2.3. Keragaan Usahatani a. Kawasaan Agropolitan Pacet Kabupaten Cianjur

Tabel 17. Daftar Kelompok Desa Berdasarkan Tipe Perkembangan Wilayah untuk Desa-desa di Kawasan Agropolitan Sleman Tingkat Perkembangan Kecamatan Desa Pakem Pakem Binangun, Harjo Binangun, Candi Binangun Tingkat Perkembangan Wilayah Maju Cangkringan Argo Mulyo Pakem Purwo Binamgun, Hargo Binangun Cangkringan Wukir Sari, Umbul Harjo Tingkat Perkembangan Wilayah Sedang Turi Dono Kerto, Bangun Kerto Cangkringan Kepuh Harjo, Glagah Harjo Tingkat Perkembangan Wilayah Relatif Tertinggal Turi Giri Kerto, Wono Kerto

4. 2.3. Keragaan Usahatani a. Kawasaan Agropolitan Pacet Kabupaten Cianjur

Lokasi kajian kawasan agropolitan Kabupaten Cianjur difokuskan di Kecamatan Pacet dan Sukaresmi. Sesuai dengan kondisi topografi dan agroklimatnya, tanaman yang dominan dikembangkan di kawasan ini adalah tanaman hortikultur atau tanaman sayuran. Berbeda dengan sistem usahatani di lokasi kajian lainnya, petani di daerah ini cenderung melakukan sistem tumpang sari atau polikultur. Dalam satuan luas lahan ditanami beragam jenis komoditas. Sistem pertanian tumpang sari atau sering disebut pula diversifikasi merupakan upaya untuk mengurangi resiko pasar berupa perubahan harga ketika panen. Perubahan harga yang merugikan salah satu komoditas akan dikompensasi dengan kenaikan harga komoditas lainnya. Pola tanam polikultur ini mempersulit pe nghitungan atau analisis usahatani jika fokus utama ditujukan kepada mencari biaya produksi per unit komoditas. Penggunaan faktor produksi cenderung bersifat joint cost. Pemakaian faktor produksi ditujukan untuk semua komoditas. Seperti aplikasi pupuk tidak khusus untuk satu tanaman tapi juga digunakan untuk tanaman lain. Di samping sulit menghitung tingkat biaya per unit juga kesulitan memperkirakan produktivitas per satuan luas. Untuk melihat sejauh mana usahatani di lokasi kajian menguntungkan atau tidak digunakan analisis RC rasio. Bagi kasus di Cianjur rasio RC bersifat gabungan. Secara metodologis, komoditas yang menjadi acuan sampling hanya lima jenis. Namun dalam wawancara petani sampel menanam beragam jenis sayuran dalam satuan luas yang sama. Dengan demikian analisis usahatani dilakukan dengan memperhitungkan semua tanaman yang ada dalam lahan tersebut. Petani di kawasan agropolitan Cianjur diidentifikasi menanam sayuran seperti wortel, brokoli, bawang daun, cabai, sawi, daun mint, caisin, kol dan pastly. Dari sudut penerimaan, cabai, bawang daun dan wortel merupakan produk utama petani di kawasan ini. Nilai penerimaan untuk ketiga tanaman tersebut adalah Rp. 11.200.000,- , Rp. 2.877.600,- dan Rp. 2.580.000,-. Total rata-rata penerimaan usahatani di Cia njur sebesar Rp. 19.441.822,- selama satu musim tanam. Luas tanaman bervariasi dari 500 m2 sampai 4.000 m2. Jarang ditemukan petani dengan pengusahaan luas lebih dari 10.000 m2. Dengan demikian petani di kawasan agropolitan Cianjur termasuk petani kec il. Pengusahaan lahan yang terbatas disebabkan oleh adanya fragmentasi lahan. Di samping itu tekanan penggunaan lahan untuk tujuan lain, misalnya properti, mempercepat proses fragmentasi lahan tersebut. Beragamnya tanaman yang diusahakan memperlihatkan kemampuan petani dalam merespon pasar. Tanaman seperti brokoli, mint dan pastly bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini