menguntungkan. Berdasarkan wawancara dan hasil observasi, kebutuhan Pemerintah Daerah yang teridentifikasi yang terkait dengan kawasan TNGH ada
dua yaitu manfaat nyata kawasan TNGH untuk PAD dan sinkronisasi program di kawasan yang saling berbatasan. Keberadaan TNGHS selama ini dianggap tidak
memberikan kontribusi nyata kepada PEMDA. Sehingga belum ada program daerah yang secara khusus dan langsung terkait untuk mendukung kawasan
TNGHS. Padahal tujuan kawasan TNGH dikelola pemerintah pusat selain untuk kepentingan nasional juga untuk melindungi kawasan bawahannya. Karena itu,
BTNGH harus mampu meyakinkan PEMDA keuntungan apa yang akan diperoleh jika kerjasama disepakati.
Analisis kebutuhan stakeholders dalam penetapan kawasan TNGH selengkapnya dirangkum dan disajikan pada Tabel 36.
5.2.4 Implikasi Eksisting Institusi Terhadap Konflik
Menurut tinjauan literatur fungsi dan tujuan institusi diantaranya yaitu memberikan pedoman untuk berperilaku Hayami Kikuchi 1981 dalam Suhaeri
1994; meningkatkan efisiensi Gordillo de Anda 1997; dan mengurangi ketidakpastian Gordillo de Anda 1997. Fungsi dan tujuan tersebut dicapai
melalui pengaturan hak dan kewajiban seseorang berdasarkan kesepakatan yang diakui.
Berdasarkan analisis stakeholder, analisis kebijakan dan analisis kebutuhan, dapat disimpulkan bahwa institusi penetapan taman nasional di TNGH
tidak berfungsi dengan baik karena tidak dapat mengatasi konflik di lokasi studi. Aturan formal yang dibuat walaupun memberikan pedoman untuk berperilaku
tapi dalam pelaksanaannya tidak cukup efisien untuk mengurangi derajat ketidakpastian hak bagi stakeholder utama.
Mengacu pada kriteria kinerja institusi
148
menurut Uphoff 1997 dan faktor yang mempengaruhinya Hammergren 1998; dan Sumarga 2006: 7-10,
maka tidak berfungsinya kinerja institusi penetapan taman nasional di TNGH disebabkan oleh:
1. pengambilan keputusan yang tidak partisipatif karena faktor kepemimpinan;
148
Kinerja suatu institusi diukur dari bagaimana institusi ini menyelesaikan empat tugasnya yaitu pengambilan keputusan, mobilisasi dan manajemen sumberdaya, komunikasi dan koordinasi, dan penyelesaian konflik Uphoff 1997:8-9.
161
Tabel 36 Analisis kebutuhan penyelesaian konflik dalam proses penetapan TNGH
GAP
2
LOKASI STUDI JENIS KONFLIK
1
KONDISI SAAT INI KONDISI YANG DIHARAPKAN
LANGKAH PENYELESAIAN YANG DIBUTUHKAN
3
Kasepuhan Cibedug, Desa Citorek,
Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak
a. Perbedaan sistem nilai b. Status lahan : seluruh
wilayah adat status saat ini sebagai encroachment.
c. Ketidaksepakatan tata batas d. Ketidakpastian akses
terhadap SDA kayu, PETI a. Secara de facto sistem
nilai adat masih dijalankan
b. status lahan sebagai encroachment.
c. Ketidaksepakatan tata batas
d. akses terhadap SDA terbatas
Masyarakat: masyarakat dapat mengontrol pengelolaan wilayah
adat, status lahan milik adat, rekonstruksi tata batas, dan
mengakses SDA dgn aman. BTNGH: Kepastian sikap
PEMDA dalam hal pengakuan adat kelompok adat, dan
jaminan dari kelompok adat untuk menjaga kelestarian
kawasan. a. Memanfaatkan sistem nilai
masyarakat yang dapat mendukung tujuan konservasi melalui
kemitraan. b. Penyelesaian status lahan dan tata
batas. c. Pengembangan akses terhadap
SDA yang lestari. d. Bekerjasama dengan PEMDA
untuk pengembangan kesejahteraan masyarakat.
Kasepuhan Ciptarasa, Desa
Sirnarasa, Kecamatan Cikakak,
Kabupaten Sukabumi
a. Perbedaan sistem nilai b. Status lahan: sebagian
wilayah adat c. Ketidaksepakatan tata batas
d. Ketidakpastian akses kayu a. Secara de facto sistem
nilai adat masih dijalankan
b. Sebagian status lahan sebagai encroachment.
c. Ketidaksepakatan tata batas
d. akses terhadap SDA terbatas
Masyarakat: masyarakat dapat mengontrol pengelolaan wilayah
adat, status lahan milik adat, rekonstruksi tata batas, dan
mengakses SDA dgn aman. BTNGH: Kepastian sikap
PEMDA dalam hal pengakuan adat kelompok adat, dan
jaminan dari kelompok adat untuk menjaga kelestarian
kawasan. a. Memanfaatkan sistem nilai
masyarakat yang dapat mendukung tujuan konservasi melalui
kemitraan. b. Penyelesaian status lahan dan tata
batas. c. Pengembangan akses terhadap
SDA yang lestari ekowisata. d. Bekerjasama dengan PEMDA
untuk pengembangan kesejahteraan masyarakat.
