Stakeholder Kunci Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor

Selama melakukan kegiatan operasionalnya, KSM ini hanya didampingi oleh YEH. Namun KSM ini mampu membangun kerjasama yang baik dengan LSM Absolut dan PT Perkebunan Nirmala. Selama ini KSM sanggup mendanai pemeliharaan fasilitas dan gaji anggota KSM secara swadaya dari kontribusi pengunjung yang datang. Meskipun merupakan lokasi yang mendapat pengunjung terbanyak, namun penghasilan tidak memadai untuk membiayai pemeliharaan Guesthouse yang dibangun KPPETNGH. Karena itu, untuk pengunjung skala kecil ditampung di homestay milik anggota KSM. Masyarakat berharap agar anggota KSM maupun anggota masyarakat desa lainnya mendapat kesempatan yang sama. Persoalannya, instansi pemerintah yang bertugas melakukan pembinaan masyarakat luput melihat program pengembangan ekowisata di lokasi studi sebagai peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Selain itu, masyarakat juga berharap agar jumlah masyarakat yang terlibat meningkat dan kegiatan Ekowisata serta KSM dapat menjadi bagian dari program pembangunan desa sehingga mendapat dukungan dari semua warganya. Persoalannya, keterbatasan pengetahuan mengenai konsep ekowisata dan kesamaan persepsi semua anggota masyarakat maupun aparat desa terhadap prospek pengembangan ekowisata belum ada. Setidaknya ada dua hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja pengembangan ekowisata di lokasi studi. Pertama, melakukan penguatan institusi yang ada melalui peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat yang lebih luas. Kedua, membangun mekanisme kerjasama dengan pihak lain untuk promosi, pendanaan, penyediaan sarana prasarana, monitoring dan evaluasi di tingkal lokal, regional dan nasional. Hasil analisis kebutuhan stakeholder utama dalam pengembangan ekowisata dirangkum dan disajikan pada Tabel 57.