memiliki harga jual yang relatif tinggi. Namun petani tidak mau berspekulasi menamam secara monokultur karena pertimbangan resiko dan daya serap pasar yang masih rendah. Tanaman ini dijual bukan untuk kalangan masyarakat biasa atau berpendapatan rendah. Konsumen targetnya adalah konsumen perkotaan yang memiliki pendapatan yang tinggi. Oleh karena itu pasar yang ditujunya adalah supermarket atau restoran. Dari sudut biaya, total biaya produksi yang diperhitungkan sebesar Rp. 11.994.654,-. Pe nghitungan biaya yang diperhitungkan dimaksudkan untuk melihat seberapa jauh petani melakukan proses kompensasi atas sumberdaya yang dimilikinya. Analisis yang menihilkan biaya yang diperhitungkan akan memberikan informasi yang salah. Hasil analisis akan bersifat over-estimate. Secara finansial sistem usahatani tampak sangat menguntungkan. Jika biaya seperti tenaga kerja dalam keluarga, biaya sewa lahan dan bibitbenih yang cenderung berasal dari tanaman terdahulu diperhitungkan maka keuntungan petani akan berkurang. Kelemahan lainnya adalah analisis usahatani tidak dapat mendeteksi berapa besar kontribusi biaya pengelolaan. Dalam system usahatani, biaya pengelolaan tidak dapat diperhitungkan seperti halnya sektor industri. Sebagai pendekatan digunakan konsep keuntungan merupakan balas jasa terhadap pengelolaan usahatani. Dari hasil analisis rasio RC diperoleh nilai sebesar 2.48 Lampiran 9. Nilai RC tersebut menunjukkan bahwa usahatani sayuran di kawasan agropolitan Cianjur mampu memberikan balas jasa kepada petani sebesar 148 persen, sudah termasuk biaya- biaya yang diperhitungkan. Jika hanya memperhitungkan biaya tunai cash expenditure nilai rasio RC mencapai 5.96. Angka ini memberikan informasi yang salah karena banyak faktor produksi yang tidak diperhitungkan. Dari struktur biaya produksi, benih wortel dan pestisida jenis curacron merupakan biaya yang paling dominan. Di kawasan ini ditemukan sekitar 12 jenis pestisida yang digunakan. Dari sudut pandang ekonomi jumlah yang cukup besar ini menciptakan disefisiensi sistem produksi. Peningkatan jumlah pemakaian faktor produksi tidak selalu berarti akan terjadi peningkatan produksi. Dengan demikian akan terjadi penurunan marjin keuntungan yang didapat oleh petani. Dari sudut pandang ekologi dan kesehatan, aplikasi pestisida berlebih berdampak terhadap kualitas produk sayuran. Secara visibilitas tektur atau penampilan komoditas sayuran memang menarik konsumen, karena tidak ada bekas kerusakan akibat serangan hama atau penyakit. Akan tetapi dalam jangka panjang akan berdampak terhadap kepercayaan konsumen karena kandungan pestisida yang cukup tinggi. Petani cenderung bersikap over preventif dalam menanggulangi hama dan penyakit. Aplikasi pestisida cenderung tidak memperhatikan batas ambang ekonomi serangan hama dan penyakit. Dampaknya terjadi pemborosan biaya perawatan tanaman yang tidak hanya biaya pembelian bahan pestisida juga biaya tenaga kerjanya. Penyuluhan bagaimana menangani hama penyakit secara efisien masih perlu dilakukan. Kalau memungkinkan penanganan hama penyakit dengan cara yang ramah lingkungan environmentally friendly. Sekarang sudah banyak dikembangkan metode penanganan hama penyakit secara biologis dengan memanfaatkan musuh alami atau pestisida nabati.

b. Kawasaan Agropolitan Brebes-Larangan Kabupaten Brebes