Tipe Konflik Karakteristik Konflik di Lokasi Studi

dikeluarkan BTNGH hanya mencantumkan sejarah pengelolaan oleh pemerintah tanpa menyajikan rentang waktu dimana masyarakat lokal sudah berada dilokasi yang sama. Contoh lainnya dapat dilihat pada ketidaksepakatan mengenai tata batas di Desa Citorek dan Malasari. Di kedua lokasi tersebut, ada dua versi tata batas yaitu versi BTNGH versus versi Pemerintahan DesaKecamatan. 4 masalah kepentingan yang dipicu oleh masalah mendasar yaitu pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat lokal versus kepentingan konservasi dan pelestarian alam untuk DephutBTNGH. Rangkuman mengenai penyebab konflik dan faktor yang mempengaruhinya ini disajikan pada Tabel 25.

5.1.3 Tipe Konflik

Kebijakan penunjukan kawasan Gunung Halimun menjadi taman nasional bukannya tidak mendapatkan perlawanan dari masyarakat. Jika mengacu model penahapan konflik yang dikembangkan Louis R. Pondy Winardi 2003, maka konflik di lokasi studi sudah mencapai tahapan konflik yang termanifestasikan. Pada tahap ini masing-masing kelompok yang berkonflik sudah saling memberikan reaksi sehingga menghambat pencapaian kepentingan pihak lainnya. Tabel 25 Penyebab konflik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya GAP PENYEBAB KONFLIK FAKTOR BERPENGARUH Perbedaan pendekatan Kebijakan Pengelolaan SDA: Pemerintah Property Right versus Masyarakat Common Property 1. Perbedaan Sistem Nilai Perbedaan sistem nilai dan informasi 2. Status Lahan Perbedaan informasi 3. Ketidaksepakatan Tata Batas Kepentingan: Pemerintah Konservasi versus Masyarakat Pertanian Subsistence 4. Ketidakpastian Akses a. hubungan para pihak yang tidak harmonis b. perbedaan struktural c. perbedaan informasi d. perbedaan kepentingan Sumber: Hasil analisis Berikut ini uraian konflik pada setiap tahapannya: a Konflik laten 104 terjadi disemua lokasi studi baik pada konflik dengan masyarakat maupun pada konflik antar institusi pemerintah. Pada tahap ini konflik disebabkan karena berbagai faktor perbedaan yang sifatnya vertikal dalam memperebutkan sumberdaya. Konflik laten antar pemerintah dan masyarakat dapat dilihat dari konflik kepentingan dan perbedaan sistem nilai dalam mengelola lahan. Menurut Malik et al. 2003, konflik seperti ini perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara efektif; b Konflik yang dipersepsi 105 terjadi di semua lokasi studi. Walaupun masyarakat mendukung usaha konservasi Harada 2003 dan Widada 2004, namun mereka merasa bahwa ada kepentingan mereka yang terganggu dengan penetapan taman nasional Hidayati 2004; Galudra 2003; Hendarti 2004 dan hasil observasi lapangan. Demikian juga sebaliknya, BTNGH merasa masyarakat tidak cukup kooperatif mendukung usaha konservasi kawasan. Kondisi ini membuat masing-masing kelompok merasa kepentingannya terhambat karena kelompok lainnya. c Konflik yang dirasakan 106 dapat diidentifikasi pada beberapa pertemuan Lampiran 1. Hal ini dapat dilihat ketika masing-masing kelompok mengemukakan pendapatnya tentang pihak lainnya, istilah ”kita dan mereka” kerap digunakan untuk mengasosiasikan kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda. Pada tahap ini, masing-masing kelompok mulai memberikan reaksi dan mengembangkan aliansi 107 . Aliansi yang dilakukan masyarakat dapat dilihat dengan terbentuknya Persatuan Adat Banten Kidul dan Forum Komunikasi Masyarakat Halimun Jawa Barat – Banten FKMHJBB yang difasilitasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Sementara BTNGH mencoba mencari dukungan dari tenaga ahli, akademisi maupun praktisi melalui pembentukan kelompok kerja atau forum diskusi terbatas, worskhop, seminar, dan lainnya. 104 Konflik laten menyediakan kondisi anteseden bagi konflik dalam bentuk : persaingan untuk mendapatkan sumber- sumberdaya yang langka; konflik peranan; dan divergensi pada tujuan-tujuan kelompok Winardi 2003. 105 Konflik yang dipersepsi ialah tahap dimana suatu kelompok atau sub-unit merasa kepentingannya terbengkalai karena kelompok lain Winardi 2003. 106 Konflik yang dirasakan ialah tahap dimana masing-masing kelompok mulai memberikan reaksi dan mengembangkan aliansi serta mentalitas dalam wujud ”kita-mereka” Winardi 2003. 107 Aliansi ialah ikatan antara dua kelompok atau lebih dengan tujuan pencapaian tujuan politik Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdiknas 2005:29. d Konflik di lokasi studi juga sudah sampai tahap konflik yang termanifestasikan 108 . Pada tahap ini kelompok yang berkonflik mulai saling melakukan aksi yang dapat menghambat tujuan kelompok lawannya. Bentuk aksi dapat berupa agresi 109 terbuka maupun tertutup. Menurut BTNGH 2000a: V-37 sd 44 agresi terbuka pernah terjadi sekitar tahun 1997-1998, dimana situasi kawasan TNGH sempat tidak aman sehingga memerlukan bantuan operasi gabungan antara ABRI dan Pemda setempat. Berdasarkan wawancara dengan narasumber dan observasi lapangan, agresi ini kemungkinan terjadi akibat perlawanan masyarakat Desa Malasari 110 yang menuntut lahan garapan yang kini dikuasai perkebunan teh dan warga Desa Cisarua 111 yang tidak menerima perilaku polisi hutan. Sedangkan agresi tertutup umumnya dilakukan oleh masyarakat Kasepuhan. Salah satunya dengan tetap bertahan untuk bermukim dan berladang di wilayah adatnya. Intensitas konflik ini dipetakan dalam bentuk hubungan antar aktor, utama dan pendukung. Berdasarkan pemetaan tersebut, ada enam tipe hubungan antar stakeholder. Keenam tipe hubungan tersebut ialah hubungan: dengan konflik, aliansi 112 , kerjasama 113 , struktural formalkoordinasi, koordinasi 114 yang tidak optimal, dan komunikasi 115 yang tidak optimal Gambar 7.

5.1.4 Penanganan Konflik