5. Sejarah Transformasi Musik Dalam Gereja

Saya perlu menggaris bawahi, selaras dengan pemikiran Alan P. Merriam, pertama jika lagu-lagu yang memiliki pesan Tuhan digunakan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka musik tersebut berfungsi function sebagai kesinambungan memelihara hubungan yang intim dengan Tuhan. Sedangkan jika lagu-lagu yang bermuatan pesan Tuhan tersebut dilihat dari penggunaannya use maka hanya untuk memenuhi jadwal-jadwal worship leader melakukan kegiatan dalam satu ibadah. Kedua, John F. Wilson mengatakan lagu-lagu yang memiliki pesan Tuhan bukanlah lagu yang tercipta dari hasil pemikiran logis seorang komposer. Roh Kudus yang memampukan serorang komposer untuk menulis mana yang secara spiritual dapat ditampilkan dengan efektif. Seorang imam musik dan komposer yang terlibat dalam ibadah menyerahkan hidupnya dan bakatnya dalam jalannya “proyek” penyajian pesan kerohanian yang mampu dipahami oleh jemaat. Dan seorang pendengar secara fisik dan mental dipersiapkan untuk merespon terhadap pesan yang diberikan padanya. Kekuatan Roh Kudus merupakan kekuasaan yang agung dan sebuah kekuasaan yang besar yang jauh lebih penting dari kemampuan alamai, pemahaman dan inspirasi. 2. 5. 2. Sejarah Transformasi Musik Dalam Gereja Setelah Daud melayani di tabut Allah selama 30 tahun, Salomo anaknya juga membangun tabernakel ketiga Bait Salomo seperti petunjuk yang diberikan Daud ayahnya kepada dia. Dalam pandangan teologia apa yang dilakukan Daud dan Salomo tersebut adalah keajaiban, karena musik pada masa itu dianggap demikian Universitas Sumatera Utara indah dengan improvisasi tingkat tinggi high class improvisation dan menggunakan tangga nada microtonic intervals 98 sehingga amat sulit untuk didengar sebagai satu kesatuan suara yang utuh. 99 Nada-nada yang digunakan pun “anggun” dan menghiasi syair-syair dalam musik, ditampilkan dengan jumlah pemusik dan penyanyi yang banyak merupakan suatu keajaiban bisa menghasilkan satu musik yang harmonis. Pada masa itu kemurtadan dan ketidakpercayaan memuncak, akibatnya alat- alat musik dan penyanyi tidak digunakan sebagai media penyembahan, hal ini mendapat larangan dari kaum Farisi. 100 Sehingga pada masa itu di dalam gereja yang terdengar hanya firman yang dilagukan oleh Pendeta dan lagu-lagu yang didendangkan oleh worship leader. Akibatnya para penyembah berhala mulai menggunakan alat-alat musik untuk kepentingan penyembahan mereka. Hal ini terjadi setelah penghancuran Bait Allah tahun 70 s.M. Selama ribuan tahun, telah banyak terjadi kontroversi di tubuh gereja tentang pemakaian alat musik, musik dan penyanyi di dalam kebaktian penyembahan. Dari hal ini kita bisa melihat bahwa kesadaran Daud akan pergerakan musik dalam konteks sudah dikerjakan pada masa itu. Dalam teologia jelas sekali bahwa Daud menerima wahyu Ilahi tentang musik yang sekarang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam musik gereja ketika berkomunikasi dengan Allah. Kitab Perjanjian Baru memberi petunjuk tentang apa saja yang telah diwahyukan 98 Interval nada mikro yang lebih kecil dari setengah nada 99 Mike Viv Hibbert, Op.Cit.,hlm.32. 100 Satu golongan dari para rabi dan ahli Taurat yang sangat berpengaruh. Mereka berpegang pada Taurat Musa dan pada adat istiadat nenek moyang Matius 15:2. Seluruh hukum dan peraturan mereka taati secara mutlak. Universitas Sumatera Utara kepada Daud dan meneruskannya. Perubahan ini tidak akan berhenti dan akan terus terjadi sepanjang perjalanan gereja itu sendiri. Akar dari perubahan ini tentunya sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan oleh Ambrosius dan Gregorius Agung yang telah mempengaruhi perkembangan musik Barat dan khususnya musik gereja pada jaman-jaman selanjutnya. 