B. Stakeholder Kunci

Seperti dalam pengurusan hutan di TNGH, stakeholder kunci yang dianalisis ada dua kelompok yaitu instansi yang berwenang dalam pengembangan ekowisata di TNGH. Kedua instansi tersebut ialah PEMDA sebagai instansi yang 202 Tabel 57 Analisis kebutuhan stakeholders utama dalam pengembangan institusi ekowisata GAP 1 LOKASI STUDI KONDISI SAAT INI KONDISI YANG DIHARAPKAN SUMBER PERSOALAN LANGKAH PENYELESAIAN YANG DIBUTUHKAN 2 Desa Citorek, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten a. Masyarakat tidak dilibatkan b. Tidak ada pendampingan baik dari LSM, Pemda maupun BTNGH c. Pengelolaan situs dan wisatawan terbatas d. Fasilitas untuk wisatawan terbatas e. Tidak ada monitoring dan evaluasi dari stakeholders kunci Masyarakat mendapat bimbingan dan dapat bekerjasama dengan pihak lain untuk mengembangkan ekowisata a. Status encroachment dari BTNGH b. BTNGH tidak melibatkan masyarakat pada tahap perencanaan dan pengelolaan c. PEMDA tidak melihat adanya keuntungan PAD a. Penyelesaian status kawasan sehingga ada kejelasan kewenangan dan bentuk pengelolaan. b. Peningkatan kapasitas masyarakat. c. Membangun kerjasama dengan pihak lain untuk promosi, pendanaan, penyediaan sarana prasarana, monitoring dan evaluasi. Desa Sirnarasa, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat a. Jumlah masyarakat yang terlibat masih rendah b. Hanya didampingi oleh YEH c. Pendanaan swadaya tapi tidak cukup d. Guesthouse sudah tidak terawat e. Wisatawan langsung ke Kasepuhan tidak ke KSM a. Adanya peningkatan partisipasi dan kerjasama antara masyarakat kasepuhan dan non kasepuhan b. Pembinaan dari instansi Pemda dan BTNGH c. Kerjasama dengan pihak lain untuk promosi, pendanaan dan penyediaan sarana dan prasarana a. Adanya bias pemahaman konsep ekowisata. b. KSM kurang dikenal dibandingkan Kasepuhan c. Tidak ada monitoring dan evaluasi dari stakeholders kunci d. PEMDA tidak melihat adanya keuntungan PAD; e. BTNGH tidak melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat TNGH. a. Penguatan eksisting institusi KSM b. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengembangan ekowisata. c. Membangun mekanisme kerjasama di tingkal lokal, regional dan nasional. d. Membangun kerjasama dengan pihak lain untuk promosi, pendanaan, penyediaan sarana prasarana, monitoring dan evaluasi. Keterangan: 1 hasil wawancara, dan observasi lapangan lampiran 1; 2 hasil penelusuran literatur lampiran 2, wawancara, dan observasi lapangan lampiran 1. 203 Tabel 57 Analisis kebutuhan stakeholders utama dalam pengembangan ekowisata lanjutan... GAP 1 LOKASI STUDI KONDISI SAAT INI KONDISI YANG DIHARAPKAN SUMBER PERSOALAN LANGKAH PENYELESAIAN YANG DIBUTUHKAN 2 Desa Cisarua, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat a. Jumlah masyarakat yang terlibat masih rendah b. Hanya didampingi oleh YEH c. Pendanaan swadaya tapi tidak cukup dan akhirnya KSM bubar d. Guesthouse sudah tidak ada a. Pembinaan dari instansi Pemda dan BTNGH b. Revitalisasi KSM c. Kerjasama dengan pihak lain untuk promosi, pendanaan dan penyediaan sarana dan prasarana a. Tidak ada monitoring dan evaluasi dari stakeholders kunci b. PEMDA tidak melihat adanya keuntungan PAD; c. BTNGH tidak melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat TNGH. a. Revitalisasi KSM b. Peningkatan kapasitas para pihak dalam pengembangan ekowisata. c. Membangun mekanisme kerjasama dengan pihak lain untuk promosi, pendanaan, penyediaan sarana prasarana, monitoring dan evaluasi di tingkal lokal, regional dan nasional. Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat a. Jumlah masyarakat yang terlibat masih rendah b. Konflik horisontal c. Hanya didampingi oleh YEH d. Kerjasama dengan Absolut dan PT Perkebunan Nirmala e. Guesthouse tidak terawat beralih ke homestay a. Adanya kerjasama dengan kelompok masyarakat yang lain dan Pemerintah Desa b. Pembinaan dari instansi Pemda dan BTNGH c. Kerjasama dengan pihak lain untuk promosi, pendanaan dan penyediaan sarana dan prasarana a. Adanya bias pemahaman konsep ekowisata. b. Tidak ada monitoring dan evaluasi dari stakeholders kunci c. PEMDA tidak melihat adanya keuntungan PAD; d. BTNGH tidak melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat TNGH. a. Penguatan eksisting institusi KSM b. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengembangan ekowisata. c. Membangun mekanisme kerjasama dengan pihak lain untuk promosi, pendanaan, penyediaan sarana prasarana, monitoring dan evaluasi di tingkal lokal, regional dan nasional. Keterangan: 1 hasil wawancara, dan observasi lapangan lampiran 1; 2 hasil penelusuran literatur lampiran 2, wawancara, dan observasi lapangan lampiran 1. memiliki tugas dan kewenangan dalam hal pembinaan masyarakat dan pengelolaan obyek wisata, dan BTNGH. Berdasarkan analisis kebutuhan, baik PEMDA maupun BTNGH memiliki dua kebutuhan untuk dipenuhi agar dapat berkontribusi optimal terhadap pengembangan ekowisata. PEMDA membutuhkan kejelasan manfaat yang dapat diperoleh daerah untuk mendukung pengembangan ekowisata di TNGH mengingat pengelolaan taman nasional merupakan kewenangan pusat. Kejelasan manfaat ini sebenarnya dapat diwujudkan dalam mekanisme pembagian peran dan hasil yang saling menguntungkan. Jika mekanisme ini sudah disepakati, maka dapat disusun program pembangunan dan kerjasama. Persoalannya, sampai saat ini komunikasi antara PEMDA dan BTNGH belum terbangun dengan baik sehingga menumbuhkan kesepahaman dan saling percaya. PEMDA juga selama ini bersikap pasif. Padahal menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 162 , PEMDA bertugas melakukan pelayanan dan pemberdayaan untuk kesejahteraan masyarakat. Kebutuhan BTNGH dalam pengembangan ekowisata yang teridentifikasi adalah kebutuhan akan sumberdaya dan kerjasama dengan para pihak. Seperti dalam isu pengurusan hutan, kendala BTNGH dalam mengembangkan ekowisata adalah keterbatasan sumberdaya manusia, dana, serta sarana dan prasarana. Masih terbatasnya pengetahuan personil BTNGH terhadap konsep ekowisata dan implementasinya membuat program pengembangan ekowisata tidak terarah. Kondisi ini kadang dimanfaatkan oleh lembaga donor untuk mengintervensi penggunaan dana hibah untuk kegiatan yang sesungguhnya bukan kebutuhan prioritas di lapangan. Sebagai contoh, penyusunan dokumen Ecotourism Action Plan dan buku panduan dalam bahasa Inggris misalnya. Dokumen ini tidak dapat digunakan oleh para pihak yang saat itu sudah menjalankan roda kegiatan ekowisata di TNGH. Selain kendala bahasa, program aksi yang disusun tidak sesuai dengan arahan kebijakan pengembangan pariwisata di atasnya. Sebagai contoh, program aksi yang disusun dalam dokumen Ecotourism Action Plan hanya mengandalkan peran LSM, peneliti, masyarakat dan BTNGH sendiri. Tidak ada opsi program maupun peran yang melibatkan pihak PEMDA dan swasta. 162 Pasal yang menyebutkan tugas dan kewenangan PEMDA ini diantaranya pasal 1,2, 13, 14, 22, 27,126, dan 127. Isi dari dokumen tersebut tidak mencerminkan kebutuhan BTNGH yang sangat membutuhkan dukungan dan kerjasama dari PEMDA maupun swasta. Banyak aspek-aspek pengembangan ekowisata yang tidak tertangani karena terbatasnya personil dan dana BTNGH. Persoalannya, kualitas dan kuantitas komunikasi yang selama ini dibangun tidak berjalan dengan baik. Juga tidak terbangunnya rasa saling percaya diantara para pihak terutama pembagian retribusi kawasan. Karena itu perlu dibuat mekanisme kerjasama yang disepakati dan menguntungkan para pihak. Analisis kebutuhan stakeholders kunci dalam pengembangan ekowisata di TNGH dirangkum dan disajikan pada Tabel 58.

5.3.4 Implikasi Pengembangan Ekowisata Terhadap Konflik di TNGH