63
sisi fungsi kelompok tani menjadi kelembagaan jauh dari harapan dan kurang memberikan manfaat.
Kele mbagaan yang berkembang di kawasan ini pada akhirnya adalah kelembagaan principal-agent relationship dimana ketergantungan petani terhadap
tengkulak sebagai principal relatif tinggi. Dengan demikian sangat wajar apabila petani dan pedagang lokal menjadi pihak yang paling lemah. Pasar yang terbentuk
pun sebenarnya juga masih bersifat monopsoni karena meskipun banyak pedagang namun semuanya adalah pedagang lokal yang banyak tergantung kepada pedagang
pengumpul besar dan para suplier besar di Cipanas. Dengan demikian untuk mewujudkan suatu kawasan agropolitan yang
berhasil memang membutuhkan suatu kerja keras dan tidak mudah. Kondisi kelembagaan yang demikian dapat membuat investasi fisik yang sudah dilakukan
menjadi sia-sia. Karena itu kelembagaan petani harus diperkuat sebagai prasyarat untuk bisa meningkatkan economic of scale dan sekaligus meningkatkan posisi tawar
petani yang pada akhirnya semuanya itu akan bermuara pada meningkatnya kesejahteraan petani.
c. Kegiatan Produksi Pertanian Utama
Kegiatan produksi utama di kawasan Agropolitan Cianjur adalah pertanian hortikultur sayuran dan tanaman hias dataran tinggi. Hal ini sesuai dengan kondisi
iklim kawasan dan didukung oleh jarak yang relatif dekat dengan pusat demand yaitu Jakarta. Komoditas sayuran yang umum diusahakan di Kecamatan Pacet antara lain
wortel, bawang daun, kubis, buncis, kentang, sawi, tomat, terung dan cabai. Komoditas unggulan kawasan agropolitan Pacet adalah wortel dan bawang
daun. Pola bercocok tanam kedua jenis tanaman sayuran tersebut umumnya adalah pola tumpangsari multiple cropping gilir beberapa jenis tanaman secara tidak
beraturan. Wortel ditanam dengan cara disebar merata dalam bedengan dengan kerapatan yang cukup tinggi, tanpa jarak tanam yang tertentu. Pada umur sekitar 3-4
minggu setelah sebar, bersamaan dengan penyiangan dilakukan penjarangan tanaman hingga membetuk barisan dengan jarak sekitar 10-15 cm, dan selanjutnya dibiarkan
hingga panen. Di antara barisan-barisan wortel dan di pinggir bedengan umumnya ditanami dengan bawang daun. Pola tumpang sari dengan sistem campuran seperti
ini dimaksudkan petani untuk lebih mengefisienkan setiap jengkal luasan tanah
64
karena lahan yang dimiliki sangat terbatas. Selain itu petani umumnya menghendaki dapat memanen hasil secara berkesinambungan, sekalipun dengan jumlah hasil yang
tidak terlalu besar. Sistim pertanian tanaman sayuran yang dilakukan oleh petani di kawasan ini
sudah sangat intensif. Sarana produksi, terutama pupuk dan pestisida, yang digunakan cukup bervariasi. Setiap petani menggunakan sekurang-kurangnya tiga
macam pupuk dan dua macam pestisida dalam setiap kali penanaman. Bahkan ada sebagian petani yang menggunakan hingga 8 jenis pupuk dan 5 jenis pestisida.
Pupuk yang biasa digunakan petani di kawasan ini antara lain pupuk kandang, TSP, dan urea. Pupuk kandang yang umum digunakan petani adalah pupuk kandang
kotoran ayam danatau kotoran sapi. Sebagian petani menggunakan SP6 untuk menggantikan TSP, dan ZA menggantikan atau digunakan bersama dengan urea.
Beberapa petani menambahkan pupuk lain, seperti pupuk lengkap cair seperti supergrow, byfolan, dan bigtori. Ada juga yang menggunakan zat pengatur tumbuh
atonic. Pestisida yang umum digunakan oleh petani di kawasan ini antara lain pestidida curacron, calicron, dursban, podan, dan decis, dan fungisida antracol.
Keragaman jenis pupuk dan pestisida yang digunakan selama penanaman sayuran menunjukkan bahwa cara budidaya tanaman yang dilakukan oleh petani sudah maju.
Tingkat produktivitas tanaman yang dicapai oleh petani termasuk belum baik. Untuk komoditas unggulan, produksi bawang daun mencapai rata-rata 7.94
tonha. Tingkat hasil ini setara dengan 2-3 kali jumlah bibit yang ditanam karena jumlah bibit yang diperlukan mencapai 3-3.5 tonha. Jumlah anakan ya ng diperoleh
hanya sekitar 3-4 anakan per rumpun. Jika dibandingkan dengan rata -rata produktivitas nasional yang mencapai 8,6 tonha, maka tingkat yang dicapai petani di
kawasan ini termasuk agak rendah. Untuk wortel, tingkat produksi yang dicapai
petani adalah 15.77 tonha Tabel 5, masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-
rata produksi nasional yang mencapai 16.41 tonha Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2002. Sedangkan untuk komoditas lainnya, seperti caisim masih jauh
lebih rendah dari rata-rata nasional. Tetapi untuk cabai merah, dan sawi sudah melebihi rata-rata nasional. Tingkat produksi yang dicapai petani masih dapat
ditingkatkan, karena masih jauh dari potensi produksinya atau yang telah dicapai oleh petani di negara lain, seperti cabai 14 tonha, bawang daun 16 tonha, sawi 60
tonha, dan wortel 21 tonha Rubatzky dan Yamaguchi, 1997.
65
Secara umum, sekalipun cara budidaya yang dilakukan petani sudah maju, tetapi pola tanam tumpang sari yang digunakan petani menyebabkan tingkat
produktivitas setiap tanaman per satuan luasan menjadi rendah. Tabel 5. Produktivitas Tanaman Komoditas Unggulan di Kawasan
Agropolitan Pacet Kabupaten Cianjur Tahun 2005
Komoditas Unggulan Produktivitas
tonha Produktivitas
Rata-rata Nasional tonha
Bawang daun 7.94
8.62 Wortel
15.77 16.41
Cabe 4.50
4.17 Caisim
3.83 7.46
Sawi 12.50
9.62
d. Sistem Agribisnis Sub Sistem Penunjang.