101 Gereja terus mengalami transformasi dalam berbagai aspek, dalam musik gereja tidak memperkenankan berbagai instrumen digunakan dalam ibadah karena dianggap berasal dari “dunia” sekuler. Ini terjadi disebabkan dimasa kekaisaran Nero yang kerap melakukan pembantaian terhadap jemaat sambil diiringi organ. Juga penganiayaan terhadap jemaat yang dilakukan dimasa kekuasaan Romawi dengan cara memasukkan ke kandang singa sambil diiringi organ, tarian dursila. Dan pertujukan teaterpun dilakukan dengan iringan organ. Sehingga pasca penghancuran Bait Allah, jemaat kehilangan penghargaan terhadap pemanfaatan alat musik popular pada jamannya organ. Proses masuknya alat musik ke dalam gereja tidaklah mudah, banyak perselisihan dan perpecahan antara orang-orang yang berseberangan. Gereja selama ratusan bahkan ribuan tahun telah menggunakan musik berupa mazmur dan himne. Hingga akhirnya reformasi yang dilakukan Marthin Luther ±500 tahun yang lalu mendorong gereja untuk menggunakan berbagai jenis musik untuk menyembah Tuhan. Luther berkata “Kita tidak boleh membiarkan iblis sendiri yang menggunakan 101 Stanley Sadie, The New Grove-Dictionary of Music and Musicians-Volume VII,hlm.696 Universitas Sumatera Utara nada-nada terbaik”. 102 Selain teologi, Luther juga menekankan pentingnya musik, ia kemudian memasukkan musik dan nyanyian pujian sebagai bagian penyembahan yang terpenting dalam gereja. John Knox memulai suatu usaha untuk menggunakan organ sebagai alat musik di gereja pada masa itu, sebelumnya organ dikenal sebagai siulan iblis. Saya kemudian menelaah dimasa sekarang ini, apa yang terjadi ribuan tahun yang lalu juga sebenarnya masih terjadi di dalam gereja di Indonesia khususnya. Masih banyak perselisihan pada awal terbentuknya gereja di Indonesia yang melarang musik tradisional digunakan dalam ibadah di gereja. Bandingkan pula ketika terjadi perselisihan paham perihal masuknya alat band dalam gereja yang dianggap tabu, tidak mencerminkan identitas, euphoria belaka, sensual, dan sebagainya. Dari tidak boleh hingga diperkenankannya instrumen masuk dalam gereja, ini membuktikan bahwa jemaat pada masanya menyadari bahwa bukan musiknya yang tidak indah, tetapi ketika manusia itu tidak memanfaatkan musik dengan baik, maka ia sedang merusak musik yang seharusnya untuk memuliakan Allah. 103 Apa yang terjadi dalam tubuh gereja dalam penggunaan musik dan instrumen dalam ibadah selalu menunjukkan sesuatu yang baru terhadap sejarah musik gereja itu sendiri. Ketika sebuah gereja mengizinkan satu alat musik masuk ke dalamnya, tentu akan merubah gaya musik dalam ibadahnya. Perubahan itu tentu akan sangat mempengaruhi terhadap pola pikir jemaat di dalamnya ketika memaknai Tuhan yang 102 Djohan E. Handojo, The Fire of Praise and Worship, Andi Offset Yogyakarta,2007. hlm. 5 103 Kristian Feri Arwanto, Op.Cit.,dalam http:gkj.org Universitas Sumatera Utara mereka sembah prima theologia yang akhirnya akan membawa perkembangan ke dalam teologi yang ada. Proses perubahan itu akan terus berlanjut seiring perkembangan teknologi industri dibidang musik dan pola pikir manusianya. Saya menilai dan membandingkan keterbukaan jemaat sejak gereja ada di dunia dengan keadaan jemaat masa kini setelah 2000 tahun. Transformasi dalam musik gereja merupakan bukti adanya keterbukaan jemaat pada masanya. Jemaat mau mengaplikasi budaya lokal dan asing sebagai bagian integral dalam ibadah, begitu juga terhadap pola musik yang kontekstual dan kontemporer dimasanya. Jika Daud di masanya menggunakan kecapi, gambus, rebana dan gendang maka dengan perkembangan teologi dan ajaran membawa perkembangan pola musikal serta cara untuk mengekspresikan iman melalui nyanyian gereja-gereja masa kini juga melakukan kontekstualisasi terhadap instrumen yang digunakan dalam ibadah. Ketika kita akan mengkontekstualisasikan musik dalam ibadah, harus terlebih dahulu melihat faktor-faktor yang mempengaruhi, misalnya budaya. Perlu diperhatikan agar musik yang kontekstual tersebut tetap merefleksikan Firman Allah. Tidak harus mengacu kepada genre musik atau instrumen tertentu, tetapi tetap mendorong jemaat dalam penyembahan lebih baik. Firman Allah sebagai alat untuk menuntun orang Kristen dalam menelaah musik yang tepat pada jamannya. Lihat Mazmur 43:3; 119:105; 2 Timotius 3:16-17 Perubahan dalam musik gereja menjadi musik Kristen kontemporer dikarenakan kondisi masyarakat gereja tidak dapat dilepaskan dari konteks budaya setempat. Terutama bagi masyarakat perkotaan yang bersentuhan langsung dengan Universitas Sumatera Utara budaya luar. Hal ini terbukti berhasil di gereja tradisional yang merubah gaya ibadahnya. Sesungguhnya tidak ada yang salah secara spiritual maupun teologis dalam penggunaan musik kontemporer dalam pujian penyembahan. 104

2. 5. 3. GBI Medan Plaza: “Porsi” Musik Yang Lebih Besar