Kawasaan Agropolitan Belik -Pulosari Kabupaten Pemalang

demikian balas jasa pengelolaan usahatani cabai dua kali lebih besar dibandingkan dengan biaya yang digunakan untuk produksi cabai. Sama halnya dengan kasus bawang merah, pemakaian pupuk dan obatan- obatan merupakan kontribusi utama terhadap total biaya. Biaya yang digunakan untuk pupuk mencapai sekitar Rp. 2.261.430. Sedangka n untuk pestisida Rp.776.750,- untuk skala usahatani seluas 1 ha. Sementara itu, untuk kebutuhan benih sekitar Rp. 450.000,-. Nilai rasio RC yang cukup tinggi pada cabai merah sebenarnya lebih ditentukan oleh pendapatan yang relatif tinggi sebagai akibat tingkat harga per satuan hasil yang tinggi, yaitu mencapai Rp 5000,- per kg saat kajian dilakukan. Jika dilihat dari tingkat produksinya yang hanya 2.94 tonha sebenarnya masih sangat rendah. Oleh karena itu, nilai rasio RC tersebut masih bisa ditingkatkan jika tingkat produksi bisa lebih ditingkatkan. Di kabupaten Brebes pada umumnya petani lebih mengutamakan bawang merah. Cabai merah seringkali digunakan sebagai tanaman rotasi untuk memutus siklus hama dan penyakit sehingga teknik budidaya yang diterapkan tidak cukup intensif. Berdasarkan pada nilai total penerimaan dan total pembiayaan dari kedua jenis komoditas tersebut maka dapat dihitung nilai rasio RC yang representatif untuk usahatani komoditas yang diusahakan. Hasil analisis diperoleh nilai rasio RC usahatani komoditas unggulan di kawasan agropolitan Brebes-Larangan Kabupaten Brebes adalah 1,56 Lampiran 10c. Nilai tersebut menunjukka n bahwa balas jasa yang diperoleh petani dalam mengusahaan komoditas bawang merah dan cabai merah sebesar 56 dari total biaya yang dikeluarkan.

c. Kawasaan Agropolitan Belik -Pulosari Kabupaten Pemalang

Produksi petani bervariasi antara 7 ton sampai 47 ton sesuai dengan luas lahan garapan yang berkisar antara 1 hektar dan 7 hektar. Seperti halnya di lokasi lain, dalam usahatani cabai merah, biaya untuk pupuk merupakan biaya yang paling dominan. Di kawasan agropolitan Pemalang, biaya yang dibutuhkan untuk pupuk mencapai Rp. 6.345.375,- yang meliputi pupuk kandang, N, P, K, pupuk lengkap dan pupuk daun. Berda sarkan keragaman sarana produksi yang digunakan, teknik budidaya yang diterapkan petani sudah sangat intensif. Namun demikian penggunaan pupuk yang tinggi cenderung menimbulkan inefisiensi dalam usahatani dan akan menurunkan marjin keuntungan. Selain itu, penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan akan menyebabkan usahatani menjadi tidak lestari karena dapat menimbulkan pencemaran akibat residu yang ditinggalkan pupuk. Oleh karena itu peran lembaga tenaga teknis penyuluh pertanian sangat diperlukan untuk memberikan penyuluhan bagaimana menerapkan praktek usahatani yang efisien dan tidak merusak lingkungan. Aplikasi pupuk kandang hingga 15 tonha merupakan langkah yang baik guna mempertahankan tingkat kesuburan tanah. Praktek seperti ini perlu dilestarikan untuk menekan degradasi lahan akibat penanaman yang terus- menerus. Hasil analisis usahatani cabai merah di kawasan ini menunjukkan bahwa tingkat penerimaan usahatani cabai merah dapat mencapai Rp. 57.120.000,-. Penerimaan yang tinggi ini terutama disebabkan oleh tingkat harga cabai ketika kajian dilakukan mencapai Rp.8.000,- per kg. Jika dilihat dari biaya tunai yang dikeluarkan, maka dalam budidaya cabai merah setiap Rp. 1000,- biaya tunai dapat menghasilkan penerimaan hingga Rp. 5.609,- atau menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 4.609,-. Akan tetapi jika dihitung seluruh biaya yang dikeluarkan, baik tunai maupun biaya yang diperhitungkan, maka penerimaan yang diperoleh sekitar 300 dari total biaya yang dikeluarkan, atau rasio RC -nya mencapai 3,1 Lampiran 11a. Pada komoditas kubis, rata -rata produksi kubis di kabupaten Pemalang adalah 26.760 kg dengan harga jual sekitar Rp. 520,-kg. Dengan demikian nilai penjualan rata-rata petani adalah Rp. 13.915.200,-. Dari sudut biaya produksi, pupuk dan biaya tenaga kerja masih merupakan biaya yang paling besar yang harus dikeluarkan oleh petani walaupun secara tunai petani tidak mengeluarkan biaya tenaga kerja secara penuh. Petani akan menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga jika kebutuhan tenaga kerja untuk budidayanya melebihi pasokan tenaga kerja dari dalam keluarga. Seperti halnya pada tanaman cabai, petani juga cenderung menggunakan beragam pupuk dan obat-obatan untuk tanaman kubis, sekalipun dalam jumlah yang relatif lebih kecil. Agar hasil panen berhasil petani cenderung melakukan diversifikasi atau beragam pupuk dan obat-obatan mengingat kemampuan tanah menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman tidak lengkap tersedia. Di samping itu petani melakukan ekspektasi dengan beragam pupuk dan obat-obatan produksi tanaman akan lebih banyak dibandingkan dengan pemakaian pupuk atau obat-obatan yang terbatas. Sebagai contoh biaya pupuk untuk tanaman kubis sebesar Rp. 4.826.042,- atau hampir 90 persen dari biaya tunai. Dalam ekspektasi meningkatka n kualitas produksi panen, petani juga menggunakan pupuk mikro. Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa usahatani kubis yang dilakukan petani di dataran tinggi Kabupaten Pemalang sangat menguntungkan, sekalipun tidak sebesar cabai merah. Penghitungan nilai rasio RC untuk komoditas ini adalah 2,3 Lampiran 11b. Hasil manfaat usahatani di Kabupaten Pemalang dilihat dari nilai perbandingan antara penerimaan kotor dan biaya , baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan, untuk usahatani kubis dan cabai secara keseluruhan. Hasil analisis gabungan kedua komoditas tersebut diperoleh nilai rasio RC sebesar 2,90 Lampiran 11c. Hasil tersebut menunjukkan bahwa imbalan yang diperoleh petani dalam mengusahakan kubis dan cabai adalah sebesar 290 dari total biaya yang digunakan. Oleh karena tingkat keuntungan yang cukup besar inilah maka wajar jika kedua jenis komoditas pertanian tersebut mendominasi kawasan agropolitan Pemalang.

d. Kawasaan Agropolitan Turi-Pakem-Cangkringan Kabupaten Sleman