penghargaan dan membangun rasa saling percaya di lokasi studi tidak ditemukan. Padahal ‘ongkos’ yang sudah dikeluarkan masyarakat baik berupa tenaga, pikiran,
waktu dan dana sudah sangat besar.
3. Produk Wisata
Ada tiga parameter yang digunakan untuk mengetahui apakah produk ekowisata yang ditawarkan di lokasi studi mengandung unsur pembelajaran atau
tidak. Ketiga parameter tersebut ialah: jenis aktivitas, persepsi respondenpenulis dokumen, dan tujuan wisatawan. Rangkuman hasil analisis ketiganya disajikan
pada Tabel 46 berikut ini: Tabel 46 Produk ekowisata
Hasil Analisis Produk Ekowisata
Dokumen
1
Responden
2
1. Jenis Aktivitas • Wisata alam
30,0 58,8 • Wisata alam, agro, sejarah budaya
23,7 29,4 2. Produk wisata mengandung unsur
pembelajaran dan rekreasi 60,5 41,2
3. Tujuan wisatawan • Rekreasi
23,7 11,8 • Pendidikan, rekreasi, penelitian, dll
49,7 64,6
Sumber: hasil analisis Keterangan:
1
38 dokumen Lampiran 4;
2
60 responden.
Berdasarkan informasi dari Tabel 46 tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya konsistensi antara informasi yang diperoleh dari dokumen dan responden
untuk ketiga variabel produk wisata. Untuk jenis aktivitas wisata, baik dokumen maupun responden mengindikasikan bahwa produk yang ditawarkan tidak hanya
aktivitas wisata alam tapi banyak aktivitas lainnya seperti wisata agro, budaya dan sejarah yang dapat dikembangkan. Dari beragamnya potensi produk ekowisata
tersebut baik dokumen 60,5 maupun responden 41,2 mengindikasikan bahwa produk yang dikembangkan diyakini mengandung unsur pendidikan dan
rekreasi. Asumsi ini diperkuat dengan data mengenai tujuan kedatangan wisatawan untuk tujuan pendidikan 49,7 dokumen dan 64,6 responden
maupun data sekunder yang disajikan pada Tabel 39. Berdasarkan observasi
lapangan dan wawancara juga diketahui bahwa aktivitas wisatawan umumnya didampingi oleh seorang guide yang juga berperan sebagai interpreter.
4. Pengembangan Ekonomi Lokal
Dalam studi ini, dampak ekowisata terhadap pengembangan ekonomi lokal dilihat dari dua aspek yaitu dampak langsung dan dampak tidak langsung.
Dampak langsung diidentifikasi dari tiga parameter yaitu peluang kerja, peningkatan pendapatan, dan masukan untuk pendapatan daerah. Dampak tidak
langsung diidentifikasi berdasarkan ada tidaknya diversifikasi kegiatan ekonomi yang baru.
Berdasarkan hasil analisis data primer dan sekunder diperoleh informasi bahwa pengembangan ekowisata memberikan peluang kerja bagi masyarakat.
Kesimpulan ini diindikasikan oleh 60,5 dokumen dan 60,9 responden. Adapun peluang kerja tersebut diantaranya sebagai pemandu, pengangkut barang,
petugas kebersihan, dan pengelola usaha jasa transportasi, akomodasi, cindera mata atau konsumsi.
Peningkatan pendapatan diukur melalui dua sub-parameter yaitu peningkatan pendapatan terhadap masyarakat lokal serta peningkatan pendapatan
terhadap BTNGH dan Daerah desa, kecamatan, dan kabupaten. Untuk peningkatan pendapatan yang diperoleh masyarakat, hasilnya menunjukkan hanya
31,6 dokumen yang mengindikasikan adanya peningkatan pendapatan dari ekowisata. Sedangkan 64,7 responden memberikan informasi adanya
peningkatan pendapatan dari peluang kerja tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa pendapatan yang diperoleh masih dibawah
pendapatan pokok dari bertani dan tidak tentu. Informasi ini diperkuat oleh hasil studi sebelumnya yang disajikan pada Tabel 48.
Untuk dampak ekonomi terhadap BTNGH dan Pendapatan Asli Daerah PAD, hasilnya menunjukan hanya sekitar 23,5 responden menyebutkan bahwa
sebagian keuntungan dari ekowisata disetorkan untuk kas desa komponen sosial Tabel 43. Meskipun sebanyak 64,5 responden menyebutkan tidak ada
keuntungan yang dapat dibagikan kepada kas desa. Baik responden maupun dokumen tidak memberikan indikasi adanya kontribusi ekonomi dari ekowisata
terhadap kecamatan. Sedangkan kontribusi ekonomi untuk Kabupaten hanya diindikasikan oleh 5,3 dokumen. Responden sama sekali tidak tahu.
Selanjutnya, sekitar 23,7 dokumen dan 76,5 responden sepakat menyebutkan bahwa BTNGH menerima pembagian keuntungan dari kegiatan ekowisata
komponen konservasi Tabel 43. Dampak tidak langsung dari ekowisata dapat dilihat dari ada tidaknya
peluang kerja baru akibat dikembangkannya ekowisata di lokasi studi. Hasil analisis menunjukkan sebanyak 57,9 dokumen dan 94,1 responden sepakat
bahwa pengembangan ekowisata memberikan peluang kerja baru bagi masyarakat lokal. Sekitar 26,3 dokumen dan 64,7 responden menyebutkan bahwa peluang
kerja yang diberikan berupa pekerjaan di bidang jasa dan produksi. Hasil analisis dampak ekowisata terhadap ekonomi lokal ini dirangkum dan disajikan pada tabel
47. Tabel 47 Dampak ekowisata terhadap ekonomi lokal
Hasil Analisis Dampak Ekonomi
Dokumen
1
Responden
2
1. Dampak Langsung a. Peluang kerja
• Ya 60,5
60,9 • Tidak tidak ada informasi
39,5 b. Peningkatan pendapatan
• Ya 31,6
64,7 • Tidaktidak ada informasi
68,4 29,4
c. Masukan untuk PAD • Desa
7,9 23,5
• Kecamatan • Kabupaten
5,3 • BTNGH
23,7 76,5
2. Dampak tidak Langsung Diversifikasi lapangan kerja
a. Peluang kerja 57,9
94,1 b. Jenis pekerjaan
• Jasa dan produksi 26,3
64,7 • Tidak ada informasi
50,0
Sumber: hasil analisis Keterangan:
1
dari 38 dokumen Lampiran 4;
2
60 responden.
