91 saat ini baru menjangkau desa di kota kecamatan dalam jumlah yang masih terbatas.
Jumlah masyarakat yang berlangganan terlepon juga sangat sedikit.
g. Penguasaan Sumberdaya Keagrariaan
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden dan data sekunder, sebagian besar lahan usahatani di kawasan agropolitan petani menggarap yang lahan
milik sendiri. Hanya sekitar 5 lahan yang dikuasai oleh orang luar daerah. De ngan demikian petani memiliki keleluasaan dalam menentukan arah usahatani yang
diinginkan.
h. Sumberdaya Manusia
Hasil wawancara denga n petani responden menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani sebagian besar adalah lulusan SD. Sekalipun demikian rata-rata
memiliki pengalaman dan penguasaan teknik produksi yang sangat baik. Oleh karena itu dari sisi produksi yang lebih ditentukan oleh ketrampilan akibat
pengalaman, kualitas sumberdaya manusia tidak menjadi masalah. Masalah yang seringkali muncul de ngan rendahnya tingkat pendidikan SDM
adalah lemahnya penyerapan inovasi-inovasi baru dalam teknik produksi terutama yang tidak memberikan manfaat secara langsung pada hasil panennya. Salah satu
contohnya adalah inovasi teknik budidaya yang ramah lingkungan, seperti pengolahan lahan dengan sistem teras dan penanaman mengikuti garis kontour untuk
lereng curam, pengendalian hama penyakit secara terpadu dengan menekan penggunaan pestisida anorganik. Petani umumnya tidak dapat menerima inovasi
tersebut karena keuntungannya tidak langsung dapat dirasakan. Kelemahan lain terkait dengan rendahnya tingkat pendidikan SDM petani
adalah tingkat wawasan dan penyusunan rencana usahatani ke depan. Petani pada umumnya memiliki kelemahan dalam manajemen usahatani, penanganan pasca
panen, dan pemasaran. Dengan kelemahan dari sisi di luar teknik produksi ini maka pada umumnya petani tidak memiliki posisi tawar yang baik sehingga nilai tambah
usahatani lebih banyak dinikmati oleh pedagangtengkulak. Kondisi yang demikian tentunya merupakan kedala besar dalam proses transformasi kegiatan pertanian
menjadi agribisnis. Salah satu alternatif untuk mengurangi kelemahan tersebut adalah dengan penguatan kelembagaan kelompok tani. Dengan berhimpun dalam
92 kelompok tani, maka keputusan bersama yang dibuat dapat meningkatkan posisi
tawar petani. Di samping itu juga dengan aktifnya petani di dalam kelompok tani akan memudahkan pembinaan dari instansi terkait sehingga dapat meningkatkan
wawasan. Idealnya memang di masa yang akan datang diharapkan petani memiliki
SDM yang lebih baik untuk dapat lebih responsif terhadap perubahan dan tuntutan global sehingga petani lebih profesional dan memiliki nilai tawar lebih baik, dan
usahatani dapat dijalankan sebagai agribisnis yang prospektif. i. Tingkat Perkembangan Wilayah dan Pembangunan
Kawasan agropolitan Belik-Pulosari telah berkembang cukup baik. Aksesibilitas wilayah dari luar kawasan sangat baik karena terletak tidak jauh dari
jalan alternatif Pemalang – Purwokerto. Desa pusat pertumbuhan dapat dijangkau dengan kendaraan kecil dan sedang dengan mudah, dengan kondisi jala n aspal
hotmix. Sarana dan prasarana permukiman, penerangan, kesehatan, pendidikan, peribadatan, transportasi, dan perdagangan telah ada, sekalipun belum memadai.
Desa pusat pertumbuhan dapat dikategorikan sebagai desa maju yang ditandai dengan telah tersediannya berbagai infrastruktur tersebut.
Secara keseluruhan, kawasan agropolitan Belik-Pulosari termasuk wilayah pertanian yang cukup berkembang. Wilayah ini dapat dikatakan murni wilayah
pertanian yang jauh dari pengaruh kota besar, dan hingga saat ini belum ada permasalahan alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Dengan kondisi
jalan yang baik dan menjangkau ke seluruh kawasan, masyarakat dapat memperoleh berbagai barang kebutuhan hidup dan kebutuhan usahatani dengan sangat mudah.
Demikian juga dengan adanya jaringan listrik negara yang telah menjangkau seluruh desa di kawasan agropolitan memungkinkan masyarakat untuk dapat menikmati
siaran televisi sebagai sarana hiburan dan pendidikan.
4.1.4. Kawasan Agropolitan Turi-Pakem-Cangkringan Kabupaten Sleman
Wilayah kabupaten Sleman secara definitif belum memiliki kawasan agropolitan. Namun demikian berdasarkan perkembangan wilayahnya, secara
konseptual wilayah ini layak dianggap sebagai kawasan agopolitan. Hal ini antara
93 lain ditandai dengan komoditas pertanian sebagai penggerak perekonomian wilayah,
dan memiliki sarana dan prasaran yang memadai. Selain itu dapat diidentifikasi keberadaan pusat-pusat pertumbuhan dan kawasan hinterlandnya. Kelengkapan
sarana dan prasarana yang ada di wilayah ini sangat terkait dengan adanya program penggalakan kawasan agrowisata yang telah dicanangkan pada tahun-tahun
sebelumnya.
a. Lingkungan Biofisik