Sintesa Hasil Uji Kestabilan Model
206
4. 4.4. Sintesa Hasil
Berdasarkan pola -pola pada hasil simulasi di atas, terlihat bahwa ketiga sub model bentuk archetype yang menonjol adalah bentuk limit to success Kim,
1997. Bentuk ini menurut Kim 1997 merupakan bentuk umum dari model pemanfaatan sumber daya alam natural resources . Secara umum menurut Kim
1997, pada permanfaatan sumber daya alam baik berupa lahan, hutan atau yang lainnya hampir dipastikan pada mulanya akan selalu mengalami pertumbuhan yang
cepat, akan tetapi dalam satu periode tertentu pemanfaatan yang terus menerus akan mengarah pada over use yang menyebabkan pertumbuhan menjadi nol, atau bahkan
menurun. Barlas 1996 menyebutnya pola pertumbuhan seperti itu sebagai limit to growth. Bila sumber daya yang dimanfaatkan termasuk ke dalam kategori public
good maka bentuk archetype ini dapat berubah menjadi the tragedy of the common. Berdasarkan pola -pola simulasi model yang dibangun, tampak bahwa faktor
jumlah penduduk, luas lahan, dan tingkat produksi merupakan faktor yang sangat menentukan keberlanjutan kawasan agropolitan yang ditandai dengan trend kurva
peningkatan kerusakan lingkungan dan penurunan daya dukung lingkungan. Jika asumsi laju pertambahan penduduk, laju pertambahan lahan, dan laju jumlah
produksi dapat dipertahankan pada level berturut-turut 2, 2, dan 1, sebagaimana digunakan dalam pembangunan model, maka hingga tahun 2055
kondisi kawasan agropolitan masih cukup baik, yaitu daya dukung lingkungan masih mampu mendukung tingkat kerusakan lingkungan yang terjadi. Namun demikian
pada periode setelah tahun 2055 maka dapat diperkirakan bahwa kerusakan lingkungan akan dapat melampui daya dukung lingkungan yang ada.
Pola -pola hasil simulasi juga menunjukkan bahwa jika asumsi tersebut tidak terpenuhi maka keberlanjutan kawasan agropolitan akan terganggu. Sebagai contoh
jika laju pertambahan penduduk melebihi angka 2 sebagai akibat adanya migrasi ke dalam kawasan agropolitan, atau laju pertambahan lahan usahatani kurang dari
2 sebagai akibat adanya alih fungsi lahan dari pertanian ke fungsi non-pertanian, atau laju pertambahan produksi kurang dari 1 sebagai akibat adanya stagnasi
ekstensifikasi dan intensifikasi produksi, maka kawasan agropolitan akan tidak sustain hingga tahun 2055.
207
Oleh karena itu agar pembangunan perdesaan melalui model pengembangan kawasan agropolitan dapat berkelanjutan, maka pemerintah harus secara dini
mempersiapkan langkah-langkah strategis sebagai tindakan antisipasi jika asumsi- asumsi laju pertambahan jumlah penduduk, laju pertambahan luas lahan, dan laju
peningkatan produksi tidak terpenuhi. Disamping itu juga perlu dilakukan penguatan kelembagaan agar langkah strategis dan tindakan antisipasi yang dilakukan tepat
sasaran, efektif dan efisien. Laju pertambahan penduduk ditentukan oleh tingkat kelahiran, kematian, dan
migrasi. Aspek kependudukan yang paling dapat diantisipasi ada lah angka kelahiran. Untuk menekan tingkat kelahiran pada tingkat yang aman, dapat dilakukan dengan
mempertahankan program keluarga berencana KB terutama terhadap pasangan usia subur. Sementara itu untuk aspek kependudukan yang lain, seperti laju migrasi ke
dalam kawasan agropolitan baru dapat diantisipasi jika intensitasnya sangat tinggi dan sudah mengganggu equilibrium kawasan. Antisipasi yang dapat dilakukan
adalah melalui regulasi pembatasan migrasi ke dalam kawasan. Laju pertambahan lahan merupaka n faktor lain yang sangat mungkin tidak
memenuhi asumsi yang dibuat. Pada beberapa kawasan agropolitan, seperti kawasan agropolitan Pacet Kabupaten Cianjur, dan Turi-Pakem-Cangkringan Kabupaten
Sleman yang berdekatan dengan kawasan wisata, luas lahan pertanian bahkan cenderung berkurang akibat terjadi alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman
dan wisata. Untuk mempetahankan fungsi kawasan agropolitan maka pemerintah perlu melakukan regulasi-regulasi melalui peraturan perundang-undangan yang
mengaturme mbatasi alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Laju pertambahan produksi dapat ditingkatkan melalui program ekstensifikasi
dan intensifikasi. Program ekstensifikasi akan dibatasi oleh ketersediaan lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditas unggulan pada kawasan yang bersangkutan.
Untuk menekan peningkatan degradasi lingkungan maka berdasarkan analisis spasial GIS, pengembangan kawasan perlu dilakukan dengan mengutamakan ruang yang
termasuk dalam prioritas tertinggi. Oleh karena analisis spasial dilakukan dengan menggunakan skenario yang melibatkan pertimbangan-pertimbangan konservasi
208
lingkungan, maka ruang dengan prioritas terbaik adalah ruang yang paling ramah lingkungan sebagai kawasan pengembangan agropolitan.
Sementara itu program intensifikasi akan dibatasi oleh kemajuan teknologi budidaya on farm yang tersedia dan dapat dialihkan ke petani. Upaya peningkatan
produksi sangat erat kaitannya dengan kerusakan dan daya dukung lingkungan. Oleh karena itu upaya peningkatan produksi har us dilakukan dengan senantiasa
memperhatikan konservasi lingkungan. Input produksi maupun teknologi budidaya yang digunakan haruslah ramah lingkungan. Beberapa aspek yang dapat dianjurkan
dalam upaya peningkatan produksi dengan memperhatikan konservasi lingkungan antara lain:
a. penggunaan dan pengolahan lahan disesuaikan dengan tingkat kelerengan lahan
b. pemupukan yang berimbang, peningkatan penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik
c. pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, denga n menekankan pada pengendalian secara budidaya, penggunaan musuh alami hama dan penyakit
serta penggunaan pestisida nabati, dan mengurangi penggunaan pestisida anorganik.
Penguatan kelembagaan dapat membantu dalam menentukan prioritas program yang akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan di setiap kawasan.
Berdasarkan hasil analisis kelembagaan menggunakan ISM Interpretative Structural Modelling dapat diketahui bahwa secara umum kendala utama dalam
pengembangan agropolitan adalah kualitas sumberdaya manusia SDM petani yang masih rendah, kurangnya permodalan, dan lembaga penyuluhan dan alih teknologi
tidak berfungsi dengan baik. Sejalan dengan kendala yang ada, hasil analisis ISM mengindikasikan bahwa kebutuhan program yang utama adalah peningkatan SDM
dan kemitraan usaha. Kemitraan usaha dimaksudkan untuk membantu akses petani terhadap kebutuhan akan modal, serta pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Tujuan program secara umum adalah pengembangan agrobisnis dan agroindustri sebagai jembatan untuk meningkatkan perekonomian perdesaan.
209