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai berapa pendapatan yang diperoleh penduduk dari ekowisata dibandingkan dengan pendapatan dari
kegiatan lainnya maka dilakukan studi terhadap beberapa hasil penelitian sebelumnya dan wawancara mendalam dengan responden. Hasilnya menunjukan
bahwa pendapatan rata-rata penduduk dari ekowisata di empat lokasi tidak sama. Di Kampung Cibedug, berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk
yang mengelola obyek wisata situs Cibedug dan LSM pendamping, diketahui bahwa sumber penghidupan utama di kampung ini ialah bertani. Hasil pertanian
ini secara formal tidak diperjual belikan. Namun cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Meskipun tidak mendapat pendampingan dari YEH
maupun BTNGH untuk pengembangan ekowisata, sejak tahun 1980an penduduk sudah mendokumentasikan kedatangan wisatawan yang mengunjungi situs
Cibedug. Pada saat survei dilakukan, untuk dapat masuk ke dalam situs wisatawan dipungut Rp. 1000orang. Dengan rata-rata kunjungan 15 orang perbulan Tabel
2, maka penghasilan dari kegiatan wisata rata-rata per bulan Rp. 15.000. Pendapatan ini dapat bertambah dari pengunjung yang memberikan biaya
penginapan dan konsumsi. Nugraheni pada tahun 2002 melakukan studi kepada 30 responden di
Kampung Pangguyangan, Citalahab Central, dan Leuwijamang. Hasilnya menunjukan bahwa, dengan rata-rata kunjungan wisatawan sebanyak 83
orangtahun Tabel 40, rata-rata pendapatan anggota KSM di Pangguyangan sebesar Rp. 22.500bulan. Jika dibandingkan dengan pendapatan penduduk dari
penghasilan lainnya yang rata-rata Rp. 125.000bulan maka pendapatan dari ekowisata sekitar 17,6 dari penghasil tetap lainnya.
Untuk Kampung Citalahab Central, dengan rata-rata kunjungan wisatawan 511 orangtahun Tabel 40, rata-rata pendapatan anggota KSM sebesar Rp.
78.333bulan. Jika dibandingkan dengan pendapatan penduduk dari penghasilan lainnya yang rata-rata Rp. 167.000bulan maka pendapatan dari ekowisata sekitar
46,9 dari penghasil tetap tersebut. Sedangkan untuk Kampung Leuwijamang, dengan rata-rata kunjungan
wisatawan 39 orangtahun Tabel 40, rata-rata pendapatan anggota KSM sebesar Rp. 9.235bulan. Jika dibandingkan dengan pendapatan penduduk dari
penghasilan lainnya yang rata-rata Rp. 105.000bulan maka pendapatan dari
ekowisata sekitar 8,8 dari penghasil tetap tersebut. Hasil identifikasi ini dirangkum dan disajikan pada Tabel 48.
Tabel 48. Rata-rata pendapatan dari ekowisata
No. Lokasi Ekowisata
Keterangan Sumber lainnya
1
1. Kampung Cibedug
Harga tiket masuk situs x rata-rata
kunjungan per bulan = Rp. 1000 x 15
orang = Rp. 15.000bulan
Hasil observasi lapangan dan
wawancara. Hasil pertanian yang
tidak diperjual belikan dan pembayaran
sukarela dari pengunjung situs
2. Kampung Pangguyangan
Rp. 22.500bulan Hasil kuesioner dari
90 responden atau 30 ditiap lokasi
Nugraheni 2002. Rp. 125.000bln
3. Kampung Citalahab
Central Rp.
78.333bulan Hasil kuesioner dari
90 responden atau 30 ditiap lokasi
Nugraheni 2002. Rp. 167.000bln
4. Kampung Leuwijamang
Rp. 9.235bulan Hasil kuesioner dari
90 responden atau 30 ditiap lokasi
Nugraheni 2002. Rp. 105.000bln
5. TNGH Rp.
1,27 milyartahun
Dihitung dengan menggunakan metode
willingness to pay dari 113 responden
Widada 2004. Rp. 388.573bln
Sumber: Nugraheni 2002: 116; Widada 2004:63, 78-90, 121; hasil wawancara dan observasi. Keterangan :
1
sekitar 90,4 penduduk bekerja sebagai petani Widada 2004.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengembangan ekowisata memberikan peluang kerja bagi masyarakat lokal. Peluang kerja ini secara tidak
langsung memberikan diversifikasi pekerjaan bagi masyarakat lokal yang tadinya kebanyakan bekerja sebagai petani. Namun demikian, tingkat pendapatan dari
ekowisata masih tidak tentu dan dibawah pendapatan rata-rata hasil bertani. Lebih lanjut, keuntungan ini baru dapat dirasakan sebagian kecil penduduk desa
anggota KSM atau pengurus obyek wisata.
5. Dampak Lingkungan