
271 2621
2892 Total
990 8443
Sumber: Laporan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Tahun 2002 dalam Widada, 2004:54-55
Tabel 39 Tujuan wisatawan ke TNGH tahun 1997-2000
Tujuan TA
April-Maret Riset Rekreasi Pendakian Pendidikan Lainnya Jumlah
19971998 49 176 73 53
351 19981999 123 607
91 505 0 1326
19992000 135 723 86 382
55 1381
T o t a l 307
1506 250
940 55
3058
Sumber: BTNGH 2000b: I-18.
Tabel 40. Rata-rata kunjungan dan tujuan wisatawan ke lokasi studi
No. Lokasi Rata-rata
Tahun Tujuan Wisatawan
1.
Kampung Cibedug
178 orang Kunjungan sejarah pendidikan, jiarah, dll
2.
Kampung Pangguyangan
83 orang Mendaki gunung, silahturahmi, rekreasi 3.
Kampung Citalahab Central
511 orang Rekreasi, pendidikan, dan penelitian 4.
Kampung Leuwijamang
39 orang Rekreasi, penelitian, dan tugas
Keterangan: 1.
Diolah dari data tahun 1999 sd 2006 buku tamu Kampung Cibedug hasil survei bulan Januari 2007. 2.
Diolah dari data tahun 1999 sd 2006 buku pengunjung ke kampung Ciptarasa Rosdiana 1994; buku tamu Pondok Wisata hasil survei Januari 2007; buku tamu Pondok Wisata dalam Nugraheni 2002;
YEH dalam Ambinari 2003. 3.
Diolah dari data tahun 1999 sd 2006 catatan petugas TNGH di Pos Cipeuteuy dalam Rosdiana 1994; buku tamu Pondok Wisata dalam Nugraheni 2002; dokumentasi YEH dalam Ambinari 2003; buku tamu
Pondok Wisata hasil survei bulan Februari 2007. 4.
Diolah dari data tahun 1996 sd 2006 buku tamu mantan Lurah Ujang hasil observasi lapangan Februari 2007.
5.3.2 Analisis Kriteria Kecukupan Ekowisata