memobilisasi kekuatan penekan untuk menegakkan atau mempertahankan klaim. Kekuasaan politik dan distribusi sumberdaya juga jauh lebih penting diperhatikan
daripada jenis kepemilikan karena dari dua faktor tersebut dapat ditentukan siapa yang mendapat kepastian hukum dan siapa yang tidak Affif 2005.
Aliran ini mendefinisikan properti sebagai instrumen sosial, dalam konteks ini, institusi dibentuk untuk menyepakati rejim properti Bromley 2001 dalam
Ellsworth 2004. Ada tiga hal yang diperlukan untuk mempertahankan property right yaitu: pemerintah yang berjalan, tidak adanya predator baik itu dari
pemerintah atau pihak swasta, dan tidak adanya lobi dari kelompok yang memiliki kepentingan diluar kepentingan institusi Ellsworth 2004.
2.4 Ekowisata
2.4.1 Sejarah Perkembangan Ekowisata
Dalam pembangunan pariwisata dikenal dua konsep pendekatan yaitu pembangunan pariwisata secara masal mass tourism dan pembangunan
pariwisata secara berkelanjutan atau dikenal dengan istilah sustainable tourism development Butler 1990; Gartner 1996. Pembangunan pariwisata secara masal
mempunyai ciri diantaranya pembangunan fasilitas wisata yang banyak dan cepat; berorientasi keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya; tidak
mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial. Pembangunan pariwisata seperti ini kemudian disebut sebagai pembangunan pariwisata yang tidak
terkontrol, tidak terorganisasi dan tidak terencana. Keprihatinan akan dampak negatif terhadap lingkungan fisik dan sosial
akibat pembangunan pariwisata yang menggunakan konsep pariwisata masal menimbulkan tumbuhnya pendekatan pariwisata secara berkelanjutan. Konsep ini
merupakan respond terhadap konsep pembangunan berkelanjutan yang pertama kali dicetuskan oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan World
Commission on Environment and Development – WCED pada tahun 1987 Brundtland et al. 1987. Komisi ini mendeskripsikan pembangunan berkelanjutan
sebagai proses perubahan dimana eksploitasi sumberdaya, tujuan dari investasi, orientasi dari pengembangan teknologi, dan perubahan institusi dibuat secara
konsisten dengan kebutuhan masa datang dan masa kini.
Sementara itu, Gartner 1996 mendefinisikan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan sebagai sebuah konsep yang mempunyai tujuan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap keuntungan jangka pendek dan merubahnya kepada keuntungan jangka panjang dengan cara melindungi sumberdaya yang
dapat menarik wisatawan. Konsep ini juga diterjemahkan sebagai suatu jenis pembangunan yang menghubungkan wisatawan dan penyedia jasa pariwisata
yang mengkampanyekan perlindungan sumberdaya dan komunitas lokalnya yang menginginkan kualitas hidup yang lebih baik McIntyre 1993. Konsep ini
selanjutnya memberi pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan konsep ekowisata.
Ide yang terkandung dalam ekowisata sebetulnya telah lama dilakukan orang, dan muncul dalam bentuk tertulisnya di akhir 1960-an atau awal 1970an
Fennell,1999. Namun, terminologi ekowisata mulai berkembang pada awal tahun 1980an. Pada saat itu terminologi ekowisata digunakan untuk menjelaskan
adanya minat baru dari wisatawan untuk mendatangi daerah-daerah yang alami dan belum tersentuh pembangunan serta memiliki kekayaan budaya yang unik
dengan tujuan menikmati, mengagumi dan mempelajari sesuatu diadopsi dari definisi yang dikeluarkan oleh Ceballos Lascurain pada tahun 1988 dalam Mitchel
1998; Furze et al. 1987; Wall Ross 1998. Pada pertengahan tahun 1990an, setidaknya ada empat pihak yang
memberikan kontribusi pada perkembangan konsep ekowisata berdasarkan kepetingannya masing-masing Linberg et al. 1998. Pertama, pihak industri
pariwisata yang memandang ekowisata sebagai alat pemasaran untuk mendatangkan wisatawan ke daerah-daerah yang mempunyai obyek wisata alam
dan budaya. Kedua, pihak yang bergerak dalam pengembangan ekonomi pembangunan yang memandang ekowisata sebagai salah satu cara untuk
menyediakan lapangan kerja di lokasi-lokasi yang sulit dijangkau oleh sarana dan prasarana pembangunan. Ketiga, pihak manajer sumberdaya dan konservasi yang
melihat ekowisata sebagai peluang untuk mendapatkan penghasilan untuk membiayai program-program konservasi. Pihak ini juga menganggap bahwa
ekowisata sebagai alat pendidikan untuk mempromosikan program-program konservasi. Pihak yang terakhir ialah kalangan yang peduli terhadap dampak
lingkungan akibat dari berbagai kegiatan pariwisata. Mereka memandang ekowisata sebagai salah satu cara untuk mempromosikan keberlanjutan
sumberdaya dan pembangunan di kawasan wisata. Secara ringkas latar belakang timbulnya ekowisata disajikan pada Gambar 4.
2.4.2 Definisi dan Konsep Ekowisata a. Perkembangan Konsep Ekowisata di dunia