Teori Akses Teori Partisipasi

2.5.3 Teori Akses

Teori akses dari Ribot dan Peluso 2003 mendefinisikan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh keuntungan dari sesuatu ability to derive benefits from things. Gagasan ini merujuk pada adanya ikatan kekuasaan bundle of powers dan bukannya pada ikatan hak bundle of rights. Konsep akses menjelaskan bagaimana aktor dapat memperoleh keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya melalui suatu hubungan sosial yang luas dan bukannya pada hubungan properti semata. Pendekatan ini digunakan untuk memahami mengapa ada seseorang atau beberapa orang ataupun lembaga yang dapat memperoleh keuntungan dari memanfaatkan sumberdaya, tidak peduli apakah memiliki hak atas sumberdaya tersebut atau tidak. Konsep akses seperti ini memfasilitasi analisis dasar mengenai siapa yang memanfaatkan dan tidak memanfaatkan sesuatu, dengan cara seperti apa, dan kapan dalam situasi seperti apa. Analisis akses dengan demikian adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan memetakan mekanisme perolehan, pemeliharaan, dan pengendalian akses. Ribot dan Peluso menemukan 8 mekanisme akses sumberdaya yang tidak berbasis hak: akses teknologi, akses kapitalmodal, akses pasar, akses buruh dan peluang buruh, akses pengetahuan, akses kewenangan, akses identitas sosial, dan akses hubungan sosial. Dua hipotesis dari teori ini yaitu: 1 seseorang dan institusi akan diposisi berbeda dalam kaitannya dengan sumberdaya pada berbagai momen sejarah dan skala geografi; 2 tesis pada no 1 berubah setiap saat.

2.5.4 Teori Partisipasi

Ada tiga teori yang digunakan dalam menganalisis partisipasi yaitu democratic theory, social mobilization theory and social exchange theory Howell et al.1987. Dibangun pada abad ke-18 oleh para filsuf yang mendalami masalah politik. Asumsi dasar dari democratic theory menyebutkan bahwa semua anggota komunitas harus memiliki hak yang sama untuk mengekspresikan keprihatinan mereka terhadap isu publik yang berdampak terhadap mereka. Untuk mendapatkan hak tersebut mereka harus terlibat dan kesempatan untuk terlibat harus disediakan oleh pihak otoritas Pateman 1970 dalam Howell et al. 1987. Asumsi dasar dari teori partisipasi publik ke-2, social mobilization theory, ialah masyarakat yang terlibat dalam organisasi atau aktivitas kemasyarakatan cenderung lebih memiliki informasi atau kepedulian terhadap permasalahan publik Olsen 1982 dalam Howell et al. 1987. Teori ini menyarankan bahwa suatu program pembangunan akan mendapat dukungan dari masyarakat jika melibatkan organisasi masyarakat yang sudah ada. Teori partisipasi publik yang terakhir, social exchange theory, menyebutkan bahwa masyarakat biasanya terlibat dalam aktivitas sosial untuk mendapatkan manfaat Homans 1961 Blau 1964 dalam Howell et al. 1987. Argumen ini dibuat dengan asumsi jika suatu kegiatan tidak memberikan manfaat yang jelas maka masyarakat sangat kecil kemungkinannya untuk berpartisipasi, kecuali adanya pengaruh loyalitas atau kepedulian terhadap persoalan publik Howell et al. 1987. Teori ini menyaran tiga faktor penting yang perlu ditetapkan atau dibangun untuk memulai partisipasi. Ketiga faktor ini ialah meminimisasi ongkos, memaksimalkan penghargaan, dan membangun rasa saling percaya antara para pihak yang terlibat Howell et al. 1987.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak TNGHS. Secara administratif TNGHS termasuk ke dalam wilayah 2 provinsi dan 3 kabupaten, yaitu Provinsi Jawa Barat yang meliputi Kabupaten Bogor dan Sukabumi, dan Provinsi Banten yang meliputi Kabupaten Lebak Gambar 5. Pada tahun 1992, kawasan seluas 40.000 hektar ditunjuk sebagai Taman Nasional Gunung Halimun TNGH melalui Surat Keputusan SK Menteri Kehutanan No. 282Kpts-II1992. Pada tahun 2003, melalui SK Menhut No. 175Kpts-II2003, kawasan ini diperluas menjadi ± 113.357 seratus tiga belas ribu tiga ratus lima puluh tujuh hektar dan berubah namanya menjadi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak TNGHS. Kedua SK Menteri Kehutanan tersebut masih bersifat penunjukan atau penetapan sementara. Menurut UU No. 411999 tentang Kehutanan, untuk ditetapkan sebagai kawasan taman nasional ada dua tahapan lagi yang harus dilakukan yaitu penataan batas dan pemetaan. Berdasarkan pertimbangan status kawasan, proses penataan batas dan ketersediaan data, untuk penelitian ini batas administrasi yang akan digunakan ialah batas TNGH. Namun demikian karena SK penunjukan TNGHS juga merupakan salah satu sumber konflik, maka dalam pengumpulan data maupun analisis, isu perluasan kawasan ini tetap dipertimbangkan. Setidaknya ada tiga alasan mengapa kawasan TNGH dipilih sebagai lokasi studi. Pertama, lokasi ini memiliki kelembagaan terkait yang kompleks baik lembaga formal Pusat, 2 Provinsi, dan 3 Kabupaten maupun lembaga non- formalnya seperti Kasepuhan Adimihardja 1992; Adimihardja et al. 1994; Nijima 1997; Ambinari 2004. Kedua, memiliki potensi ekowisata yang sudah dikembangkan di tiga lokasi yang berpusat di Kampung Leuwijamang di Utara, Kampung Citalahab di bagian Barat, dan Kampung Pangguyangan di Selatan Ambinari 2004; Nugraheni 2002; Keiji 2001; Rosdiana 1994. Ketiga, fakta adanya konflik antara masyarakat lokal dan pemerintah Adimihardja 1992; Hendarti 2004; Hidayati 2004 dan Hanafi et al. 2004; dan Galudra 2003. 55