Keterangan:
1
Hasil analisis konflik;
2
penelusuran literatur, wawancara, dan observasi lapangan lampiran 1;
3
penelusuran literatur lampiran 2, wawancara, dan observasi lapangan lampiran 1.
162
Tabel 36. Analisis kebutuhan di lokasi studi lanjutan...
GAP
2
LOKASI STUDI JENIS KONFLIK
1
KONDISI SAAT INI KONDISI YANG
DIHARAPKAN LANGKAH PENYELESAIAN
YANG DIBUTUHKAN
3
Desa Cisarua, Kecamatan
Sukajaya, Kabupaten Bogor
Ketidakpastian akses terhadap SDA kayu, PETI
Masyarakat masih dapat mengakses karena
Pembatasan akses tidak didukung sumberdaya
untuk menegakan hukum. Banyak Free rider yang
memanfaatkan kondisi. Masyarakat: adanya alternatif
lapangan kerja yang dapat memenuhi kebutuhan hidup dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
BTNGH: memberikan alternatif kegiatan yang dapat
mendukung tujuan konservasi, kerjasam dengan para pihak
terutama PEMDA. • Mengoptimalkan pengembangan
ekowisata yang sudah ada. • Bekerjasama dengan PEMDA
untuk pengembangan kesejahteraan masyararakat.
Desa Malasari, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor
a. Status Lahan : pemukiman, ladang dan sawah
b. Ketidaksepakatan Tata batas,
c. Ketidakpastian akses terhadap SDA kayu, PETI
Konflik mengenai status lahan belum menemukan
jalan keluar. Hal ini berimplikasi pada
keberlanjutan konflik tata batas dan akses.
Masyarakat: kampung didalam kawasan dan lahan garapan
kembali dikelola masyarakat; rekonstruksi tata batas,
kerjasama antara Desa dan BTNGH untuk pengelolaan
SDA serta mengembangkan alternatif lapangan kerja baru
BTNGH: bermitra dengan masyarakat untuk
mengamankan kawasan, rekonstruksi tata batas, dan
mengembangkan pemanfaatan SDA yang sesuai dengan fungsi
kawasan a. Penyelesaian status Lahan
b. Rekonstruksi Tata batas c. Mengoptimalkan pengembangan
ekowisata yang sudah ada d. Membangun kerjasama dengan
para pihak
Keterangan:
1
Hasil analisis konflik;
2
penelusuran literatur, wawancara, dan observasi lapangan lampiran 1;
3
penelusuran literatur lampiran 2, wawancara, dan observasi lapangan lampiran 1.
kapasitas SDM; serta ketersediaan standar operasional, sarana prasarana dan pendanaan. Pengambilan keputusan juga dipengaruhi oleh kebijakan dan
pembagian peran yang tidak sesuai. Kebijakan penetapan taman nasional didominasi oleh peran didominasi oleh pemerintah pusat.
2. mobilisasi dan manajemen sumberdaya yang dirasakan tidak adil oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosial ekonomi masyarakat
sekitar kawasan yang masih rendah. 3. mekanisme komunikasi dan koordinasi yang tidak berjalan dengan baik. Hal
ini dapat dilihat dari analisis hubungan stakeholders dan pemetaan konflik. Walaupun hak, tugas, dan kewenangan sudah diatur dalam kebijakan formal
untuk masing-masing stakeholder pada kenyataannya banyak yang tidak dilaksanakan atau tidak dipatuhi. Beberapa alasan yang diperkirakan
melatarbelakanginya ialah: ketidaktahuan, ketidakpedulian atau adanya persoalan administrasi pelaksanaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan di
lapangan. 4. penyelesaian konflik melalui program-program yang tidak tepat sasaran dalam
menjawab persoalan dilapangan sehingga konflik berkelanjutan. Dari empat penyebab konflik, program BTNGH yang ada selama ini baru menjawab
persoalan dalam konflik akses. Itu pun belum dilakukan disemua lokasi yang terkena dampak Tabel 26.
5. tidak terpadunya program kemasyarakatan yang dilakukan baik oleh instansi di tingkat Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah maupun LSM. Hal ini
membuktikan teori pilihan rasional Peters 2000 yang menyebutkan bahwa individu-individu atau kelompok sudah memiliki preferensi yang tidak dapat
diubah oleh keterlibatannya dalam institusi.
5.3 Analisis Ekowisata
Pengembangan ekowisata merupakan salah satu kegiatan pemanfaatan SDA yang lestari, mendukung tujuan konservasi, dan melibatkan para pihak.
Kegiatan ini sudah dikembangkan di TNGH sejak tahun 1997. Untuk mengetahui sejauh mana implikasi kegiatan terhadap konflik yang ada maka dalam penelitian
ini akan dilakukan dua analisis. Pertama, analisis kriteria kecukupan ekowisata